
PeluangNews, Jakarta – Buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah terkait kenaikan upah provinsi (UMP) untuk 2026.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap rumus penetapan upah minimum agar benar-benar dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Selain itu, buruh juga menuntut agar serikat pekerja dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan pengupahan.
Mirah menekankan pentingnya adanya program pengendalian harga untuk kebutuhan pokok dan layanan dasar agar kenaikan upah tidak tergerus oleh inflasi.
Tanpa adanya langkah-langkah perbaikan tersebut, dia berpendapat bahwa kebijakan pengupahan hanya akan menjadi angka di atas kertas yang dapat memperburuk ketimpangan dan konflik dalam hubungan industrial.
“Kami berharap kebijakan pengupahan ke depan mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan,” kata dia, menandaskan.
Tuntutan buruh ini muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan terhadap perhitungan kenaikan UMP 2026 yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Rumus yang digunakan, yaitu inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dikalikan dengan koefisien (alpha 0,5–0,9), dianggap tidak cukup untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup layak (KHL).
“Padahal, putusan Mahkamah Konstitusi secara jelas menyatakan bahwa upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan, bukan sekadar pendekatan teknokratis berbasis angka makro ekonomi,” ujar Mirah.
Dia juga menyoroti keterlambatan dalam penetapan kebijakan pengupahan yang seharusnya sudah ditentukan pada November 2025, tetapi baru diputuskan menjelang akhir Desember.
Menurut Mirah, durasi proses pembahasan seharusnya menghasilkan kebijakan yang lebih adil dan mendukung para pekerja. Namun, kenyataannya, kenaikan upah yang dihasilkan masih sangat minim dan jauh dari harapan buruh.
“Dalam kondisi harga pangan, transportasi, listrik, BBM, pendidikan, dan kesehatan yang terus meningkat, kenaikan upah minimum tanpa pengendalian biaya hidup akan menjadi sia-sia dan tidak berdampak nyata terhadap kesejahteraan pekerja,” ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa pemindahan penetapan UMP kepada pemerintah daerah dapat memicu gelombang kekecewaan dan aksi unjuk rasa di berbagai wilayah.
“Hal ini tentu tidak kondusif bagi stabilitas hubungan industrial dan iklim ketenagakerjaan nasional,” tutur Mirah.
Dengan demikian, penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi riil yang dihadapi oleh para pekerja.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi telah menandatangani peraturan pemerintah (PP) tentang pengupahan. Dalam peraturan ini terdapat formula untuk menghitung upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan PP Pengupahan ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada Selasa, 16 Desember 2025.
“Alhamdulillah, PP Pengupahan telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto pada hari ini, Selasa, 16 Desember 2025,” ungkap Yassierli dalam keterangan resminya pada malam hari yang sama.
Yassierli menambahkan bahwa proses penyusunan PP ini telah melalui kajian dan diskusi yang cukup mendalam, dan hasilnya telah dilaporkan kepada Presiden. Formula yang ditetapkan mencakup aspirasi dari pihak pengusaha serta serikat buruh.
“Akhirnya Bapak Presiden memutuskan formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5 – 0,9,” jelas Yassierli.
“Tentunya, kebijakan Bapak Presiden ini sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan putusan MK Nomor 168/2023,” tambahnya.
Penting untuk dicatat bahwa perhitungan kenaikan upah minimum akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah, yang kemudian akan memberikan rekomendasi kepada gubernur. []







