TAMBAHAN utang global bond Pertamina sangat fantastis sejak direkturnya dijabat Nicke Widyawati, 2018 akhir. Yakni US$750 juta tahun 2018, senilai US$1,5 miliar tahun 2019, senilai US$1,95 miliar tahun 2020, dan senilai US$1,9 miliar tahun 2021. Sehingga, sejak 2018 Pertamina telah menambah global bond sebanyak US$7,1 miliar atau Rp102,9 triliun.
Sepanjang tahun 2011 hingga 2014, Pertamina menambah global bond sebanyak US$8,75 miliar. Tambahan global bond di masa dirut yang sekarang hampir dua kali lipat dibanding global bond yang dibuat seluruh Dirut Pertamina sejak tahun 2011. Dalam posisi berkubang utang, Pertamina di-subholding untuk dijual ketengan di pasar modal. Apa laku?
Mengapa seberani itu nambah utang? Ke mana utang global bond yang mahal ini dialokasikan? Padahal, sejak 2014 Pertamina sudah berhenti mengambil global bond. Setelah pergantian Dirut tahun 2018 akhir, utang global bond Pertamina digenjot dan kini menggunung. Ke depan Pertamina akan terus menambah global bond.
Secara kasat mata tidak ada pencapaian yang merupakan hasil dari global bond. Kilang-kilang Pertamina tidak terbangun, kebakaran, kebocoran terus berlangsung. Utang global bond-nya banyak tapi kondisi keamanan perusahaan menurun. Sehingga Morgan Indeks mengeluarkan Pertamina dari daftar perusahaan yang aman untuk investasi.
Total utang Pertamina hingga semester I tahun 2021 mencapai US$41,064 miliar/Rp595,5 triliun. Itulah sepertinya yang menjadi alasan mengapa Pertamina di-subholding dan dijual ke pasar modal melalui IPO anak-anak perusahaan. Badan Pertamina dijual ketengan, setelah dipotong-potong dalam subholding hulu, subholding kilang, subholding perkapalan, subholding power, dan subholding pemasaran.●