hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Asuransi Syariah Didorong Spin Off

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan berbasis syariah, kontribusi pendapatan asuransi jiwa syariah tumbuh sebesar Rp22,61 triliun atau 10,4% secara tahunan di 2024.

Dua tahun jelang batas akhir pemisahan unit usaha syariah (UUS) dari induknya, semakin banyak perusahaan asuransi dan reasuransi yang berniat melakukan spin off. OJK berdalih kebijakan melaksanakan spin off  itu bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan industri asuransi syariah di Indonesia.

Untuk diketahui, dalam Pasal 9 POJK 11 Tahun 2023, perusahaan asuransi dan reasuransi diwajibkan untuk memisahkan UUS-nya paling lambat akhir 2026. POJK itu merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang memberikan kewenangan kepada OJK untuk meminta pemisahan unit syariah dalam rangka konsolidasi industri perasuransian.

Konsolidasi industri perasuransian tersebut dilakukan dalam upaya untuk memperkuat ekosistem perasuransian yang efektif, efisien, sehat, dan berdaya saing, serta memberikan daya dukung bagi perekonomian nasional. Sehingga mau tidak mau pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan dari regulator jasa keuangan tersebut.

Menurut OJK, pada tahun ini sebanyak 17 UUS di industri perasuransian akan melakukan spin-off.  “Lima UUS lainnya akan mengalihkan portofolio mereka ke perusahaan asuransi syariah yang sudah berdiri,” kata Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) beberapa waktu lalu.

Selain melalui spin off, peningkatan pangsa pasar industri asuransi syariah sebagaimana dituangkan dalam Roadmap Perasuransian Indonesia 2023-2027, OJK mendorong perusahaan asuransi syariah untuk memasarkan produk asuransi secara digital baik melalui situs website, marketplace, sosial media, dan platform lainnya.

Selama ini, rendahnya market share asuransi syariah dapat disebabkan beberapa faktor seperti rendahnya tingkat literasi masyarakat, terbatasnya akses untuk membeli produk asuransi, dan keterbatasan produk asuransi yang memenuhi semua segmen. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim namun produk asuransi syariah belum terlalu dikenal oleh masyarakat.

Untuk itu, pelaku industri asuransi syariah dapat bekerja sama dengan produk yang terintegrasi dengan bisnis halal untuk meningkatkan akses masyarakat dan menciptakan produk asuransi syariah yang lebih dapat menjangkau banyak nasabah.

OJK juga mewajibkan pelaku industri asuransi syariah untuk menerapkan keuangan berkelanjutan. Oleh karenanya, industri asuransi syariah didorong untuk meningkatkan penerapan keuangan berkelanjutan, antara lain melalui penyediaan produk asuransi bagi kendaraan bermotor berbasis listrik, pengurangan penggunaan kertas dalam operasional perusahaan, dan penempatan investasi pada instrumen hijau seperti green bond, dan lain-lain.

Dalam roadmap tersebut, sampai 2027 OJK menargetkan sebanyak 50% perusahaan asuransi syariah memiliki asuransi mikro syariah berbasis zakat, infaq, sedekah. Selain itu, 50% perusahaan asuransi syariah telah memasarkan produk asuransi syariah terkait wisata halal dan memasarkan produknya secara digital.

Pada periode Januari-Desember 2024, terdapat satu UUS perusahaan asuransi jiwa telah memperoleh izin usaha asuransi jiwa syariah dan saat ini sedang dalam proses pengalihan portofolio.  Selain itu, satu UUS perusahaan asuransi umum juga telah menyelesaikan pengalihan portofolionya ke perusahaan asuransi syariah yang telah ada.

OJK berharap kebijakan spin off dapat meningkatkan penetrasi dan pangsa pasar industri asuransi syariah di tanah air. Apalagi potensi pertumbuhan asuransi syariah masih sangat besar untuk dioptimalkan.

Terkait dengan kinerja industri asuransi syariah, menurut Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI),  kontribusi pendapatan dari produk asuransi jiwa syariah mengalami pertumbuhan sebesar Rp22,61 triliun atau 10,4% secara tahunan di 2024. Pertumbuhan itu seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk keuangan berbasis syariah.

“Pada 2024, pendapatan kontribusi dari produk asuransi syariah sebesar 12,2% terhadap total,” kata Budi Tampubolon, Ketua Dewan Pengurus AAJI dalam konferensi pers laporan kinerja AAJI 2025, 28 Februari lalu.

Pertumbuhan kinerja industri asuransi syariah itu melampaui asuransi konvensional. Tercatat pendapatan premi dari unit usaha konvensional tumbuh sebesar 3,5% secara tahunan dengan nilai sebesar Rp162,79 triliun pada 2024. Sehingga secara total, AAJI mencatat pendapatan premi industri asuransi jiwa senilai Rp185,39 triliun di 2024, atau tumbuh 4,3% dibanding tahun sebelumnya.

Apresiasi Marketing Asuransi Syariah

Dalam upaya menggenjot kinerja tenaga pemasar asuransi syariah, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) kembali menggelar Sharia Insurance Convention and Awards (SICA)  bertema “Reach the Next Level of Sharia Insurance: Bigger, Stronger and Healthier”, pertengahan tahun lalu di The Tribrata, Hotel & Convention Center Darmawangsa, Jakarta. Ini merupakan event terbesar di industri asuransi syariah Indonesia.

AASI terakhir kali menggelar event bergengsi yang memberikan penghargaan kepada para tenaga pemasar asuransi syariah atau agen ini pada 2019.  SICA tidak hanya sebagai perayaan prestasi, tetapi menjadi forum untuk berbagi pengetahuan, memperkuat jaringan, dan mendorong pertumbuhan positif industri asuransi syariah di Indonesia. SICA diharapkan menjadi program berkelanjutan agar dapat memotivasi para tenaga pemasar atau agen dalam berkontribusi pada pertumbuhan industri dan ekonomi nasional.

Prospek industri asuransi syariah ke depannya akan bergantung pada integrasi industri dalam ekosistem halal yang semakin berkembang. Dukungan regulasi seperti spin off juga berperan dalam meningkatkan penetrasi pasar asuransi syariah di masyarakat. (Kur).

pasang iklan di sini