Untuk melakukan transformasi digital, 94 persen perusahaan di Indonesia terkendala. Mereka mengkhawatirkan keamanan siber dan kerahasiaan data; minimnya anggaran dan sumber daya, teknologi yang tepat, dan peraturan dan perubahan.
PERUSAHAAN skala menengah hingga besar cenderung berhati-hati untuk melakukan transformasi digital. Survei Indeks Transformasi Digital Dell Technologies (DT Index) terbaru menemukan fakta itu. Padahal, “Zaman digital berikutnya sudah tiba, dan telah menata ulang cara kita hidup, bekerja dan melakukan bisnis. Waktu menjadi sangat penting. Transformasi yang sebenarnya harus terjadi sekarang dan terjadi secara radikal,” kata Wakil Direktur Solusi Pusat Data Dell EMC Asia Pasifik dan Jepang, Paul Henaghan, saat jumpa pers di Jakarta (22/11).
Riset gabungan dari Dell dengan Intel ini melibatkan 100 pemimpin bisnis di Indonesia, 57 persen responden mengaku percaya perusahaan mereka akan kesulitan memenuhi tuntutan pelanggan yang terus berubah dalam lima tahun ke depan, sedangkan 27 persen lainnya khawatir kalah berkompetisi. Berdasarkan DT Index, 41 persen perusahaan di Indonesia masuk kategori Evaluator Digital. Artinya, mereka berhati-hati dan secara perlahan melakukan transformasi digital serta sudah memiliki rencana dan investasi untuk masa depan.
Sebanyak 26 persen lainnya tergolong Adopsi Digital, artinya mereka memiliki rencana digital, investasi dan inovasi yang cukup matang. Hanya 6 persen perusahaan yang masuk dalam kategori Pemimpin Digital, perusahaan yang tidak bisa terpisahkan dari transformasi digital dalam berbagai bentuk. Sebanyak 21 persen perusahaan Indonesia berinvestasi sangat sedikit untuk sektor digital dan mereka masih ragu-ragu untuk memulai rencana. Enam persen lainnya tergolong tertinggal secara digital, mereka tidak memiliki rencana, inisiatif dan investasi sedikit pun ke arah transformasi.
Hasil riset DT Index juga mengemukakan, 94 persen perusahaan di Indonesia memiliki hambatan besar untuk melakukan transformasi digital. Kekhawatiran terbesar mereka berkaitan dengan keamanan siber dan kerahasiaan data. Hambatan lainnya berhubungan dengan kekurangan anggaran dan sumber daya, teknologi yang tepat, dan kekhawatiran mengenai peraturan dan perubahan.
Sebenarnya perusahaan tidak tinggal diam melihat hambatan yang mereka hadapi. Mereka mengambil sejumlah langkah untuk mengatasinya. Itu terlihat dalam survei tersebut 67 persen bisnis di Indonesia menggunakan teknologi digital untuk mempercepat pengembangan produk atau layanan baru. Sebanyak 50 persen perusahaan berbagi pengetahuan lintas divisi, misalnya meningkatkan pengetahuan pemimpin TI dengan keterampilan bisnis dan sebaliknya, pemimpin bisnis dengan pengetahuan teknologi.
Sebanyak 49 persen perusahaan mengembangkan pengetahuan dan keahlian internal yang tepat, misalnya mengajari staf mereka coding. Sebanyak 46 persen bisnis menyertakan pengaturan keamanan dan privasi ke semua perangkat, aplikasi, dan algoritma.
Mereka juga berinvestasi untuk jangka satu hingga tiga tahun ke depan. Untuk bidang keamanan siber dan internet of things, mereka merencanakan investasi 6o persen, dan 46 persen lainnya untuk investasi di multi-cloud. Sebagian kecil perusahaan juga ingin mencoba menanam saham di teknologi baru, seperti I (21 persen), komputasi kuantum (22 persen), dan virtual reality atau augmented reality (23 persen).●(dd)