hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Tiga Dampak Kenaikan Harga BBM

Jakarta (Peluang) : Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) diproyeksikan mengerek inflasi 6,27 persen di akhir 2022.

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Faisal Rachman menilai keputusan pemerintah menaikan harga tiga jenis BBM yaitu Solar, Pertalite dan Pertamax berdampak pada pertumbuhan ekonomi, inflasi dan suku bunga acuan.

Adapun harga Pertalite naik menjadi Rp 10.000 per liter, dari harga sebelumnya Rp 7.650 per liter. Solar subsidi naik menjadi Rp 6.800 per liter dari Rp 5.150 per liter. Kemudian, harga Pertamax nonsubsidi naik menjadi Rp 14.500 per liter dari Rp 12.500 per liter.

Kebijakan tersebut dilakukan akibat subsidi energi yang melonjak sebesar Rp 502,4 triliun atau meningkat Rp 349,9 triliun dari anggaran awal sebesar Rp 152,1 triliun.

Faisal menyebut ada tiga dampak akibat naiknya harga BBM, pertama berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi tahun ini hingga 0,33 poin persentase (ppt).

Pada semester I 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,23 persen. Hal ini didukung oleh naiknya mobilitas setelah pelonggaran PPKM, bantuan sosial dari pemerintah, dan kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan.

“Kenaikan harga ketiga jenis BBM berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 ppt. Maka, kami masih melihat ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year tahun 2022 ini,” kata Faisal dalam rilisnya, Minggu (4/9/2022).

Dampak kedua yaitu inflasi diprediksi berada kisaran 6,27 persen pada 2022. “Naiknya ketiga jenis BBM sudah pasti akan mengerek inflasi,” ujar Faisal.

Berdasarkan perhitungan Bank Mandiri, jelasnya, kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan pertamax sebesar 16 persen secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt.

Sementara itu, kenaikan harga solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi.

Hitungan tersebut menurutnya, sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM secara langsung. Juga second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, Bank Mandiri memproyeksikan inflasi pada akhir 2022 bakal berada pada kisaran 6,27 persen atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal sebesar 4,60 persen.Sementara inflasi inti diperkirakan berada pada kisaran 4,35 persen hingga akhir tahun ini.

Faisal juga catatan, terdapat empat bulan berjalan sisa 2022. Sehingga menurutnya, dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada 2023 terutama pada semester pertama.

Hal tersebut, disebabkan adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga.

“Bank Mandiri melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 persen hingga 4 persen,” kata Faisal.

Adapun dampak ketiga adalah suku bunga acuan. Bank Indonesia (BI) diprediksi kenaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar maksimal 100 bps pada sisa 2022.

Ia menyatakan bahwa kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persen tahun ini dan inflasi inti ke atas target range akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI7DRRR sebesar maksimal maksimal 100 bps ke 4,75 persen pada sisa 2022.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan asumsi awal Bank Mandiri sebesar 50 bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM subsidi.

“Kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I 2022 juga bakal membuka peluang Bank Indonesia untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal 2023,” pungkasnya. (S1).

pasang iklan di sini