Oleh Untung Tri Basuki
Menteri Koperasi Ferry Juliantono baru-baru ini kepada pers mengatakan bakal mengubah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menjadi Koperasi Perkreditan. Alasannya untuk mendorong koperasi agar lebih produktif dan memberikan dampak nyata pada perekonomian nasional.
Mohon penjelasan apa dampak perubahan nama tersebut?
Devis Karmoy
Ketua Koperasi Pers Indonesia
Medan
Horas, Bung Devis di Medan terima kasih atas pertanyaannya. Dulu di Indonesia ada semacam pembedaan. Istilah kredit digunakan untuk usaha perbankan yang menghimpun dan menyalurkan dana secara luas kepada masyarakat. Sedangkan Istilah simpan pinjam digunakan untuk penyaluran dan penghimpunan dana yang dilakukan secara terbatas dari, oleh, dan untuk anggota sebagai implementasi dari koperasi yang bercirikan member based organization.
Pembedaan penggunaan istilah dan tercampaknya usaha simpan pinjam koperasi dari regulasi perbankan itu terjadi juga disebabkan pengaturan yang ada pada Pasal 16 UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 16 UU Perbankan itu meminta agar usaha semacam simpan pinjam diatur dengan UU tersendiri. Artinya UU Perbankan memang mencampakkan usaha simpan pinjam koperasi dari sistem perbankan nasional.
Oleh karena itu penggunaan istilah yang berbeda dan perbedaan ruang lingkup penghimpunan dan penyaluran dana yang terbatas (hanya dari dan untuk anggota) itu menyebabkan usaha simpan pinjam koperasi tercampak dari sistem perbankan secara nasional.
Sebetulnya perbedaan penggunaan istilah itu tidak terlalu bermasalah, jika pemerintah dan kebijakan/regulasinya berpihak kepada usaha simpan pinjam koperasi dan berniat untuk mewujudkan keadilan sosial untuk rakyat Indonesia.
Berbeda dengan yang berkembang di Amerika, Canada, Eropa, Jepang, Korea dan negara lain yang menggunakan istilah credit union (CU) dan regulasinya masuk dalam regulasi perbankan dan kedudukannya berada di bawah Bank Sentral.
CU atau Koperasi Kredit itu maju di negara-negara maju seperti di Amerika yang anggota CU nya mencapai lebih dari 140 juta orang, karena adanya regulasi yang berpihak kepada CU.
Regulasi perbankan di negara-negara maju itu memberikan berbagai fasilitas, termasuk dalam bidang perpajakan kepada CU karena CU dinilai berhasil menerapkan prinsip koperasi dan mampu memberdayakan anggotanya.
Pada negara maju seperti Amerika dan Canada ada semacam pembagian pangsa pasar antara perbankan dengan CU. Perbankan pada umumnya melayani usaha menengah dan besar. Sedang CU melayani masyarakat bawah yang tergolong usaha mikro dan kecil.
Pada daerah pinggiran atau pedesaan pada umumnya dilayani oleh CU. Hal itu sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia, dimana Bank BRI masuk sampai ke kampung-kampung dan mematikan usaha simpan pinjam koperasi. Lebih parah lagi, setelah ada program KUR yang hanya disalurkan melalui perbankan. Lengkaplah sudah upaya penghancuran simpan pinjam koperasi oleh pihak perbankan.
Kalau pemerintah benar-benar berniat melaksanakan demokrasi ekonomi dan berpihak kepada rakyat, seharusnya Dana KUR dibagi sama besar antara perbankan dan usaha simpan pinjam koperasi.[]