Site icon Peluang News

Tren Penggunaan Dana Float Meningkat, Perlu Jaminan LPS?


Jakarta ( Peluang) : Tren digitalisasi di sektor keuangan selama pandemi Covid-19 semakin meningkat, termasuk dalam penggunaan uang elektronik atau dana float.

Dana float adalah seluruh nilai uang elektronik yang diterima penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik, atau pengisian ulang  yang masih merupakan kewajiban penerbit kepada pemegang dan pedagang.

Berdasarkan data Statistik Sistem Pembayaran dan Infrastuktur Pasar Keuangan (SISP) yang dirilis Bank Indonesia (BI) tercatat transaksi uang elektronik di Indonesia pada 2021 mencapai Rp Rp 239 triliun, dengan volume transaksi sebanyak 5,452 juta. 

Saat ini jumlah dana float per Mei 2022 tercatat sebesar Rp 9,4 triliun. Dengan rincian yaitu dana float di bank sebesar Rp 5,8 triliun, dan di nonbank senilai Rp 3,58 triliun.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, tren perkembangan jumlah simpanan di bank digital terus meningkat. Tercatat sejak Mei 2021 hingga Mei 2022  jumlah rekening meningkat dari 180 rekening naik menjadi 38,2 juta.

“Akhir tahun 2020 tercatat sebanyak 179 ribu rekening simpanan di bank digital. Mei 2022, jumlah yang terdaftar meningkat, naik menjadi 38,2 juta rekening,”  jelasYudhi.

Namun demikian kata Yudhi, kenaikan jumlah dana simpanan di bank digital tidak setinggi jumlah kenaikan rekening. Pada akhir 2020 tercatat nominalnya sebesar Rp 31,6 triliun dan per Mei 2022 naik menjadi Rp 49,3 triliun.

Meningkatnya pertumbuhan nominal transaksi maupun jumlah dana float yang beredar di Indonesia. Seperti yang tersimpan di dompet digital GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja, hingga kini belum dijamin LPS.

Terkait hal ini, Yudhi menyatakan bahwa pada prinsipnya simpanan nasabah di dompet digital selama memenuhi peraturan perundang-undangan akan dijamin LPS. Dengan catatan selama suku bunga dibawah LPS, terus tercatat dan mempunyai dana tidak menyebabkan banknya bangkrut. 

Apalagi tambah dia, ke depan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) akan diterbitkan. Peraturan UU ini menjadi peluang besar untuk penjaminan peredaran uang elektronik di Indonesia. 

“Banyak orang pakai uang digital, dan bertanya apakah dijamin atau nggak oleh LPS? Sekarang belum dijamin. Tapi nanti dengan diterbitkan UU P2SK, bisa jadi peluang besar kita jamin uang elekronik. Sehingga semakin hidup industri keuangan digital,” ungkap Yudhi. 

Lebih lanjut ia menegaskan, dana yang dijamin hanya berlaku bagi bunga yang  ditetapkan sesuai dengan ketentuan LPS. Maka, jika ada bank digital yang menawarkan suku bunga tinggi, itu  tidak dijamin oleh LPS.

“Banyak bank digital yang kasih bunga jor-joran sampai 8 persen. Ini harus dijelaskan pada masyarakat kalau uangnya itu tidak dijamin LPS. Kita tidak melarang, karena ini persaingan bisnis, yang penting nasabah tahu kalau ada risikonya,” jelas Yudhi.

“Jadi bank digital dan bank konvensional selama memenuhi ketentuan UU, kami jamin. Karena sebenarnya bisnisnya sama, syaratnya suku bunga dibawah LPS, tercatat, uang di bank tidak membuat bangkrut, dan dana yang dijamin Rp 2 miliar per nasabah per bank,” pungkasnya. (Ss-1)

Exit mobile version