JAKARTA—-Asisten Pertanian dan Perkebunan Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit menuturkan, UKM yang berbasis ekspor jadi garda terdepan ekonomi Indonesia, terutama pada saat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Meskipun untuk itu, UKM harus mendapat bantuan permodalan agar mampu menembus pasar ekspor.
“Sektor kuliner, fashion dan kerajinan punya potensi besar untuk ekspor, tetapi masih menghadapi kendala kandungan impor cukup tinggi,” ujar Victoria dalam diskusi bertajuk “Potensi Ekspor di Tengah Pelemahan Rupiah” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Misalnya untuk membuat tas dari kulit, pelaku UKM harus mendatangkan kancing dan resliting dari negera lain, lanjut dia. Dampaknya, ketika pelaku UKM mendapat order besar, mereka membutuhkan modal yang besar.
“Untungnya kehadiran perusahaan layanan e-commerce seperti Bukalapak, Blibli, Tokopedia, menjadi salah satu faktor pendorong pelaku UKM agar produknya bisa tembus pasar ekspor, tanpa harus mengikuti pameran yang difasilitasi pemerintah,” kata dia lagi.
Victoria menyebutkan sekalipun anggaran pemerintah untuk menyelenggarakan pameran turun hampir limapuluh persen, akan tetapi devisa sektor UKM justru naik dua belas kali.
Survei yang digelar Deloitte pada 2015 menunjukkan tingginya adopsi teknologi para pelaku UMKM di Indonesia. Sebanyak lebih dari 96 persen dari mereka yang disurvei mengakui memiliki akses ke komputer. Sebanyak 84 persen dari mereka memiliki ponsel cerdas dan sebanyak 73 persen memiliki akses ke internet mellaui koneksi mobilebroadband.
Sementara itu Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Hadi Joewono mengusulkan perlu ,upaya untuk mendorong nilai ekspor dengan memasuki pasar baru ekspor.
Ekspor ini bisa dilakukan perusahaan besar maupun UKM. Buat industri atau perusahaan besar sangat bermanfaat diberikan insentif pajak termasuk tax holiday.
“Untuk perusahaan kecil dan UKM yang dibutuhkan adalah dorongan untuk memulai ekspor dan mengefektifkan fasilitas pembayaran ekspor,” katanya..