Pasal 33 UUD 1945 berbunyi Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bentuk yang dianggap sesuai dengan bunyi pasal 33 UUD 1945 adalah Koperasi. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi Sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan (pasal 1 ayat 1 UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian).
Sebagai badan usaha, salah satu kewajiban Koperasi adalah Kewajiban sebagai Wajib Pajak.
- Pajak Penghasilan Badan
Koperasi sebagai badan usaha merupakan subyek Pajak, sehingga atas usahanya terhutang Pajak Penghasilan dan/ atau Pajak lainnya. Sebagai Wajib Pajak Koperasi harus memiliki Nomor Pokok Pajak dan/ atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak jika Koperasi dalam usahanya memiliki Obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Penghasilan dikenakan kepada Koperasi atas Laba atau Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diperoleh oleh Koperasi dari hasil Operasionalnya dalam 1 tahun buku yang disebut PPh Badan. Saat ini berlaku beberapa tarif untuk pengenaan PPh Badan untu Koperasi :
- Untuk Koperasi yang memiliki Peredaran Usaha Bruto atau Omzet tidak melebihi Rp 4.800.000.000 berlaku tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2018, yaitu sebesar 0,5% dari peredaran usaha Bruto. Koperasi bisa menggunakan tarif ini untuk jangka waktu 4 tahun dari sejak berdirinya koperasi atau Peraturan Pemerintah ini Berlaku (Pasal 5 ayat 1 huruf b PP No.23 tahun 2018). Jumlah Rp 4.800.000.000 adalah berdasarkan Peredaran Bruto tahun sebelumnya. Apabila Pada tahun berjalan ternyata melebihi jumlah Rp 4.800.000.000 maka tetap menggunakan tarif 0,5% sampai dengan akhir tahun. Dan jika Koperasi baru berdiri maka Peredaran Bruto 1 bulan disetahunkan apakah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000 atau tidak. Ada permasalahan yang timbul dengan penggunaan PP 23 ini, yaitu :
- Tarif 0,5% dari peredaran usaha bruto tetap dikenakan walaupun Perusahaan dalam kondisi merugi.
- Untuk Koperasi yang memiliki Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 dapat tidak menggunakan Tarif PP 23, tetapi menggunakan tarif PPh Pasal 17 UU PPh dapat mengajukan permohonan untuk tidak menggunakan tarif berdasarkan PP 23 tahun 2018 dengan membuat surat pemberitahuan ke Direktorat Jenderal Pajak.
- Untuk Koperasi yang memiliki Peredaran Usaha Bruto melebihi Rp 4.800.000.000 tetapi tidak melebihi Rp 50.000.000.000 berlaku tarif:
- Pasal 31e UU PPh yaitu mendapatkan fasilitas tariff 50% dari tarif Pasal 17 UU PPh atas peredaran Bruto yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000
- Tarif 100% Pasal 17 UU PPh atas Peredaran Usaha yang melebihi Rp 4.800.000.000 tetapi di bawah Rp 50.000.000.000
- Untuk tahun 2021 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 tahun 2020, maka berlaku tarif PPh Badan sebesar 20% dan Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan maka mulai tahun 2022 tarif menjadi 22%
- Contoh : Jika Koperasi memiliki omzet pada tahun 2021 sebesar Rp 6.000.000.000 dan SHU pada tahun 2021 sebesar Rp 600.000.000, maka PPh nya adalah :
SHU yang mendapatkan fasilitas 50 % dari tariff 20% : 4.800.000.000/ 6.000.000.000 x Rp 600.000.000 = Rp 480.000.000
SHU yang terkena tariff PPh sebesar 20% Rp (600.000.000-480.000.000) = Rp 120.000.000
- Untuk Koperasi yang memiliki Peredaran Bruto melebihi nilai Rp 50.000.000.000 maka berlaku tarif pasal 17 UU PPh, untuk tahun 2021 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 tahun 2020, maka berlaku tarif PPh Badan sebesar 20% dan Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan maka mulai tahun 2022 tarif menjadi 22%
- Potongan dan Pemungutan PPh Pasal 21, pasal 23, dan Pasal 4 ayat 2
Koperasi juga memiliki kewajiban untuk melakukan Pemotongan atas Pembayaran biaya-biaya yang merupakan Objek PPh Pasal 21, Pasal 23, dan Pasal 4 ayat (2)
- PPh Pasal 21 dipotong dari Pembayaran gaji karyawan Koperasi atau pembayaran jasa kepada Pihak Ketiga Perseorangan.
- PPh Pasal 23 dipotong dari biaya atas sewa alat atau pembayaran jasa kepada Pihak Ketiga yang berbentuk Badan.
- PPh Pasal 4 ayat 2 dipotong atas :
- Pembayaran Sewa atas Tanah dan atau bangunan
- Pembayaran atas jasa konstruksi
- Pembayaran Bunga imbalan Atas Simpanan Anggota Koperasi
- PPh Pasal ayat 2 tidak dipotong atas SHU yang dibagikan kepada Anggota, sesuai dengan diberlakukannya UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja Kluster Perpajakan.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Kewajiban PPN timbul apabila Koperasi telah memiliki peredaran usaha melebihi Rp 4.800.000.000. Jika sudah melebihi nilai itu, maka Koperasi wajib mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selanjutnya akan timbul kewajiban Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap transaksi Penjualan atas Penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak. Beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan PPN adalah :
- Dalam penentuan nilai Rp 4.800.000.000 apakah termasuk penyerahan yang bukan Objek PPN seperti simpan pinjam, katering, warung kopi, atau hanya Penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak Saja. Kadang-kadang ini jadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak.
- Untuk barang-barang titipan seperti kue-kue basah atau nasi bungkus apakah dikenakan PPN atau tidak, ini juga kadang menjadi perdebatan.
- Pajak Pembangunan I (PPb 1/ Pajak Daerah)
Beberapa Koperasi memiliki usaha katering atau warung makan yang bukan objek PPN tetapi dikenakan Pajak Daerah yaitu Pajak Pembangunan I.
Peraturan Pajak Khusus untuk Koperasi
Dalam peraturan pemerintah No 15 Tahun 2009 tentang pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi pribadi, penghasilan dalam bentuk bunga simpanan merupakan imbalan berbentuk bunga simpanan yang didapatkan oleh anggota koperasi orang pribadi. Ketentuan besar tarif PPh yang dikenakan untuk penghasilan berupa bunga simpanan adalah sebagai berikut:
- Apabila penghasilan dalam bentuk bunga simpanan kurang dari Rp240.000,- per bulan, maka Wajib Pajak dikenai tarif sebesar 0%.
- Jika jumlah bruto bunga lebih dari Rp240.000,- maka tarif yang dikenakan untuk penghasilan berupa simpanan adalah sebesar 10%.
Peraturan ini dapat digunakan untuk mengurangi PPh Badan atas SHU, karena bunga simpanan bisa dikurangkan dari SHU menurut peraturan Perpajakan, sehingga SHU yang dikenakan Pajak bisa berkurang. Bisa dikatakan Peraturan ini merupakan Fasilitas Perpajakan yang diberikan untuk Koperasi.
Demikian sedikit pembahasan mengenai Aspek Perpajakan Koperasi yang ada. Banyak permasalahn yang akan timbul jika Koperasi tidak membuat perencanaan administrasi Perpajakan yang baik. Akibat yang akan timbul adalah pengenaan Pajak yang cukup besar atau juga berakibat timbulnya sanksi/ denda Perpajakan.
Oleh : Ripi Uripno Adji, Penulis adalah Praktisi Perpajakan dengan pengalaman 29 Tahun.