JAKARTA— Citra koperasi sebagai badan usaha profesional hingga kini dinilai masih jauh dari kenyataan. Bahkan kalangan pelaku koperasi sendiri masih ada yang beranggapan bahwa dengan mendirikan koperasi bakal mendapatkan dana hibah atau bantuan pemerintah. Di era digital yang tumbuh pesat dewasa ini, asumsi tersebut tidak lagi relevan kalau tak boleh dibilang ketinggalan zaman. Terlebih Kementerian Koperasi dan UKM belakangan ini sudah berbenah dengan memangkas koperasi yang hanya ‘papan nama’. Oleh karena itu, sesuai dengan semangat reformasi koperasi di tingkat pusat, maka semua dinas koperasi dari kabupaten dan kota hingga provinsi harus mempunyai visi yang sama bahwa koperasi itu sebuah bisnis, seperti layaknya sebuah PT atau CV,
Demikian dikatakan Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) Braman Setyo dalam sebuah perbincangan dengan Peluang, di kantornya Senin (23/7/2018).
Upaya menyorong bisnis koperasi semakin profesional, lanjut Braman, memang tidak mudah karena harus didukung dengan sumber daya manusia yang mumpuni. “ Terus terang saja, image perkoperasian kita selain selain dikelola oleh SDM yang lemah, juga umumnya koperasi dikelola oleh orang-orang yang sudah pensiun. Seharusnya koperasi sudah waktunya dikelola oleh manajer yang profesional. Gaji mereka harus sesuai dan setara dengan manajer sebuah Perseroan Terbatas,” ujarnya. Menurut penilaian Braman, pertumbuhan koperasi yang marak didominasi oleh koperasi simpan pinjam menunjukkan fenomena yang kurang sehat, apalagi cabang-cabangnya menyebar ke berbagai pelosok daerah, tanpa mengetahui kualitas koperasi pusatnya.
Ke depannya, Braman berharap koperasi yang dikembangkan ialah koperasi produsen, seperti koperasi yang bergerak mengelola kopi, kelapa sawit atau komoditas lain yang bisa berorientasi ekspor. Pada 2018 ini, pinjaman pembiayaan dana bergulir LPDB akan memprioritaskan koperasi produsen terutama yang dikelola secara profesional dari hulu hingga hilir.
Harus Punya Konsultan
Selain mengedepankan aspek profesionalisme dalam pengelolaan koperasi, Braman juga menyaratkan bagi koperasi itu yang ingin mendapat dana bergulir, juga harus mempunyai pendamping konsultan. Sebab konsultan tahu menyusun pembukuan, proposal, laporan keuangan. Dia menyitir sebuah penelitian dari Universitas Indonesia, yang menyebutkan sebanyak 70 persen pelaku usaha Indonesia gagal mengelola keuangan dalam rangka pengembangan usaha karena tanpa pendampingan. “Kami mengadakan kerja sama dengan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) dan ada tujuh konsultan pendamping. Mereka mendampingi koperasi yang mengajukan proporsal ke LPDB. Saya berikan reward kepada lembaga pendamping,” ungkap Braman.
Saat ini katanya, sudah ada Peraturan Menteri Koperasi (Permekop) No: 8 Tahun 2018 tentang Penyaluran Dana Bergulir, yang lebih sederhana dibandingkan aturan dulu. Pada aturan yang lama hampir 95 persen proposal yang diajukan ke LPDB-KUMKM ditolak.
Kalau pada peraturan yang lama terkendala pada persoalan siapa yang mampu menilai kesehatan sebuah koperasi, di mana tidak semua provinsi mempunyai kemampuan dalam hal ini. Selain itu syarat mempunyai Nomor Induk Koperasi (NIK) dan sertifikasi menyulitkan sebuah koperasi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan dana bergulir. Dengan aturan baru, ketiga syarat itu dikurangi.
Braman Setyo dalam sbeuah acara sosialisasi LPDB-Foto: Dok.‘”Yang saya wajibkan hanya koperasi mempunyai laporan keuangan, RAT, akte, hingga legalitas lainnya. Saat ini sekitar 50 persen proposal yang masuk sudah siap diproses akadnya. Misalnya saja pada hari ini akad dengan BPR Boyolali, Jawa Tengah siap dicairkan sebesar Rp20 miliar,” pungkas Braman. (Irm/van)