octa vaganza

Ternate, Nama Besar Kota Tua yang Kecil

Kota kecil berusia 760 tahun ini sarat dengan muatan sejarah. Namanya kerap disebut dalam satu rangkaian: Ternate—Ambon—Bandaneira. Ekspedisi puak Eropa mencari rempah-rempah ke sana berlanjut dengan penancapan kuku kolonialisme.

SECARA natural, Ternate merupakan sebuah kota pulau. Ia berada di kaki gunung vulkanik aktif bernama Gamalama. Bentukan kota tua ini bergaya Eropa, yang merupakan sentuhan tangan para penjajah: Portugis, Spanyol dan Belanda. Seperti format kebanyakan kota kolonial puak Eropa, pusat kota Ternate ditandai dengan adanya alun-alun yang dikelilingi berbagai bangunan infrastruktur kota seperti pengadilan, pasar, termasuk Kedaton Kesultanan Ternate.

Keberadaan Kota Ternate bermula dari berdirinya Kesultanan Ternate pada sekitar abad ke-13. Kesultanan ini sejak awal menjadikan Ternate sebagai pusat pemerintahannya. Imperium pengibar panji-panji Islami ini kemudian tumbuh jadi sebuah kekuatan besar di timur Nusantara. Daerah kekuasaannya mencapai wilayah Kepualauan Marshall di Filipina.

Diusirnya bangsa Portugis dari Ternate oleh Sultan Baabullah kerap dikatakan telah menunda penjajahan di Nusantara selama 100 tahun. Kisah inilah yang kemudian menjadi dasar penentuan tanggal kelahiran Kota Ternate; 29 Desember, adapun tahun 1250 Masehi diambil dari awal berkiprahnya Kesultanan Ternate.

Nama Ternate merupakan pengembangan dari sebutan Tarinata. Berawal dari sebuah wilayah yang bernama Gapi. Karakter penduduk asli Gapi ini konon begitu keras bahkan agak kasar. Dalam bahasa lokal, watak seperti ini disebut Tarinata. Pembawaan yang keras tersebut agaknya terkait dengan warisan alam dari Gunung Gamalama yang berada tepat di tengah pulau. Karakter masyarakat Ternate dewasa ini sejatinya sama sekali tidak demikian.

Ternate itu sebuah kota kecil, padat, dan tidak bisa lagi dikembangkan. Lagipula, wilayahnya di hamparan gunung berapi. Jumlah penduduk kota dewasa ini sudah sedemikian padat. Banyak pendatang berasal dari Sulawesi, Ambon, Jawa yang merantau ke kota ini. Sejak berpisah dari Maluku pada 1999, Kabupaten Maluku Utara berubah menjadi provinsi dengan ibu kota sementara di Kota Ternate. Pemindahan ibu kota Provinsi Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi ditetapkan pada 4 Agustus 2010.

Alasan pemindahan Ternate ke Sofifi yang posisinya merangkap ibu kota provinsi pemekaran, Maluku Utara, sangatlah logis. Secara ekonomi, Sofifi berada pada poros daratan Pulau Halmahera. Meski begitu, roda perekonomian Maluku Utara tetap berpusat di Ternate yang infrastruktur dan aksesibilitasnya lebih solid. Alhasil, Ternate menjadi ibu kota Provinsi Maluku Utara secara de facto dari 1999 hingga 2010.

Kota Ternate dikenal sebagai kota kepulauan dengan luas wilayah 542.736 km². Hanya butuh waktu sekitar 1 jam berkendara untuk mengitari keseluruhan wilayah pulau, tapi pesona Ternate tidak akan habis dieksplorasi dalam sehari. Populasinya 218.028 jiwa (per 2017). Mata pencaharian masyarakat mengolah lahan perkebunan dengan produksi rempah-rempah sebagai produk unggulan dan perikanan laut yang diperoleh di sekitar perairan pantai.

Untuk sampai di Ternate, dari Surabaya, butuh waktu sekitar empat jam perjalanan udara. Di Taman Nukila ini kalian bisa duduk bersantai sambil menikmati keindahan pemandangan laut dan pulau Tidore dengan kapal-kapal yang berlalu lalang. Sambil mendengarkan alunan musik local di bawah pohon rindang, makan es kacang yang segar. Selain itu, tentu saja tersedia sejumlah lokasi bersejarah yang layak ditengok di sana.

Sebut saja Benteng Kalamata, yang dibangun oleh Portugis (Fransisco Serao) pada 1540. Benteng ini dipugar Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Pieter Both, pada 1609. Diduduki Spanyol pada 1625 setelah dikosongkan Geen Huigen Schapen (Portugis). Setelah ditinggal Spanyol, benteng diduduki oleh Belanda, diperbaiki oleh Mayor Lutzow pada 1799. Bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya nasional ini dipugar pemerintah Indonesia pada 1994. Dua benteng terkenal lainnya adalah benteng Kastela dan Tolukko.

Lalu, Kedaton Sultan Ternate, yang dibangun pada 24 November 1813 oleh salah satu Sultan Ternate, Sultan Muhammad Ali. Sedangkan Masjid Sultan Ternate adalah sebuah masjid yang terletak di kawasan Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Sio, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate. Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kesultanan Islam pertama di kawasan timur Nusantara. Kesultanan Ternate mulai menganut Islam sejak raja ke-18, yaitu Kolano Marhum (1465-1486 M).

Di kota-pulau ini ada tiga danau. Yang terbesar dan paling misterius adalah Danau Tolire Besar. Danau ini berada di tengah-tengah hutan yang lebat. Airnya sangat tenang dan berwarna hijau. Danau Tolire Kecil terletak tak jauh dari situ. Seperti Danau Di Atas dan Danau Di Bawah di Sumatera Barat. Satu danau lagi yang memukau pemandangannya yaitu Danau Ngade. Inilah danau laguna yang posisinya dekat dengan laut tapi airnya tetap tawar. Karena lokasinya inilah yang membuat danau ini tampak indah jika difoto dari atas.

Sebagai kota sekaligus pulau yang berdiri sendiri di tengah laut, Ternate memiliki banyak sekali pantai-pantai yang indah. Saat malam hari, Ternate tua berubah menjadi kota yang hangat dan meriah. Bersantai di warung-warug pinggir laut saat malam bersama teman-teman sambil menikmati es Guraka dan Pisang goreng yang dicocol dengan sambal, kacang, dan ikan teri. Ditemani lantunan lagu Ambon dari warung dan angin sepoi yang sejuk, ombak yang berdesir di antara karang.

Di tengah kota, Taman Nukila menjadi ikon baru. Tidak jauh dari Taman Nukila, ada Pantai Falajava yang merupakan spot snorkeling favorit warga setempat. Juga tempat yang instragamable untuk berfoto karena terdapat landmark “I love Ternate” dengan latar langit biru cerah dengan awan putih bergerombol. Selain Pantai Falajava, Sulamadaha juga merupakan tempat snorkeling atau diving terkenal di Ternate.

Jika dilihat dari dataran tinggi, Kota Ternate terlihat paling indah saat malam hari karena lampu-lampunya yang berpendar, kontras dengan langit malam. Bahkan kerlip lampu-lampu kapal yang bertebaran di tengah laut terlihat menyatu dengan bintang karena tak terlihat batas antara laut dan langit.

Selain kekayaan rempah, Ternate juga menyimpan keanekaragaman hayati. Cendekiawan dunia Alfred Russel Wallace pernah tinggal selama 4 tahun di sini. Dari kota kecil inilah ia mengirim surat berisi hasil penelitiannya, yang kemudian dikenal dengan sebutan Letter from Ternate kepada Charles Darwin.

Sebagaimana erosi yang melanda berbagai etnis, kebiasaan gotong-royong masyarakat yang dulu kental pun kini memudar. Salah satunya tradisi Jaga Dandang. Kebiasaan guyub ini dilakukan tatkala berlangsung hajatan perkawinan atau tahlilan. Jika ada yang meninggal atau nikahan, biasanya yang memasak bukan perempuan melainkan laki-laki. Agak disayangkan bahwa keunikan budaya seperti itu kini sirna.

Ikon klasik Kota/Pulau Ternate masih eksis kokoh hingga mini adalah pohon cengkih Afo (Afo, Ternate: tua). Lokasinya di Kelurahan Tongole, Ternate Tengah. Pohon cengkih Afo berada di ketinggian 600 meter dpl. Di situ aslinya terdapat tiga pohon cengkih yang diyakini sebaai cengkih tertua di dunia. Dua di antaranya berusia 200, yang sebatang lagi 416 tahun. Hanya saja, pohon yang berusia 416 tahun sudah mati awal tahun 2000.●(dd)

Exit mobile version