Hukum  

Yusril: Sikap Prabowo Menolak Hukuman Mati Koruptor sebagai Sosok Negarawan

Yusril Ihza Mahendra/Dok. Ist

PeluangNews, Jakarta – Isu terkait sanksi hukuman mati bagi koruptor kembali muncul, di tengah masih terjadinya pro dan kontra di masyarakat.

Isu tersebut muncul dari Presiden Prabowo Subianto saat pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi (pemred) baru-baru ini.

Salah seorang pemred menanyakan hukuman mati bagi koruptor lantaran masih maraknya perilaku korupsi di Indonesia. Misal, kasus korupsi di Pertamina sempat menghebohkan masyarakat dengan kerugian negara diduga hingga Rp 968,5 triliun.

Lantaran masih maraknya korupsi, masyarakat yang pro hukuman mati berpandangan hukuman mati merupakan solusi agar Indonesia bebas dari perilaku tersebut. Hukuman mati dinilai mereka dapat menimbulkan efektif jera.

Agar hukuman mati dapat dilaksanakan di Indonesia, UU Tipikor sempat beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dan ditolak.

Sedangkan yang kontra hukuman mati seperti Komnas HAM dan LSM Kontras berpandangan sanksi hukuman melanggar hak asasi manusia (HAM). Hal ini sejalan dengan sikap Presiden Prabowo Subianto yang menolak hukuman mati.

Menurut Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, sikap Presiden Prabowo yang tidak ingin menghukum mati bagi koruptor mencerminkan sosok negarawan.

Dalam setiap kebijakannya, lanjut Yusril, Prabowo selalu menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan.

“Jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut, walaupun hakim sudah menyatakan 99,9% orang itu terbukti bersalah,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

Meskipun hakim telah menyatakan 99,9% koruptor bersalah, kata dia, namun masih ada 0,1% kemungkinan tidak bersalah. Artinya, koruptor masih memiliki kesempatan untuk bertobat.

“Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan dari pada sisi lainnya,” imbuhnya.

Sekadar informasi, Yusril juga mengungkap bahwa dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan ada kans menghukum mati koruptor dalam keadaan tertentu.

Misalnya, saat terjadi perang, krisis ekonomi hingga bencana nasional. Namun, hingga saat ini RI tidak pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor.

“Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” ujar dia.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan tidak ingin menghukum mati dalam wawancara eksklusif bersama enam pemimpin redaksi media nasional di Hambalang, Bogor.

Presiden mengatakan ada pilihan lain untuk memberikan efek jera terhadap koruptor. Misalnya, melalui mekanisme memiskinkan koruptor.

Namun, mekanisme tersebut tidak serta merta bisa diterapkan terhadap aset yang telah dimiliki oleh keluarga pada periode sebelum korupsi terjadi.

“Saya pada prinsipnya juga, kalau bisa kita cari efek jera yang tegas, tapi mungkin tidak sampai hukuman mati,” kata Prabowo, menandaskan. []

Exit mobile version