BANDUNG—Suatu hari pada akhir 2016 Resi Ida Nurmala diajak suaminya untuk mencicipi yogurt di kedai milik kawan suaminya di Bandung. Kawan suaminya itu kemudian mengajak dia untuk ikut menjual yogurt. Mulanya Resi ragu, karena ia juga sudah punya usaha berjualan barang fashion.
“Tetapi suami saya meyakinkan peluang di bisnis yogurt masih besar dan menjanjikan. Melihat suami saya bersemangat, maka saya mendukung, meskipun bingung harus memulai seperti apa,” ujar perempuan kelahiran Bandung, 11 Januari 1989 kepada Peluang, Rabu (1/8/2018).
Dengan modal Rp150 ribu, Resi memulai bisnis yogurt. Awalnya dia hanya memproduksi 80 botol. Omzetnya tidak seberapa, karena Resi lebih banyak mmebagikan yogurt kepada teman-temannya untuk tester.
“Awalnya, kami beker jasama dengan teman suami. Hanya saja harga yang tidak pasti dan tidak masuk cost kami alias kemahalan. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat sendiri. Tidak langsung berhasil, karena kami memulai semuanya dari nol. Kami mulai belajar membuat yogurt dan mengikuti pelatihan-pelatihannya. Kami membuat yogurt di rumah,” tutur alumni jurusan Manajemen Informaika Politeknik Ganesha
Resi mengaku memproduksi yogurt dengan brand Frey lebih kental dari produk yang lain, karena menggunakan bahan baku yang berkualitas.
Dia menggunakan potongan buah asli di dalamnya. Resi mengembangan sendiri varian rasa yogurtnya, Selain itu Frey juga didukung tim untuk memproduksi yogurt kemasan botol.
“Alhamdulillah untuk saat ini kami per harinyamampu memproduksi antara 200 – 700 botol per hari. Sistem pemasaran kami adalah keagenan yang kekeluargaan. Kami tidak melakukan konsinyasi. Agen diberikan kekebasan untuk melakukan pemasaran dengan cara konsinyasi atau direct selling. Sekitar 60% omzet diputarkan kembali untuk modal produksi,” ungkap dia.
Produk Frey yogurt-Foto: Dokumentasi Pribadi.Frey diperkuat tiga karyawan untuk bagian kantor dan sepuluh karyawan di bagian produksi. Frey mempunyai agen di Depok, Jakarta, Tangerang, Cilegon,Taiskmalaya, Garut, serta Sidoarjo. Ke depannya Resi merencanakan di sejumlah kota, setiap provinsi.
“Kami lebih suka menjadi wirausaha, walau pendapatannya tidak jelas, tetapi kami sangat menikmati waktu yang bisa diatur sendiri,” pungkasnya (Irvan Sjafari).
.