hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Batal Jadi Pegawai Perkebunan Nasional, Gigih Mahayudin Jadi Eksportir Tanaman Hias

KEDIRI-–Di mana ada kemauan di situlah ada jalan. Ungkapan itu ditujukan kepada setiap manusia untuk tidak cepat berputus asa. Hal itulah yang dijalani oleh seorang Gigih Mahayudin, seorang anak muda dari Kota Kediri, Jawa Timur.

Setelah lulus kuliah dari Fakultas Kehutanan IPB pada Maret 2020, seperti para sarjana baru lulus mulai gencar melamar berbagai perusahaan. Pada saat itu pandemi mulai melanda Indonesia,  pekerjaan ayahnya sebagai praktisi lingkungan terhambat.

“Dari pada menganggur akhirnya kami buat “kokedama (seni merangkai tanaman hias ala Jepang) dan pot sabut kelapa”.  Kami mendirikan galeri di kawasan Mojoroto, Kediri. Lambat laun mulai berkembang tidak lengkap kalau jual pot tapi tidak ada bunganya. Akhirnya ayah mulai menjual sepaket pot dan tanaman hias biasa,” ujar Gigih kepada Peluang, Sabtu (6/11/21).

Pemuda kelahiran 5 Oktober 1996 ini awalnya melirik tanaman kaktus terlebih dahulu dengan modal tidak sampai Rp250 ribu, Gigih memadukan pot sabut dengan kaktus dan ternyata laku cukup keras. Dari situ setiap untung dari penjualan, uangnya diputerkan  lagi buat beli katus dan mulai merambah ke tanaman hias umum dan akhirnya awal 2021 mulai merambah ke tanaman hias koleksian.

“Sebenarnya pada Juni 2020 saya sudah diterima di salah satu perusahan perkebunan nasional di tempatkan di Bengkulu, tapi mengingat waktu itu awal-awal pandemi orang tua belum mengijinkan berangkat,” imbuhnya.

Gigih bertambah yakin  dengan bisnis kokedama yang cukup berpeluang kedepan karena tanaman hias pasti pasti dibutuhkan oleh setiap rumah sebagai nilai estetika dan tentunya manfaat ekologinya.

Selain itu risiko gagal tanaman hias menurut dia, hanya ketika mati tanaman tersebut. Ketika tanaman harganya turun masih bisa ditani lagi.

Gigih menjual berbagai jenis tanaman hias  muli dari jenis philodendron, syngonium, anthurium, alocasia, hingga kaktus dan sukulen. Harganya dari Rp2 ribu hingga jutaan rupiah.

Untuk pasar sendiri ada lokal biasanya melalui event bursa tanaman dan media sosial. Namun hasil budidayanya juga ditujukan untuk pasar ekspor juga ada.

“Untuk ekspor paling banyak dari Thailand selain itu ada Vietnam dan beberapa negara Eropa. Untuk omzet sendiri pasti naik turun yang pasti rata-rata jutaan rupiah belum kalau sampai ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah,” ungkapnya.

Gigih mengungkapkan, menjalankan bisnis ini mempunyai banyak suka dan duka.  sukanya pasti ketika tanaman yang dijual sampai ke pelanggan dan tumbuh dengan baik.

“Dukanya kalau di pasar lokal kebanyakan penjual kita saling jatuh-jatuhan harga yang membuat harga tanaman tidak stabil cendurung menurun,” tambahnya.

Selain itu perawatan dan perlakuan setiap jenis tanaman yang berbeda membutuhkan referensi lebih dan ilmu coba-mencoba hingga menemukan perlakuan yang pas buat tanamannya. Tidak jarang pada awal dulu cukup banyak tanaman yang kurang sempurna baik dari segi pertumbuhan maupun perkembangan.

Intinya kalau jualan tanaman harus tekun dan sabar menikmati proses, baik bisnisnya maupun pertumbuhan dan perkembangan tanamannya dan jangan takut gagal dan terus berinovasi.

Sukses  membuat Gigih mempuyai beberapa bisnis  untuk mengembangkan tanaman hias, mulai dari kultur jaringan juga  hingga mendirikan kafe dengan nuansa tanaman hias (Irvan).

pasang iklan di sini