DARI program perlindungan sosial (perlinsos), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan masalah senilai Rp185 miliar. Masalah tersebut muncul dari dua objek pemeriksaan. Pertama, pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial penanganan Covid-19 lanjutan 2022 (sampai kuartal III) pada Kemensos. Kedua, pengelolaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) 2021-semester II 2022 pada Kemnaker.
Dua masalah temuan BPK dalam program perlinsos yaitu realisasi dan penyaluran bantuan serta ketepatan penyalurannya. Pada masalah realisasi dan penyaluran bantuan, BPK menemukan terdapat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak terdistribusi dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak bertransaksi bansos Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu, program sembako yang belum ditindaklanjuti dengan pengembalian ke rekening pemerintah lainnya (RPL) sebesar Rp165,03 miliar.
Karena itu, BPK merekomendasikan menteri sosial untuk memerintahkan direktur terkait agar lebih optimal dalam pengendalian dan pengawasan bansos. Juga memberi sanksi kepada bank penyalur yang lalai dalam menyampaikan laporan. “Memerintahkan bank penyalur untuk melakukan pendebetan ke RPL dan mengembalikan ke kas negara atas KKS tidak terdistribusi dan KPM tidak bertransaksi sebesar Rp165,03 miliar,” kata pihak BPK.
Masalah lainnya yang juga ditemukan dalam realisasi dan penyaluran bantuan pada Kemnaker yang belum mengelola pembayaran bantuan iuran program JKP sesuai dengan ketentuan. Masalah selanjutnya Kemnaker belum mengelola pemberian manfaat pelatihan kerja dalam rangka program JKP secara optimal.
Sementara terkait ketepatan penyaluran bantuan, BPK menemukan masalah dalam penetapan bantuan sosial Program Sembako, BLT Migor dan/atau BLT BBM tidak sesuai ketentuan, yaitu terdapat penetapan dan penyaluran bantuan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), pendamping sosial, tenaga kerja dengan upah di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), penerima bantuan terindikasi meninggal dunia, memiliki jabatan/usaha terdaftar di database AHU, dan terindikasi menerima bantuan ganda. Atas penetapan dan penyaluran bansos PKH, terdapat KPM PKH yang bermasalah pada 2021 tetapi masih ditetapkan sebagai penerima bansos PKH pada 2022. Selain itu KPM sudah mampu, KPM telah graduasi, KPM menolak bantuan, KPM ASN yang sudah mengajukan pengunduran diri, dan KPM yang tidak pernah mengambil KKS dan buku tabungan masih masuk dalam data salur. Masalah itu membuat penyaluran bansos sebesar Rp185,23 miliar terindikasi tidak tepat sasaran.