
PeluangNews, Yogyakarta – Penguatan pendidikan vokasi kembali menjadi perhatian utama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai strategi untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) industri nasional. Melalui berbagai program pengembangan talenta, kementerian menegaskan komitmennya membangun ekosistem vokasi yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendorong penting dalam memperkuat daya saing Indonesia di rantai pasok global. Ia menegaskan, kampus-kampus vokasi harus menghasilkan tenaga terampil yang siap berkontribusi pada industri modern.
“Pemerintah menempatkan pendidikan vokasi sebagai pilar strategis dalam mewujudkan industrialisasi yang inklusif, adaptif, dan berbasis inovasi. Kampus vokasi harus melahirkan talenta yang kompeten, siap kerja, dan mampu mengembangkan nilai tambah industri,” ujar Agus dalam keterangannya, Selasa (9/12).
Agus juga mengingatkan bahwa dinamika global, percepatan teknologi, dan kebutuhan industri terhadap kemampuan teknis tertentu menjadikan peran vokasi semakin vital. “Pendidikan vokasi tidak hanya menyiapkan tenaga kerja, tetapi juga motor penggerak inovasi, kewirausahaan, dan keberlanjutan industri nasional,” tambahnya.
Kunjungan kerja yang dilakukan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Doddy Rahadi ke Politeknik ATK Yogyakarta mempertegas arah penguatan tersebut. Menurutnya, Politeknik ATK memegang peran strategis sebagai satu-satunya lembaga pendidikan teknologi kulit dan alas kaki di Asia Tenggara.
“Politeknik ATK Yogyakarta harus menjadi center of excellence, dan juga menjadi rujukan industri dalam proses penyamakan kulit, desain alas kaki dan produk kulit, hingga desain produk turunan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa kurikulum inovatif dan berbasis teknologi menjadi kunci agar lulusan dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi.
“Lulusan tidak hanya siap bekerja, tetapi mampu menciptakan produk bernilai ekonomi tinggi. Kulit mentah bisa murah, tetapi ketika diproses menjadi produk berkualitas, nilainya bisa miliaran rupiah. Ini soal kemampuan menciptakan nilai tambah,” tegas Doddy.
Ia juga menyoroti perlunya pemanfaatan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, dalam proses pembelajaran vokasi. “Vokasi itu backbone industri. Lulusannya harus berkualitas dan dirasakan industri. Kita harus terus belajar, memanfaatkan teknologi, termasuk AI, untuk meningkatkan keunggulan nasional,” imbuhnya.
BPSDMI saat ini mengelola berbagai lembaga pendidikan vokasi, mulai dari 11 politeknik, 2 akademi komunitas, 7 balai diklat industri, hingga 9 SMK, yang berfungsi sebagai penghasil SDM industri kompeten melalui pelatihan, pendidikan, sertifikasi, dan pemagangan.
Direktur Politeknik ATK Yogyakarta Sonny Taufan menegaskan komitmennya membawa kampus tersebut menjadi lembaga vokasi unggulan di tingkat global pada 2030. Fokus utama diarahkan pada sektor kulit, produk kulit, alas kaki, karet, dan plastik melalui pengembangan kurikulum yang relevan dan fasilitas pembelajaran berstandar industri.
“Kami fokus mencetak tenaga ahli yang siap kerja, adaptif terhadap teknologi, dan mampu menjadi motor penggerak industri hilir. Arah pembangunan pendidikan vokasi kami sejalan dengan kebijakan Kemenperin dalam memperkuat daya saing industri nasional,” tutur Sonny.
Politeknik ATK Yogyakarta menerapkan sistem pembelajaran dual system, yakni empat semester kuliah di kampus dan dua semester pemagangan di industri melalui skema MBKM. Model ini memungkinkan mahasiswa berinteraksi langsung dengan proses produksi dan teknologi terbaru.
“Industri menginginkan tenaga kerja yang siap operasional dan memiliki mindset teknologis. Skema ini menjawab kebutuhan tersebut,” ujar Sonny.
Penguatan fasilitas kampus juga terus dilakukan. Politeknik ATK menyediakan laboratorium kimia, mikrobiologi, polimer, pengujian fisis, desain, pengolahan limbah, hingga showcase Industri 4.0. Kampus ini juga mengembangkan Satelit PIDI 4.0 yang mendukung pelatihan pemanfaatan AI untuk pemeriksaan kualitas kulit bagi mahasiswa dan pelaku IKM.
“Transformasi digital tidak bisa ditunda. Kami membawa teknologi 4.0 langsung ke bengkel kerja, agar mahasiswa dan IKM memiliki kemampuan praktik terkini,” jelas Sonny.
Kampus juga mengembangkan ekosistem kewirausahaan melalui teaching factory dan inkubasi bisnis yang telah menghasilkan startup di bidang sepatu, produk kulit, serta material plastik daur ulang.
Serapan lulusan Politeknik ATK hingga akhir November 2025 mencapai 80,92 persen. Menurut Sonny, angka ini menunjukkan kepercayaan industri terhadap kualitas pendidikan vokasi di kampus tersebut.
Peningkatan jumlah mahasiswa baru juga cukup signifikan, dari 149 pada 2024 menjadi 265 pada 2025, termasuk 40 mahasiswa dari kelas industri berbasis beasiswa. Di saat yang sama, kerja sama internasional terus diperluas, termasuk program magang ke Tiongkok serta kolaborasi dengan pemerintah daerah dan asosiasi industri.
Dalam bidang riset, Politeknik ATK berfokus pada inovasi penyamakan ramah lingkungan dan pengembangan material sole berkelanjutan. “Riset kami diarahkan untuk mendukung industri yang hijau, efisien, dan berorientasi masa depan,” tambah Sonny.
Selain upaya akademik, Politeknik ATK Yogyakarta juga terlibat dalam program sosial. Kampus ini ditunjuk sebagai desainer sepatu untuk program Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial, guna mendukung akses pendidikan bagi keluarga rentan melalui penyediaan perlengkapan sekolah yang terjangkau.
“Ini merupakan bentuk kontribusi nyata kami dalam mendukung program sosial pemerintah, sekaligus memberi pengalaman riil bagi mahasiswa dan dosen dalam merancang produk yang relevan dengan kebutuhan pasar,” ujar Sonny.
Desain sepatu tersebut kini memasuki tahap produksi massal di sebuah perusahaan sepatu di Surabaya, yang menjadi mitra industri dalam program tersebut. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat implementasi desain, tetapi juga membuka peluang perluasan pasar.
“Kolaborasi antara perguruan tinggi vokasi dan industri sepatu menjadi bukti nyata bahwa pendidikan vokasi dapat menghasilkan solusi inovatif, berdampak sosial, dan bernilai ekonomi,” tambahnya.







