Kota Kepulauan Tual mencakup 66 pulau kecil, meski hanya 13 yang berpenghuni. Tual kaya ikan dan rumput laut—yang dipetik dengan alat tangkap seadanya—tapi masyarakat masih menggantungkan pasokan dari Bitung, Makassar, bahkan Surabaya.
NAMA Tual terdengar sayup-sayup. Biasanya disebur tiga serangkai: Tual-Dobo-Saumlaki. Padahal, kawasan kota yang terdiri 66 pulau itu merupakan kota tua. Dikenal dan disinggahi oleh puak pendatang mancanegara untuk mencari rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Masuknya bangsa Eropa, diawali oleh Portugis, memberi dampak bagi perjalanan sejarah kota-kota di Nusantara. Pengaruh tersebut terlihat dari berbagai tinggalan, baik secara fisik maupun nonfisik (kebudayaan).
Kehadiran pendatang dari luar Kepulauan Kei (Tual) mampu mengintervensi entitas sosial masyarakat pribumi. Terbentuknya dua kelompok besar dalam kehidupan masyarakat Kei (Ur Siu dan Lor Lim) dan lahirnya hukum adat Lerwul Ngabal merupakan bukti sejarah. Itulah efek sosialisasi dengan para pendatang dari Bali, Seram, Papua, Flores dan daerah-daerah lain yang kemudian menetap sebagai warga Kepulauan Kei.
Pengaruh kebudayaan Islam di bawah oleh para pedagang Islam dan para mubaligh yang datang untuk menyebarkan agama Islam, sedangkan kebudayaan Katholik dan Protestan dibawa oleh bangsa Portugis dan Belanda. Meski berbeda agama, masyarakat di sana hingga kini bisa hidup berdampingan dengan damai.
Tiga belas tahun setelah Kemerdekaan, Kota Tual menjadi ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara. Tual dimekarkan menjadi Kabupaten Maluku Tenggara, bersama Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan ibu kota Saumlaki tahun 2000. Empat tahun kemudian, Kabupaten Kepulauan Aru secara resmi melepaskan diri dari wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, dengan ibu kota Dobo. Sejak 2007 Kota Tual resmi menjadi daerah yang otonom.
Tual terletak di Pulau Dullah, Kepulauan Kei. Kota dengan populasi 88.633 jiwa pada 2019. Berada di Pulau Kei Kecil di Maluku sebelah Tenggara, pulau ini berjajar dengan Pulau Kei Besar dan diapit oleh Laut Banda dan Laut Arafura. Dibandingkan dengan daerah lain di Maluku, obyek wisata alam yang ada di Kota Tual kompetitif dengan tempat atau objek wisata lainnya di Provinsi Maluku.
Kondisi topografi Kota Tual relatif datar hingga berbukit. Di Pulau Dullah, misalnya, tanahnya landai dengan ketinggian ±100 mdpl dengan beberapa bukit rendah di tengahnya. Sedangkan Pulau Dullah Laut dan Pulau Ut begitu rendah, sehingga kerap tergenang air pasang. Kondisi Kepulauan Tayando secara keseluruhan sangat datar dan dekat dengan permukaan air. Kondisi ini penmyebab masyarakat sulit bercocok tanam.
Masalah lainnya soal ketersediaan listrik Pemerintah membanggakan Rasio Elektrifikasi (RE) pada semester 1 tahun 2019 mencapai 98,81% dan RE mendekati 100% pada tahun 2020. Namun banyak desa di Provinsi Maluku yang belum terlistriki. Ada 4 (empat) desa yang masyarakatnya belum menikmati listrik di Kecamatan Tayamdo Tam, Kota Tual. Desa-desa tersebut gulita di malam hari.
Wilayah Kota Kepulauan Tual mencakup 66 pulau kecil, meski hanya 13 yang berpenghuni. Berada di tengah Laut Banda. Tual kaya ikan dan rumput laut—yang dipetik dengan alat tangkap seadanya—tapi masyarakat Tual masih menggantungkan pasokan dari Bitung, Makassar, bahkan Surabaya. Itu sebabnya, dalam rilis indeks harga pada awal Maret 2019 lalu, misalnya, BPS menyatakan inflasi Kota Tual sebesar 2,98%, tertinggi di Indonesia. Padahal, saat itu BPS mengumumkan deflasi sebesar 0,08% secara nasional. Inflasi ekstrem memang biasa terjadi di sini.
Lokasinya nun jauh di tenggara Provinsi Maluku. Dari Jakarta, anda harus terbang ke Bandara Pattimura Ambon, sekitar empat jam perjalanan. Lanjut sejam penerbangan ke Bandara Karel Sadsuitubun di Kota Langgur. Dari Bandara Langgur, anda bisa memesan transportasi bus atau menyewa mobil. Anda akan tiba di Kota Tual 45—60 menit kemudian.
Sesampai di Kota Tual, anda harus menghampiri salah satu pilihan pantai terbaik di sini: Pantai Pasir Panjang Ngurbloat atau biasa juga disebut sebagai Pantai Ngurbloat. Selain pemandangan alamnya cantic eksotik, pantai ini juga merupakan salah satu pantai dengan pasir putih terhalus di Indonesia. Bahkan terhalus di Asia dan terhalus kedua dunia, sebagaimana diakui oleh National Geographic.
Ada beberapa hal yang dapat anda lakukan ketika berekreasi ke Pantai Ngurbloat, seperti berenang, menyelam, sunbathing, bermain pasir, atau sekadar berselfie ria. Pantai ini juga sepi dan lebih mirip pantai pribadi ketimbang tempat wisata lainnya. Pantai Ngurbloat juga terkenal dengan keasrian alamnya serta bersih dari sampah-sampah laut. Kok bisa? Karena masyarakat sekitar bergantian menjaga kebersihan pantai dengan sukarela.
Selain pantai, Kampung Merah Putih atau Kampung Kiom di Desa Kiom adalah salah satu kampung yang jadi wisata andalan di Kota Tual. Dulunya kampung yang terletak tepat di pintu masuk Kota Tual itu kumuh dan miskin. Sejak 2017 kampung ini direnovasi oleh pemerintah, bekerja sama dengan sebuah perusahaan cat untuk memperindah dengan mural bertemakan persatuan.
Ratusan rumah dicat dengan warna merah putih, ditambah dengan mural buah tangan 15 seniman yang berasal dari Jakarta, Yogyakarta, dan seniman setempat. Kampung Kiom kini dipenuhi gambar-gambar bernuansa nasionalisme, perjuangan, patriotik dan kebhinnekaan. Mulai dari pahlawan hingga ciri khas dan adat istiadat penduduk setempat. Kampung Kiom diresmikan sebagai Kampung Merah Putih pada 28 Januari 2018. Sebuah destinasi wisata yang cocok untuk berfoto ria.
Keindahan bahari di Tual luar biasa. Ambil contoh Pulau Bair, yang memiliki dua teluk dengan air laut jernih dan tenang berwarna biru kehijauan, vegetasi mangrove dan tebing batu. Bukan saja untuk berselfie dengan latar belakangnya yang menawan, tapi juga kegiatan menyelam, snorkel, dan mamancing. Pulau ini terlindungi gelombang laut sehingga cocok untuk berperahu kano dan jet ski.
Sektor wisata di Kepulauan Kei sebenarnya sangat potensial bisa menjadi salah satu sumber PAD. Jika objek wisata itu dikelola, diatur dan ditangani dengan baik oleh pemerintah daerah sebagai pemegang otoritas administratif wilayah. Kendalanya, kata Walikota Tual, Adam Rahayaan, tempat wisata di wilayah Kota Tual sejauh ini masih dikelola oleh perorangan dan desa.
Tampaknya agak sulit bagi Pemda untuk melakukan intervensi atas nama pembangunan. Fungsi Pemda Tual sampai kini belum optimal. Pemda membebaskan masyarakat melakukan perencanaan pembangunan, eksekusi kegiatan, sampai pengawasan. Transportasi masih terbatas. Saat ini, hanya ada satu penerbangan langsung dengan Garuda Indonesia dari Jakarta ke Bandara Karel Sadsuitubun di Tual dengan harga tiket di kisaran Rp5 juta.●(Zian)







