Peluang News, Jakarta – Tak hanya memberikan pembiayaan atau kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM), Teten Masduki mendukung agar industri perbankan dapat juga menjadi enabler atau fasilitator pembangun ekosistem bisnis bagi UMKM.
Ia mengatakan, hal ini salah satunya termasuk dengan menyediakan pasar hingga mendorong UMKM agar menjadi bagian dari rantai pasok industri di tanah air.
“UMKM di Indonesia ini kan rata-rata bersifat mandiri sehingga masih sulit untuk masuk menjadi bagian dari suppy chain industri. Sedangkan misalnya, UMKM di Korea Selatan mereka tidak takut tak dapat pembiayaan karena mereka sudah menjadi bagian dari industri,” ujar Teten Masduki dalam BCA UMKM Fest 2024 yang diselenggarakan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BCA) di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
“Bahkan, adanya penyelenggaraan BCA UMKM Fest ini juga bisa menjadi contoh upaya bank membangun ekosistem untuk masuk dalam supply chain industri,” imbuhnya.
Oleh karena itu, ia pun mengapresiasi BCA telah senantiasa membantu UMKM dari berbagai sisi, bukan hanya dari sisi pembiayaannya.
“Apalagi, sebagian besar UMKM di Indonesia ini dari sisi produksi disconnected dengan offtaker industri dan disconnected dengan pembiayaan. Jadi, BCA ini tak hanya menjadi bank tetapi juga enabler,” ucap Teten.
Selain itu, ia menjelaskan, setidaknya terdapat 30 juta UMKM yang belum terhubung dengan akses pembiayaan ke bank saat ini.
“Untuk itu, KemenKopUKM secara intens berkoordinasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menemukan solusi pendekatan lain dalam memudahkan UMKM agar terhubung dengan sumber pembiayaan,” tegasnya.
Hal ini dikarenakan, menurut Teten, para pelaku UMKM harus bisa mengakses kredit dengan tidak hanya mengandalkan satu data SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK, tetapi juga menggunakan data alternatif lewat history credit misalnya pembayaran listrik atau telepon, atau yang disebut dengan Innovative Credit Scoring (ICS).
“Oleh sebab itu, kami telah uji cobakan kepada 72 ribu data UMKM melalui data SLIK ditambah dengan data alternatif lain. Ternyata sebesar 74 persen dari UMKM tersebut layak dibiayai dengan tingkat rasio kredit macet atau NPL (Non Performing Loan) di level 0,6 persen atau di bawah 1 persen. Ini masih menarik UMKM bagi industri keuangan,” ungkapnya.
Untuk ICS sendiri, lanjut Teten, saat ini telah diterapkan di 145 negara. Meskipun belum bisa dlterapkan secara mandatory di Indonesia, tetapi OJK sedang membuat daftar sebanyak 17 perusahaan yang dapat menerapkan kombinasi data SLIK dengan data alternatif.
“Jadi, jika berjalan dengan baik ke depannya, maka bank akan semakin besar based nasabahnya. UMKM juga semakin memiliki akses market yang lebih luas,” tukasnya.