hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Airlangga: RI Berpacu Waktu Jadi Anggota OECD Agar Tak Didahului Thailand dan Brasil

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto | Dok. Ist

Peluang News, Jakarta – Indonesia tengah berpacu dengan waktu untuk bisa menjadi anggota dari Organization for Economic Co-Operation dan Development (OECD).

“RI berupaya agar tak didahului oleh Thailand maupun Brasil,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada acara Lokakarya dan Sosialisasi Konvensi Anti Penyuapan OECD, Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Pemerintah RI, lanjut Airlangga, saat ini telah mendorong upaya aksesi untuk keanggotaan OECD.

“Negara Thailand sudah ikut menyusul upaya aksesi Indonesia mendapatkan keanggotaan OECD,” katanya.

Sebagaimana catatan, Indonesia bisa menjadi negara pertama Asean yang masuk ke OECD.

“Dengan Indonesia mendaftar di OECD, Thailand menyusul di belakang kita. Karena itu, jangan sampai kita disusul Thailand,” ujar Airlangga, seraya berharap.

Selain itu, dia mengungkapkan bahwa Indonesa turut ‘bersaing’ dengan sesama anggota BRICS yakni Brasil.

Negara yang juga sama-sama anggota G-20 itu sudah menjalani proses aksesi lebih dari empat tahun.

“Nah, kalau bisa kita menyalip Brasil, itu merupakan salah satu target yang tentunya didukung oleh pemerintah Jepang,” ujar dia.

Menurut Menko Airlangga, salah satu prasyarat pada Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD untuk Indonesia yang diterima Maret 2024 adalah perlunya penerapan Konvensi Anti Penyuapan OECD atau OECD Anti Bribery Convention.

Upaya itu, tambahnya, dilakukan dengan menggelar lokakarya dan sosialisasi yang diselenggarakan KPK atas dukungan pemerintah Jepang, selama 10-14 Februari 2025.

Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan lokakarya tersebut penting untuk meningkatkan pemahaman mengenai urgensi konvensi anti-penyuapan.

Khususnya, kata Setyo, mengenai manfaatnya bagi Indonesia, bagaimana kriteria dan prosedur aksesinya, serta apa saja pengalaman dan pelajaran yang dapat dipelajari dari negara yang telah menjalani proses aksesi ini sebelum Indonesia.

“Ruh dari konvensi ini adalah agar pelaku bisnis internasional dapat berkompetisi secara adil dalam transaksi bisnis di suatu negara,” tuturnya.

Setyo menambahkan, praktik suap dapat memberikan keuntungan tidak sah bagi pelaku bisnis dengan memperoleh kemudahan dari pejabat publik asing dalam membuka atau menjalankan usaha di negara tersebut,.

“Konsep mengenai penyuapan pejabat publik asing atau sering disebut dengan foreign bribery, saat ini masih belum terlalu dikenal di Indonesia,” kata dia, menambahkan.

Setyo mengakui Indonesia belum memiliki instrumen hukum yang dapat memidanakan subjek hukum dalam negeri yang melakukan penyuapan pejabat publik negara asing. Dalam peta aksesi Indonesia setidaknya terdapat 272 instrumen, dengan enam instrumen di antaranya memuat persoalan antikorupsi, termasuk menyoal Konvensi Anti Penyuapan OECD.

Konvensi Anti-Penyuapan OECD ini, ketua KPK itu menambahkan, mencakup 17 pasal yang mengatur berbagai aspek pemberantasan penyuapan, mulai dari kriminalisasi tindakan suap, pemidanaan korporasi, kerja sama internasional, hingga pemberian sanksi yang tegas. []

pasang iklan di sini