hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Asal Usul Ketupat Lebaran, Makna dan Filosofinya

Ilustrasi | ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.

PeluangNews, Jakarta – Umat Islam di Indonesia tengah bersiap menyambut Hari Raya IdulFitri atau Lebaran 1446 Hijriah/2025.

Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mulai dari merias rumah, menyiapkan makanan yang lezat-lezat untuk dihidangkan di hari raya.

Makanan kering seperti kue nastar, kacang goreng, hingga makanan basah atau berkuah kayak opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng kentang, rendang daging, dan ayam goreng.

Sayur opor ayam dan sayur lodeh merupakan padanan dari sajian Ketupat. Hidangan Ketupat merupakan makanan yang tidak pernah luput saat IdulFitri dan sudah menjadi semacam ikonik.

Makanan khas Lebaran itu terbuat dari bahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman janur atau daun kelapa. Bukan sekadar makanan, ketupat ternyata memiliki sejarah serta nilai historis yang menarik untuk diketahui.

Bahkan, ada tradisi Kupatan di beberapa kabupaten atau kota di Pulau Jawa, yang diselenggarakan sepekan setelah Lebaran. Tradisi Kupatan berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa yang berarti ketupat.

Pada beberapa daerah, tradisi Kupatan juga dikenal sebagai Syawalan. Sebab, umat Islam merayakannya usai menjalankan puasa sunah selama enam hari di bulan Syawal dalam kalender Hijriah.

Ma’sumatun Ni’mah dalam Tradisi Islam di Nusantara (2019) menuliskan, bahwa ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa, dimaknai sebagai kependekan dari ngaku lepat, yang bermakna mengaku bersalah.

Makna dan filosofi ketupat sebagai makanan khas Lebaran adalah bahwa umat Islam mengakui kesalahannya di hari yang fitri, serta saling memaafkan.

“Artinya, pada Hari Raya IdulFitri manusia harus berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada orang lain,” (Ni’mah, 2019: 12). Sementara itu, bungkus ketupat yang terbuat dari janur juga memiliki filosofi.

Menurut filosofi masyarakat Jawa, janur merupakan singkatan dari frasa sejatine nur, yang berarti cahaya sejati. Maknanya adalah simbol bahwa manusia berada dalam kondisi yang bersih dan suci kembali kepada fitrah, setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Selain itu, sebagian masyarakat Jawa juga mempercayai janur sebagai tolak bala, seperti dilansir dari laman NU Online.

Sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer, yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah SWT.

Sementara itu, kerumitan anyaman bungkus ketupat mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia.

Selanjutnya, warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian manusia setelah memohon ampunan selama bulan suci Ramadan.

Adapun beras yang digunakan sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah Hari Raya IdulFitri.

Asal usul ketupat diyakini berkaitan dengan Sunan Kalijaga, salah satu wali dari Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Menurut berbagai sumber, Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai media syiar Islam pada abad ke-15 hingga ke-16 di pesisir utara Jawa.

Sebab kala itu, ketupat merupakan simbol perayaan Hari Raya Islam pada masa pemerintahan Raden Patah dari Kerajaan Demak pada abad ke-15. Kemudian, Sunan Kalijaga memanfaatkan ketupat sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam di kalangan masyarakat pesisir utara Jawa.

Bungkus ketupat yang terbuat dari janur menunjukkan identitas masyarakat pesisir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa atau nyiur.

Sunan Kalijaga juga memasukkan pengaruh Hindu pada ajaran Islam, sehingga menjadi sebuah akulturasi. Tujuannya, untuk menarik hati masyarakat yang kala itu masih memeluk Hindu. Demikian sekilas sejarah asal usul ketupat di Indonesia. Tradisi ketupat Lebaran hanya ada Indonesia yang mesti dilestarikan. []

pasang iklan di sini