
Peluangnews, Jakarta – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenkopUKM), Arif Rahman Hakim, menyampaikan bahwa ada tujuh hal yang menjadi fokus pemerintah atas perubahan ketiga Undang-Undang Perkoperasian 2023.
Adapun, ketujuh hal tersebut di antaranya yaitu yang pertama mengenai modernisasi kelembagaan dan usaha koperasi agar dapat kompatibel dengan perkembangan zaman.
“Kedua, rekognisi bahwa koperasi dapat menjalankan usaha di berbagai lapangan usaha dan dapat memilih lapangan usaha sesuai dengan pilihan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang memiliki 1.790 pilihan,” ujar Arif dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komite IV DPD RI di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Ketiga, afirmasi pada koperasi sektor riil agar menjadi penopang dan penggerak utama ekonomi masyarakat, baik koperasi di sektor pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan, pengolahan, pariwisata, dan sebagainya.
Keempat, pemurnian dan penguatan usaha simpan pinjam koperasi agar berbasis jati diri dan mengatur tentang standar tata kelola yang baik.
Kelima, pendirian dua lembaga penyangga usaha simpan pinjam seperti OJK dan LPS.
“Efektivitas penegakan hukum dapat dilakukan ketika dana anggota dijamin lembaga tertentu seperti pada industri keuangan dengan adanya OJK dan LPS,” katanya.
Keenam, merekognisi dan mengatur tentang keberadaan lembaga atau profesi pendukung dan penunjang perkoperasian sebagai suatu ekosistem terpadu.
Sejauh ini, setidaknya ada 21 lembaga atau profesi yang terlibat dalam membangun koperasi.
“Untuk maksud tersebut, pemerintah mengoordinasikan sinergi penyelenggaraan ekosistem perkoperasian melalui perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pembinaan dan pemberdayaan koperasi,” tuturnya.
Kemudian untuk fokus yang ketujuh yaitu mengenai peningkatan pelindungan anggota dan badan hukum koperasi melalui penerapan sanksi pidana.
“Hal ini dikarenakan banyaknya terjadi penyelewengan dan penyimpangan koperasi yang merugikan anggota, serta penyalahgunaan badan hukum koperasi yang merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Oleh karena itu, anggota DPD RI Dapil NTB, Achmad Sukisman Azmy sepakat bahwa UU Perkoperasian harus segera direvisi karena telah berumur lebih dari 30 tahun.
“Terlebih lagi dengan melihat kemajuan teknologi saat ini agar koperasi bisa bertahan dengan bagus dan juga pengawasan koperasi juga perlu diperkuat,” ucapnya.
Menurut Sukisman, ada beberapa permasalahan koperasi yang sebaiknya juga dimasukkan ke dalam perubahan UU Perkoperasian.
Permasalahan tersebut di antaranya yaitu terkait kurangnya minat berkoperasi, keterbatasan SDM, hingga maraknya kasus mengenai piutang macet.
Senada dengan Sukisman, anggota DPD dari Kalimantan Barat, Sukiryanto juga mendorong agar revisi UU Perkoperasian dapat menjawab segala persoalan penting yang membelit koperasi, termasuk tentang perlindungan para anggota.
“Selain itu juga harus ada lembaga penjamin simpanan. Sehingga, kalau pengurusnya nakal, maka anggota koperasi tidak akan sampai menjadi korban,” ujarnya. (Hawa)