octa vaganza

Tingkatkan Nilai Pembiayaan Inklusif untuk UKM

Jakarta (Peluang : Penguatan permodalan bagi UMKM menjadi salah satu program utama pemerintah.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) berupaya meningkatkan pembiayaan inklusif UKM. Tujuannya untuk mengurangi gap pembiayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Asisten Deputi Bidang Pembiayaan dan Investasi UKM KemenKopUKM, Temmy Satya Permana mengatakan, KemenKopUKM bersama stakeholder akan membuat strategi, untuk mendukung inklusi keuangan di Indonesia serta meningkatkan utilitasnya yang ditandai dengan semakin luasnya akses pembiayaan UMKM yang diharapkan dapat mengurangi financial gap UMKM.

Temmy menjelaskan penguatan permodalan bagi UMKM menjadi salah satu program utama pemerintah saat ini, menurutnya UMKM diyakini bisa menjadi solusi dalam menghadapi ancaman resesi global. Namun demikian hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang belum terakses dengan Lembaga keuangan formal.

“Rasio kredit UMKM terhadap total kredit perbankan masih berkisar 20,78 persen atau sebesar Rp1.316 triliun nilai kredit yang diberikan kepada UMKM dengan pembagian porsi kredit kepada usaha mikro sebesar 38,58 persen, usaha kecil sebesar 34,68 persen, dan usaha menengah 26,74 persen,” ujar Temmy dalam rilisnya, Senin (19/12/2022).

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) terdapat 69,5 persen UMKM masih belum menerima kredit. Jumlah tersebut sebanyak 43,1 persen UMKM mengaku memerlukan pembiayaan dari perbankan. Sehingga masih banyak UMKM yang masih membutuhkan pendanaan.

Kondisi tersebut, menurut Temmy, menyebabkan terjadinya financial gap UMKM di Indonesia sebesar Rp1.605 triliun karena belum mampu tersentuh dukungan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.

“Presiden telah menetapkan target nasional diantaranya capaian inklusi keuangan sebesar 90 persen dan rasio kredit UMKM minimal sebesar 30 persen pada tahun 2024,” ujar Temmy.

Maka itu, KemenKopUKM  akan menggali permasalahan apa saja yang terjadi tentang pembiayaan UMKM.

Staf Khusus MenKopUKM Bidang Hukum Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Agus Santoso mengungkapkan ada 2 hal utama yang perlu dibenahi untuk mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM, khususnya dalam memaksimalkan para talenta muda calon wirausaha yang potensial dalam mengembangkan bisnis dan menyerap pembiayaan.

Kemajuan inovasi dan teknologi saat ini yang banyak dikuasai talenta muda diharapkan jangan sampai berbenturan dengan SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

 “Kami harapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat membuat aturan terkait kendala SLIK berdasarkan nilai kredit bermasalah,” kata Agus.

Sedangkan terkait kemungkinan penggantian collateral (jaminan) untuk pembiayaan Agus mengusulkan pemanfaatan teknologi dapat menggantikan fidusia.

“Kalau semua proses digital bisa masuk, pemberian kredit pembiayaan kepada UMKM tidak akan sulit. Karena kalau berdasarkan collateral UMKM harus punya asset terlebih dahulu,” tambah Agus.

Head of Center Macroeconomics and Finance INDEF, Rizal Taufikurahman menambahkan, pihaknya menyetujui untuk memperbaharui kebijakan kolateral. 

Menurutnya, perlu adanya inovasi  mempermudah akses pembiayaan untuk  mendorong produktivitas usaha mikro dan wirausaha yang tidak hanya berbasis kolateral. 

“Saya  kira Jamkrindo bahkan BRI yang concern dengan UKM juga menemui hal yang sama bagaimana inklusivitas wirausaha berbasis mikro, ternyata problemnya kolateral,” kata Rizal.

Chief Editor UKM Indonesia LPEM FEB UI Dewi Meisari mengatakan, pendampingan sangat diperlukan bagi UMKM untuk memperbesar peluang pembiayaan ke lembaga pembiayaan formal. 

“Pemerintah perlu berkolaborasi dan bersinergi dengan stakeholder lain terkait pendampingan dengan UMKM,” jelas Dewi.

Wakil Ketua Hippindo Meshvara Kanjaya menambahkan bahwa UMKM harus didorong untuk bermitra dengan usaha besar.

“UMKM harus bermitra dengan Usaha Besar sehingga ada pendampingan yang dilakukan oleh Usaha Besar terkait kualitas produksi dan pendampingan lainnya,” ujar Meshvara Kanjaya.

Dengan melakukan kemitraan, UMKM mendapatkan peluang untuk mengakses pembiayaan rantai pasok dengan Usaha Besar sebagai agregatornya

Sementara itu, Dosen FEB UIN Jakarta DR. Indo Yana mengungkapkan perlu adanya model fleksibilitas dalam hal pembiayaan.

Misalnya kata Indo, pembiayaan bahan baku, jangka waktu, grace periode, tingkat diskonto, suku bunga, system pembayaran, angsuran dan pokok pinjaman (non anuitas). “Juga dilengkapi dengan lembaga pendamping untuk memantau penggunaan kredit agar tepat guna,” tandasnya.

Exit mobile version