Jakarta (Peluang) : Pemasaran produk UMKM dalam bentuk platform digital akan optimalisasi pengembangan bisnis.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, transformasi digital telah mengubah pola konsumsi masyarakat dari cara tradisional ke arah digital.
Bahkan survei Google, Temasek & Bain, mencatat 21 juta konsumen digital baru pada tahun 2021. Kondisi ini telah memaksa para pelaku usaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus beradaptasi agar mampu bersaing di era industri 4.0.
“Pelaku usaha dipaksa beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar daya saing tetap terjaga dan tidak tertinggal kompetitor,” ujar Bhima.
Menurutnya, sebelum pandemi Covid-19 sebagian besar UMKM masih melakukan bisnis secara tradisional. Namun akibat pembatasan sosial dan perubahan perilaku konsumen yang berlangsung selama pandemi ini, telah mendorong percepatan digitalisasi UMKM.
“Mau tidak mau, UMKM harus melakukan digital karena melihat pola konsumsi masyarakat mengalami perubahan,” kata Bhima.
Ia menyakini dengan hadirnya ekosistem digital, akan mendorong inklusi keuangan dan menjadi solusi pemecahan masalah rantai pasok yang selama ini terlalu panjang.
Melalui inklusi keuangan digital, menurutnya, UMKM yang hadir dalam bentuk platform digital akan memainkan peran penting optimalisasi pengembangan bisnis.
“Dengan percepatan inklusi keuangan digital dan adopsi solusi digital yang tepat, pelaku UMKM dapat menjalankan bisnis dengan lebih efektif dan efisien,” imbuhnya.
Di mana kata Bhima, dengan dukungan tersebut dimungkinkan terjadi peningkatan kapasitas produksi dan kemampuan digitalisasi UMKM, dan perluasan pasar. Serta akses pada kredit yang lebih besar sehingga memperkuat daya saing UMKM tersebut.
“UMKM sebagai salah satu penopang ekonomi seharusnya menjadi penerima manfaat terbesar dari kehadiran digitalisasi,” ujarnya.
Kendati demikian, Bhima menyayangkan di tengah percepatan inklusi keuangan digital yang sedang didorong. Namun hingga saat ini, porsi penyaluran kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat kecil dan hanya berkisar pada 35,4 persen.
Padahal menurutnya, pembiayaan modal usaha menjadi masalah krusial bagi UMKM. Sehingga masih banyakpelaku UMKM hanya mengandalkan uang pribadi sebagai modal usaha yang tentunya terbatas.
“Para pelaku usaha tidak bisa mengembangkan usahanya secara maksimal,” kata Bhima.
Selain itu, lanjut dia, literasi keuangan pada pelaku UMKM juga masih rendah. Hal ini menyebabkan masih kurangnya pemanfaatan platform digital untuk penjualan, pencatatan dan laporan keuangan rutin UMKM.
Bhima berharap dengan adanya platform digital dalam inklusi keuangan, akan dapat ambil bagian untuk membantu edukasi keuangan masyarakat, percepatan adaptasi transaksi digital serta menjadi wadah integrasi ekosistem bisnis antara produsen distributor dan konsumen.
Diharapkan juga dapat memberikan kemudahan akses pembiayaan modal dengan adanya kolaborasi bersama bank atau fintech lainnya.
Ia menegaskan peran pelaku industri digital sangat penting untuk memberi pendampingan secara terstruktur dan berkala.
“Yakni sampai sasaran edukasi bisa memahami cara kerja fitur di dalam platform untuk membantu usaha mereka berkembang dan berdaya saing,” pungkasnya.