Tolak Kenaikan Pajak, Para Pengusaha Tegaskan Spa Bukan Hiburan

Para Pengusaha Spa Menolak Kenaikan Pajak Hiburan
Para pengusaha spa tolak kenaikan pajak hiburan/Dok. Peluangnews-Hawa

Peluang news, Jakarta – Wacana kenaikan pajak hiburan sebesar 40% – 75% masih menjadi polemik atau perdebatan hingga saat ini, tak terkecuali bagi para pengusaha yang tergabung dalam Indonesia Wellness Spa Professional Association (IWSPA).

Ketua Umum IWSPA, Yulia Himawati menyampaikan, pihaknya menegaskan dan menolak atas dimasukannya bisnis spa ke dalam industri hiburan.

Hal ini dikarenakan, menurutnya, berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor 11 Tahun 2019 tentang Standar Usaha Spa, bisnis atau usaha spa tidak termasuk ke dalam kategori industri hiburan, melainkan masuk ke dalam industri kesehatan.

Pasalnya, kata Yulia, dalam aturan itu disebutkan bahwa usaha spa merupakan usaha yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minuman, dan olah aktivitas fisik yang bertujuan untuk menyeimbangkan jiwa raga dengan memperhatikan tradisi serta budaya Indonesia.

“Bisnis spa yang dimasukan ke dalam jenis hiburan itu membuat kami kecewa dan membuat kami melihat kembali kementerian yang menaungi kami, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” ujar Yulia dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2034).

Ia menilai, pemberlakuan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) nantinya pasti akan berdampak buruk bagi perkembangan dunia usaha, khususnya bagi industri SPA di Indonesia.
“Oleh karena itu, kami sebagai pelaku usaha yang tergabung di dalam Indonesia Welness SPA Professional Association (IWSPA), Welness and Healthcare Enterpreneur Association (WHEA), dan Indonesia Welness Master Association (IWMA) menilai bahwa pemerintah perlu merevisi aturan tersebut,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lourda Hutagalung mengaku keberatan atau tak setuju dengan kenaikan pajak hiburan tersebut.

Ia pun mempertanyakan asal usul dari penetapan kenaikan pajak yang berkisar antara 40 sampai dengan 75 persen itu.

Senada dengan Yulia, Lourda juga menegaskan, spa tidak masuk ke dalam industri hiburan, melainkan untuk kesehatan.

Lourda mengungkapkan, sebenarnya pihaknya sudah menghadap ke DPR untuk menolak aturan tersebut.

Namun, sayangnya mereka dilempar ke Kemenparekraf dan tidak mendapatkan respons atau tanggapan lebih lanjut mengenai hal ini.

“Bahkan, kami sudah menghadap ke DPR, katanya DPR sudah bicara dengan kementerian terkait dalam hal ini pariwisata. Akan tetapi, sampai detik ini dengan sebegitu rajinnya kita mengetok pintu kepada Kemenparekraf, tidak ada satu pintu pun yang dibukakan,” katanya.

Padahal, menurut Lourda, sebaiknya pajak untuk usaha spa ditiadakan atau 0 persen.

Alasannya, karena usaha ini sebenarnya telah membantu pemerintah dan bisnisnya itu juga masuk ke dalam kategori kesehatan atau kebugaran yang bisa meningkatkan kesehatan dan menekan beban iuran BPJS Kesehatan.

“Untuk pajak sebaiknya 0% karena wellness tourism membantu pemerintah di bidang BPJS. Pemerintah kan sudah bilang kalau mereka tidak sanggup membayar BPJS jika masyarakatnya sakit-sakitan. Jadi, harus dijaga deh kesehatan masing-masing,” pungkasnya.

Exit mobile version