Alokasi dana stimulus pemerintah untuk penanganan wabah virus Corona lebih banyak dialokasikan untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp150 triliun atau 37%. UMKM diprioritaskan untuk dibantu.
Merebaknya virus corona (Covid-19) di Indonesia membuat banyak pihak cemas. Selain angka korban yang belum menunjukkan tren penurunan, krisis ekonomi pun mulai mengancam di depan mata.
Untuk mengatasi dampak negatif dari penyebaran virus yang belum ditemukan obatnya tersebut Pemerintah tidak berpangku tangan. Melalui Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yakni “Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019′ dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan,” Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp405,1 triliun yang disebut dana stimulus untuk penanganan Covid-19.
Penerbitan Perppu pada 31 Maret lalu itu menjadi penting sebagai antisipasi terlampauinya defisit APBN sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), seperti tercantum dalam UU tentang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003. Penanganan virus sudah hampir dipastikan bakal menguras kas negara sehingga defisit ikut membengkak.
Dana stimulus akan masuk dalam postur APBN-P 2020. Rencananya, dana itu akan dialokasikan ke berbagai sektor baik dalam aspek kesehatan maupun ekonomi. (lihat infografis).
Di bidang kesehatan, dana Rp75 triliun diperuntukkan bagi perlindungan tenaga kesehatan seperti pembelian alat pelindung diri (APD), pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer, dan lainnya sesuai standar Kementerian Kesehatan.
Selain itu, dialokasikan untuk insentif tenaga medis perbulan yaitu untuk dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum Rp10 juta, perawat Rp7,5 juta dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp5 juta. Selanjutnya, santunan kematian kepada keluarga tenaga medis sebesar Rp300 juta.
Untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) sebesar Rp110 triliun, diperuntukan program keluarga harapan (PKH) yang akan disalurkan pada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang bantuannya dinaikkan sebesar 25% dalam setahun.
Ada pula kartu sembako, dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima dengan manfaat sebesar Rp200 ribu selama 9 bulan, atau naik sebesar 33%. Adapun dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok sebesar Rp25 triliun.
Sementara untuk kartu prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Dana sebesar itu untuk mengcover sebanyak 5,6 juta pekerja informal termasuk UMKM. Manfaatnya mendapat insentif pasca pelatihan Rp600 ribu dengan biaya pelatihan sebesar Rp1 juta.
Program Kartu Prakerja ini dapat diakses melalui situs prakerja.go.id. Di dalamnya, ada delapan startup dan platform digital yang menjadi mitra, antaranya yaitu:Tokopedia, yang telah membuka sejumlah 15 kategori pelatihan, mulai dari bahasa, kecantikan, hingga bisnis. Ada 12 lembaga pelatihan yang sudah diseleksi Tokopedia, mulai dari Education First (EF), Binar Academy, sampai Tempo Institute.
Kemudian ada Ruangguru melalui Skill Academy, yang menyediakan ratusan kelas pelatihan secara daring dalam bentuk video belajar dengan berbagai topik seperti pengembangan diri, persiapan tes.
Ada pula Bukalapak, MauBelajarApa, dan Sekolah.mu dan Pintaria. Selain itu ada Pijar Mahir dari Telkom Indonesia, sebuah platform pembelajaran digital berfokus pada pelatihan bersertifikasi untuk pendidikan vokasi dan profesi.
Dalam perkembangannya, program kartu Prakerja ini banyak mendapatkan kritikan dari masyarakat karena berbagai konten yang disajikan juga hampir mirip dengan di channel-channel Youtube yang bisa diakses secara gratis.
Masih dalam kluster JPS, Pemerintah juga memberi insentif terkait biaya listrik dimana ada pembebasan selama 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA, dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi. Selain itu untuk tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) hingga 175 ribu.
Sementara untuk kluster insentif perpajakan dan KUR sebesar Rp70,1 triliun rinciannya yaitu untuk PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal sebesar 200 juta setahun ditanggung pemerintah seluruhnya. Selain itu ada pembebasan PPH impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib pajak KITE Industri kecil menengah.
Pemerintah juga akan mengurangi PPH 25 sebesar 30% untuk sektor tertentu KITE dan wajib Pajak KITE industri kecil menengah; restitusi PPN dipercepat untuk 19 sektor tertentu; dan penurunan tarif PPh badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi 20% mulai tahun 2022.
Sementara untuk insentif KUR, Pemerintah menjanjikan penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan. Ini dinilai akan meringankan beban pelaku usaha penerima KUR.
Alokasi Pemulihan Ekonomi Terbesar
Dari dana stimulus sebesar Rp405,1 triliun tersebut, alokasi untuk pemulihan ekonomi merupakan yang terbesar dengan proporsi mencapai 37% atau Rp150 triliun. Hingga kini, peruntukan maupun mekanisme penyalurannya masih dalam penggodokan.
Menkeu mengatakan, penyalurannya juga akan dilengkapi skema-skema tertentu agar diterima pelaku usaha dengan tepat sasaran saat banyak yang terimbas pandemi. Beberapa contoh skema penyaluran yang tengah dikaji antara lain penyertaan modal pemerintah (PMN) melalui BUMN. Nantinya perusahaan plat merah bisa menjadi eksekutor program restrukturisasi ini.
Selain itu, ada juga opsi penyaluran langsung kepada pelaku usaha serta opsi melibatkan lembaga keuangan, manager investasi sampai lembaga-lembaga lain yang ditunjuk pemerintah.
“Ini bisa dalam bentuk penempatan dana atau investasi pemerintah. Dukungan itu juga bisa dalam bentuk penjaminan yaitu skema penjaminan yang dijalankan langsung oleh pemerintah,” ucap Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi XI DPR RI, awal April lalu.
Pemerintah berkomitmen untuk mencegah PHK maupun memastikan pelaku usaha bisa bertahan di masa sulit ini. Sama halnya dengan alokasi anggaran ini bagi UMKM, ia memastikan ada kriteria serupa agar penyalurannya tepat sasaran.
“Kita juga memberi dukungan likuditas bagi perbankan agar tidak mengalami tekanan likuiditas dalam rangka memberikan relaksasi bagi dunia usaha,” ucap Sri Mulyani.
Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febio Kacaribu mengatakan, meski kepastian mengenai skema pencairan anggaran sebesar Rp 150 triliun masih dalam proses pembahasan, namun nantinya bakal diperuntukkan bagi sektor UMKM. “Skema pemberian bantuan yang sebesar Rp 150 triliun ini masih digodok. Tapi indikasinya ini untuk relaksasi dan stimulus UMKM,” ujar Kepala BKF dalam video conference, beberapa waktu lalu.
Selain untuk UMKM, alokasi stimulus pemulihan ekonomi rencananya juga bakal diberikan kepada kelas menengah yang rentan miskin. Bantuan yang diberikan khususnya bakal disalurkan untuk pekerja sektor informal yang belum mendapat bantuan sosial dari pemerintah baik berupa PKH maupun kartu sembako.
Covid-19 memang tidak hanya memukul perekonomian
masyarakat ekonomi lemah. Namun juga berpotensi meningkatkan jumlah orang
miskin baru yang berasal dari kelompok kelas menengah.
Pemerintah mengklaim, anggaran
stimulus tersebut sudah melalui penghitungan terkait kebutuhan dan kemampuan
anggaran negara. Untuk memuluskan stimulus tersebut, Pemerintah telah menyusun
APBN-P 2020 terbaru di tengah wabah Covid-19.
Direncanakan pembiayaan utang tahun ini membengkak menjadi Rp852,9 triliun, meningkat Rp545,7 triliun dibanding sebelumnya sebesar Rp307,2 triliun. Dengan demikian, tercatat defisit APBN akan mencapai 5,07% dari PDB. Inilah gunanya Perppu Nomor 1 2020 yang diterbitkan agar defisit tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan.
Meski defisit terlihat besar, namun jika dicermati dalam dokumen APBN-P 2020, itu tidak lepas dari perubahan di sektor penerimaan. Awalnya penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp2.233,2 triliun, yang kemudian diubah menjadi sebesar Rp1.760,9 triliun. Artinya, gara-gara Covid-19, Pemerintah memprediksi penerimaannya akan berkurang sebesar Rp472,3 triliun.Sementara untuk pos Belanja Negara dinaikan Rp73,4 triliun, dari semula sebesar Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,8 triliun. Penambahan senilai Rp73,4 triliun inilah yang menjadi penambahan dana penanganan Covid-19 secara net dalam APBN-P 2020. Selebihnya diperoleh melalui pengurangan belanja untuk Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Untuk mencapai target anggaran tersebut, Pemerintah menargetkan penerbitan SBN [Surat Berharga Negara] yang lebih tinggi tahun ini, naik Rp160,2 triliun dari target APBN. Sehingga total penerbitan SBN mencapai Rp549,6 triliun. Selain itu, dari penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp5,7 triliun dan pinjaman dalam negeri senilai Rp1,3 triliun. Terakhir adalah menerbitkan surat utang baru atau Pandemic Bond senilai Rp449,9 triliun, atau utang terbesar sepanjang sejarah Indonesia.