Kemampuan dalam membaca arah perubahan dan adaptasi model bisnis yang lincah dan adaptif menjadi kunci utama eksistensi bisnis ritel pada masa mendatang. Yuk, kenali perubahan yang sedang dan bakal terjadi.
Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah industri ritel dimana banyak pelaku usaha ritel modern yang menggunakan ruang besar seperti Giant, Hypermart dan lain-lain menutup sebagian gerainya. Ini tidak lepas dari pembatasan aktivitas sehingga kunjungan ke gerai berkurang drastis.
Riset Inventure-Alvara memotret 10 pergesaran besar (Megashift) yang terjadi di industri ritel pascapandemi. Berikut pergeseran yang sedang dan akan terjadi di industri ritel setelah pandemi usai:
- Proximity Matters
Kedekatan jarak toko dengan tempat tinggal merupakan prioritas utama konsumen dalam memilih tempat berbelanja. Hasil riset menyebutkan bahwa sebanyak 86,4% responden memilih berbelanja di toko terdekat meski produknya kurang lengkap dibanding gerai ritel modern yang besar seperti Transmart, Hypermart dan lainnya. Hal ini merupakan berkah bagi toko ritel seperti Indomart, Alfamart, dan lainnya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal konsumen.
Kecenderungan untuk berbelanja di toko terdekat baik selama pandemi berdampak terhadap kinerja ritel yang menggunakan ruang lebih kecil. Ambil contoh kinerja PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) dimana pada sembilan bulan pertama 2021, labanya meningkat sebesar 73,4 % menjadi Rp1,13 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Pendapatan emiten dengan kode AMRT ini juga meningkat 12,1 % dari Rp56,4 triliun menjadi Rp63 triliun per September 2021.
- Kembali Belanja Offline
Meski tren belanja online meningkat selama pandemi, namun ada yang menarik dari hasil riset Inventure dan Alvara. Sebanyak 51% responden ingin kembali belanja secara offline. Bahkan untuk produk-produk segar dan mudah kadaluarsa seperti buah dan sayuran keinginan konsumen untuk belanja di toko offline sangat besar mencapai 89%.
Alasan utamanya adalah pengalaman yang tidak tergantikan ketika berbelanja langsung. Ini merupakan kabar baik bagi pemain ritel yang ingin ekspansi dengan mendirikan toko yang lebih dekat dengan tempat tinggal konsumen. Konsep “became smaller & closer” akan semakin banyak diterapkan oleh pelaku usaha ritel untuk mempertahankan eksistensinya dan sekaligus mendongkrak penjualan.
- Private Label
Riset menemukan fakta bahwa sebanyak 88% responden memilih membeli produk dengan private label seperti Alfamart, Indomart, Transmart dan lainnya. Selama pandemi, penjualan produk private label terbukti meningkat sehingga dinilai memiliki daya tahan yang lebih stabil. Bahkan, dalam kondisi ekonomi yang pulih produk-produk private label akan tetap diminati. Meski riset tersebut tidak mengungkapkan alasan responden memilih private label, namun di lapangan produk private label ini rata-rata harganya lebih murah dibanding non private label. Dengan harga yang lebih murah namun kualitas tidak berbeda jauh boleh jadi konsumen nyaman dengan produk private label ini.
- Format Ulang Mal
Meski kunjungan ke mal berkurang selama pandemi, namun masyarakat akan tetap ke mal ketika pandemi telah usai. Namun demikian, ada perubahan pola konsumen dalam berkunjung ke mal. Hasil riset membuktikan bahwa sebanyak 63,7% responden menyatakan bahwa mereka tetap ingin melakukan makan di tempat saat berkunjung ke mal. Oleh karenanya, mal harus mendesain ulang ruangan agar tidak hanya sekadar tempat berbelanja tetapi juga tempat yang memberikan pengalaman bagi pengunjung.
- Placemaking The New Wave of Retail Innovation
Setelah pandemi berakhir, nantinya wajah mal akan berubah. Tenant yang banyak, mal yang ramai dan mal sebagai tempat belanja bukan lagi menjadi value proposition utama. Mal ke depan lebih ditunjukkan sebagai wadah entertaining saja.
Tempat-tempat seperti M Bloc Space yang mengusung tema ruang kreatif terbuka untuk milenial akan semakin dipertimbangkan. Apalagi M Bloc merupakan batu loncatan menuju kejayaan brand lokal dan ikut memberdayakan produk UMKM.
- Omnichannel Tidak Selalu Jadi Pilihan Terbaik
Selama pandemi, banyak pelaku usaha ritel modern terutama yang skala besar menggunakan strategi omnichannel untuk menjaga angka penjualan. Strategi omnichannel merupakan integrasi channel online dengan channel offline tanpa sekat. Artinya, ketika ada barang yang terjual secara online maka stok barang di toko offline harus tersedia. Namun demikian, pada praktiknya omnichannel tidak selalu berjalan mulus.
- Kekuatan Reseller
Pandemi Covid-19 telag mengubah pola belanja konsumen dari belanja di toko offline menjadi belanja online. Sehingga tidak heran transaksi e-commerce meningkat pesat selama masa pandemi. Data Bank Indonesia menyebut total nilai transaksi e-commerce pada 2021 mencapai Rp401 triliun, tumbuh 50,8% dari 2020 senilai Rp 266 triliun.
BI juga optimis pada tahun ini total nilai transaksi e-commerce akan kembali meningkat menjadi sekitar Rp530 triliun. Hal ini disebabkan faktor pengembangan penggunaan QRIS, industri sistem pembayaran yang makin berinovasi, serta akseptasi dan preferensi masyarakat yang terus meningkat dalam melakukan aktivitas ekonomi secara digital.
Pasar perdagangan online yang semankin meningkat membuka peluang bagi tumbuhnya reseller. Apalagi mengacu riset Inventure-Alvara, 36,6% responden lebih menyukai belanja di reseller di marketplace. Hal ini karena belanja di reseller dinilai lebih murah, variasi produk yang lebih banyak, dan ongkos kirim yang lebih murah serta pengiriman barang lebih cepat.
Selepas pandemi reseller diperkirakan akan tetap marak dan mendapatkan atensi utama dari konsumen yang menyukai belanja online.
- Official Store Strikes Back
Akibat pandemi yang telah menurunkan mobilitas orang berkunjung ke mal atau toko secara fisik, banyak brand-brand besar membuka official store di berbagai marketplace. Survei Inventure-Alvara mengungkapkan sebanyak 33,5% konsumen berbelanja di official store ketika belanja online.
Selepas pandemi pun, official store akan tetap menjadi pilihan bagi brand-brand besar untuk memasarkan produknya. Dengan daya jangkau official store yang lebih luas daripada menjajakan produk di mal maka potensi peningkatan penjualan akan lebih besar.
- Lahirnya Ritel Model Baru
Pandemi telah mempercepat lahirnya ritel model baru yang mengusung konsep penggabungan antara layanan online ke offline. Contohnya adalah gerai ritel mitra Tokopedia, Warung Pintar, Wahyoo, dan GrabKios.
- Toko Kelontong Lebih Modern
Persaingan pabrikan rokok dalam menggandeng toko kelontong dalam program retaill-partnership akan tetap berlangsung. Seperti diketahui, saat ini Sampoerna punya Sampoerna Retail Community (SRC), Djarum ada Djarum Retail Partnership (DRP) dan Gudang Garam dengan Gudang Garam Strategic Partnership (GGSC).
Pergeseran besar di industri ritel pascapandemi memberikan potensi untuk bertumbuh bagi pelaku bisnis yang mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Namun bagi pelaku usaha yang enggan mengubah model bisnisnya, siap-siap saja untuk terlindas arus perubahan. (Kur).