octa vaganza

Wirausahawan Milenial, Entrerneur dan Sociopreneur

Istilah generasi milenial melekat kepada mereka yang lahir sejak 1980 hingga 2000-an. Generasi ini menjadi isu nasional baik secara politik, maupun ekonomi karena punya karakter seperti paham dan melekat pada teknologi.  Di Indonesia mereka dikaitkan dengan bonus demografi, di tangan mereka masa depan Indonesia.

Generasi ini terjun ke dunia usaha menjual karakter yang unik, serta apa yang disebut Presiden Joko Widodo menjual brand.  Kerap bisnis mereka tidak sekadar jualan, tetapi juga punya visi,misi dan filosofi. Tidak hanya entrepreneur, tetapi juga sosiopreneur. Mereka memasarkan produk dengan memanfaatkan teknologi daring (online). Peluang mengupas beberapa dari mereka.

Dainty Ratnasari

Bisnis Boneka, Lestarikan Beruang Madu

Bisnis itu punya filosofi, bukan hanya mencari uang  Demikian kata Dainty Ratnasari, ketika memutuskan untuk menekuni bisnis pembuatan boneka beruang sejak 2013.

Perempuan kelahiran Bandung, 18 Februari 1990 ini  memutuskan mundur dari pekerjaannya sebagai karyawan bank dan bermodal uang gajinya terakhir Rp5 juta untuk terjun ke dunia bisnis dengan brand drBear. Menurut dia artinya bisa dokter beruang, tetapi juga bisa inisial namanya Dainty Ratnasari.

“Inspirasinya memang dari beruang Teddy dari Amerika Serikat, tetapi saya menyesuaikan karakternya dengan beruang madu Indonesia,  berwarna coklat, coklat muda, tua, dan hitam, mempunyai mulut  moncong seperti beruang madu aslinya tapi dibuat lebih lucu dan ramah,”  ujar alumni Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Padjadjaran ini, seraya mengatakan merancang sendiri boneka beruangnya di rumahnya di kawasan Buahbatu, Bandung.

Lewat penjualan boneka ini Dainty memberi pesan: beruang itu harus dijaga, dirawat dan dipelihara oleh pembelinya.  Bisnis ini sekaligus gerakan kampanye agar beruang Sumatera dilestarikan agar tidak punah dan tidak dijadikan buruan. “Kami tidak sekadar menjual boneka beruang, tetapi juga pesan di dalamnya,” imbuh Dainty.

Boneka ini dijual dengan berbagai ukuran, mulai ukuran 13 cm untuk gantungan kunci hingga ukuran 155 cm dengan berat 10 kilogram dengan harga Rp15 ribu hingga jutaan rupiah tergantung kerumitan pembuatannya.  Para pembelinya datang dari kalangan beragam, seperti mahasiswa untuk wisuda, suvenir pernikahan, hingga perusahaan dan suvenir suatu acara seminar.

Untuk segmen yang terakhir ini, Dainty juga mengembangkan bisnisnya dengan memproduksi Dainty Doll  dibuat dan dirancang  atas permintaan.  Produksi per bulan untuk boneka beruang mencapai 50 hingga 200 per buah, sementara untuk Dainty Doll 300 hingga 500 buah.

Berdit Zanzabela

Bisnis Hijab, Lestarikan Batik Trenggalek

 

Suatu hari dalam 2015, Berdit Zanzabela tersentuh melihat dan mendengar keluhan para perajin batik di kampung halamannya di Trenggalek.  Produk batik tulis buatan mereka tidak dilirik oleh masyarakatnya sendiri, karena daya beli rendah. Warga Trenggalek hanya mampu membeli batik cetak yang lebih murah.

Ketika kembali ke Surabaya tempat dia tinggal, perempuan kelahiran 2 Mei 1994 memutuskan untuk mengangkat pamor batik Trenggalek ke level lebih tinggi. Caranya dengan memproduksi busana muslimah dengan corak batik Trenggalek pada 2015.

“Kebetulan saya memang sudah berbisnis berjualan baju secara online pada 2012. Saya menyisihkan keuntungan  untuk membuat produksi hijab dengan brand AlabelaID. Awalnya saya sering rugi, tetapi saya selalu ingat nasib pilu perajin batik kurangnya apresiasi masyarakat terhadap batik,” ujar mahasiswa Jurusan Media dan Komunikasi, Universitas Airlangga ini.

Peminat batik karya Runner Up Putri Auleea 2017 ini adalah para fashionita, memakai hijab yang tidak biasa. Di antara pelanggannya  adalah orang Indonesia yang bekerja di Hongkong dan Singapura, yang mengetahui keberadaan hijab batik dan lurik ini.

“Untuk ready stock kita hanya punya stok rata-rata 20-30 hijab saja. Tapi kebanyakan pelanggan lebih suka PO karena bisa memilih warna, batik dan lurik (berdasar stock yang tersedia) dan model hijabnya. Jadi mereka bisa menyesuaikan dengan kesukaan dan pakaian untuk mix and matchnya. Harga hijab batik saya berkisar Rp75 ribu hingga Rp165 ribu,” ujar Berdit.

Misi hijab batik ini sekaligus edukasi ke masyarakat, bahwa batik sebagai produk budaya asli Indonesia, cirinya bukan terletak pada motif. Tetapi proses pembuatannya yang melalui lilin dan canting. Berdit memproduksi hijab batik secara handmade dan merancang sendiri. Ke depannya  Berdit ingin melibatkan penyadang disabilitas di Trenggalek untuk  membatik.  (Irvan Sjafari)

Exit mobile version