hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

5 Tren Perubahan di Bisnis Resto & Café

Isu kesehatan dan bahan makanan yang lebih ramah lingkungan menjadi salah satu perhatian dari konsumen di era paskapandemi.  Tata ruang dan bentuk kemasan juga perlu diperhatikan oleh para pebisnis resto & café.

Pandemi Covid-19 yang semakin terkendali seiring dengan cakupan vaksinasi yang meluas merupakan sinyal positif bagi dunia usaha, termasuk bisnis resto & café. Bisnis sejuta umat ini diyakini bakal pulih lebih cepat dibanding sektor lainnya karena merupakan salah satu kebutuhan primer selain sandang dan perumahan.

Ada beberapa pergeseran besar yang diprediksi bakal terjadi di bisnis resto & café paskapandemi yang wajib dicermati pelaku usaha di sektor tersebut. Pertama, kembalinya kebiasaan makan di tempat (dine-in).  Riset Inventure-Alvara menyebut bahwa 79,2% responden ingin kembali makan di tempat di resto & café favorit mereka. Antusiasme yang tinggi itu diiringi dengan persyaratan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat.

Sejalan dengan peningkatan layanan makan di tempat, layanan pesan antar (delivery food) juga masih tetap diminati oleh masyarakat. Ini berarti pelaku usaha resto & café mesti menyediakan fasilitas untuk memenuhi kedua jenis layanan makanan tersebut. Kini sudah banyak pebisnis F&B yang menggunakan omnichannel untuk menggenjot omzet usahanya. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut setelah pandemi usai.

Pebisnis resto & café juga perlu memerhatikan kemasan barang jika produknya ingin tetap laku. Pasalnya, berdasarkan perbincangan di media sosial, konsumen tertarik dengan unboxing experience yang merupakan faktor kedua pergeseran besar di binsis resto & café.  Berdasarkan survey Supernova Digipack, selama pandemi tren kemasan yang popular adalah yang higienis, reusable, dan dapat didaur ulang.

Tren unboxing experience diprediksi masih akan berlanjut paskapandemi. Apalagi kini mulai tumbuh kesadaran pentingnya mengurangi penggunaan bahan dari plastik. Oleh karena itu, pengelola bisnis perlu menghadirkan kemasan yang menarik dan tetap ramah lingkungan.

Pergeseran ketiga yang juga perlu diperhatikan pelaku usaha adalah kian tingginya minat masyarakat untuk memiliki resto & café dengan konsep outdoor. Ini dibuktikan dari hasil riset yang menyebut sebanyak 89,1% responden lebih memilih resto & café dengan desain outdoor. Alasannya sederhana, karena sirkulasi udara yang lebih sehat dan ruangan yang lebih luas.

Meski konsep resto outdoor lebih diminati, namun perlu juga diperhatikan tantangannya seperti hujan. Oleh karenanya, beberapa pebisnis resto & café lebih memilih konsep semi outdoor daripada harus full outdoor.  Ada resto yang komposisinya 70% indoor dan 30% outdoor, ada yang 60% indoor dan 40% outdoor,  dengan tujuan agar semua pengunjung dapat terlayani dengan nyaman di semua musim.

Plant based food atau makanan pengganti daging yang menggunakan bahan dari tumbuh-tumbuhan sebagai menu utamanya akan semakin popular. Ini merupakan tren keempat yang perlu diperhatikan oleh pebisnis resto.

Beberapa pelaku usaha F&B besar seperti Starbuck, Dominos, dan Burger King sudah mulai menyisipkan menu ini di jaringan resto mereka. Ambil contoh Starbuck yang sudah mulai menyajikan menu plant based mulai dari menu plant based joe, BBQ plant based meatballs sandwich sampai mengganti campuran susu pada kopi dengan susu almond. 

Menu plant based food terutama ditujukan bagi kalangan Gen Z dan Milenial yang sadar terhadap isu lingkungan dimana konsumsi daging kurang ramah terhadap kelestarian alam.   Selain itu, makanan dari tumbuhan dinilai lebih sehat.

Tren kelima yang diprediksi akan booming paskapandemi adalah konsep all you can eat (AYCE). Awalnya konsep AYCE ini hanya dilaksanakan oleh pelaku usaha resto besar seperti Hanamasa, Kintan, dan Shaburi. Namun kini sudah mulai banyak resto yang menjalankan konsep AYCE dengan harga yang lebih ramah di kantong konsumen.

Saat ekonomi belum pulih seperti sebelum pandemi, konsumen akan lebih memilih resto dengan konsep AYCE yang menawarkan harga yang lebih terjangkau daripada di resto-resto branded. Resto jenis ini cocok untuk acara makan keluarga atau kumpulan grup. 

Selain soal harga, konsumen di era paskapandemi diprediksi akan lebih memiliki resto & café yang menyajikan makanan sehat (healthy food) yang bebas gluten. Riset Inventure -Alvara menyatakan bahwa 72,2% responden lebih memilih makanan yang sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Mereka lebih memilih konsumsi sayuran dan buah daripada daging, karena dinilai lebih sehat.

Sementara survey Herbalife Nutrition menyebutkan bahwa 59% responden mengaku telah mengubah kebiasaan dari lebih banyak mengonsumsi daging menjadi lebih sering makan sayur dan buah-buahan. Dari dua survei tersebut dengan hasilnya yang mirip menunjukkan bahwa resto yang menyajikan menu makanan sehat berpotensi laris manis.      

Kebangkitan bisnis resto & café akan berdampak besar terhadap perekonomian nasional. Sebab, selama ini  kuliner merupakan subsektor penyumbang terbesar dari Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif. Ambil contoh pada 2020 lalu dimana menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) subsektor kuliner menyumbang sebesar  Rp455,44 triliun atau sekitar 41% dari total PDB ekonomi kreatif senilai Rp1.134 triliun.

Kuliner juga menjadi subsektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja. Kuliner menyerap 9,5 juta tenaga kerja dan dampak besar di sektor kuliner ini terasa di segala bidang dalam perekonomian Indonesia.

Oleh karena besarnya kontribusi bisnis kuliner termasuk resto & café dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, para pebisnis perlu mencermati pergeseran pola perilaku maupun minat konsumen. (Kur).

pasang iklan di sini