octa vaganza

UKM Kuliner, Sudah (Jatuh) Terhimpit Pandemi Corona

JAKARTA-–Sebelum ada pandemi Corona Warung Nasi Uduk Kabantenan, Jakarta Utara kerap ramai didatangi karyawan yang hendak makan siang.  Pemiliknya Abdul Haris  merintisnya sejak lima tahun lalu, juga mengandalkan penjualan secara daring mengenakan jasa GoFood atau GrabFood dengan mimpi akan tumbuh dan berkembang.

 “Sayang tidak ada angin, tidak ada gempa, tetapi yang datang pandemi Corona. Seingat saya, sejak Februari wabah itu mulai jadi pembicaraan dan kemudian usaha kecil saya, seperti juga banyak sektor perdagangan rontok,” ujar Haris ketika dihubungi Peluang, Senin (13/4/20).

Tanpa  adanya Corona pun, jelang siklus tahunan menghadapi momen Ramadhan dan Lebaran, Haris juga harus bersiasat dengan kebutuhan pokok dan kebutuhan bahan baku mulai merangkak naik, diawali dengan meroketnya harga mulai dari telor, minyak goreng kemasan, tepung terigu hingga cabai merah keriting. Ibaratnya dengan adanya Corona sudah jatuh tertimpa tangga.

“Dengan adanya protokol kesehatan menyebabkan orang yang tadinya lalu lalang bekurang dan berbelanja pun mereka batasi. Untuk makan melalui GoFood atau GrabFood bukan pilihan, kantor tutup dan istri berupaya masak di rumah agar tidak boros,” ujar Haris.

Otomatis pengeluaran berkurang dan dia tidak bisa menutup warungnya karena pendapatan akan hilang.  Tabungan pun tidak seberapa dan tidak bisa ditebak sampai seberapa lama.

“Harapan saya pemerintah cepat mengatasi wabah ini. Pedagang cilik yang punya warung ukuran 2 x 2 meter   tidak mengerti WHO, disuruh jaga jarak minimal satu meter dan pakau hand sanitizer,” ujar Haris.

Abdul Haris memang tidak sendiri. Dian Rahayu, seorang pemilik warung makan di kawasan Lembang bukan saja menutup rumah makannya tetapi juga usaha kuliner somay-nya secara daring. Pasalnya bahan baku naik. Bawang Bombay saja yang harganya awalnya sekitar Rp30 ribu per kilo naik jadi Rp170 ribu di pasar tradisional.  Begitu juga cabe merah kerinting dan bahan baku lainnya.

“Mau naikin harga jual nggak berani. Karena daya beli juga menurun drastis. Otomatis omzet turun. Jadi saya off dulu dan berharap agar pandemi Corona cepat berakhir,” ujar Dian yang berterima kasih kepada pemerintah yang menurunkan tarif listrik.

Data internal Moka, perusahaan penyedia layanan kasir digital awal April lalu mengungkapkan di Tanah Air, terjadi penurunan pendapatan harian pada industri kuliner.

Perusahaan tersebut melakukan observasi ke 17 kota besar di Indonesia, meliputi Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Batam hingga Bali.

Hasilnya Bali dan Surabaya seperti dilansir Indozone merupakan dua kota yang mengalami penurunan pendapatan harian yang paling signifikan,masing-masing penurunan sebesar 18 persen untuk Bali dan 26 persen untuk Surabaya.

Kawasan Jabodetabek juga mengalami penurunan pendapatan harian yang cukup signifikan, namun tidak setajam Bali dan Surabaya. Namun mereka masih terbantu oleh peningkatan pembelian makanan yang dibawa pulang (take-away food) meningkat sebesar 7 persen di bulan Januari hingga Februari 2020 (Irvan Sjafari).

Exit mobile version