Skema penyaluran subsidi energi mau diubah. Khususnya terkait subsidi bahan bakar minyak (BBM). Salah satu skema perubahan penyalurannya adalah dari subsidi berbasis pada produk menjadi subsidi berupa bantuan langsung tunai (BLT). Problemnya, selama ini masih banyak orang kaya dengan mobil mewah yang ‘minum’ BBM subsidi.
Tepatkah kebijakan itu? Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai, penyaluran subsidi BBM berbasis harga barang dan BLT adalah dua hal yang berbeda. Peralihan subsidi BLT mengandung dua kebijakan. Pertama, mencabut subsidi BBM sehingga otomatis harga bahan bakar akan berdasarkan harga keekonomian BBM. Kedua, anggaran subsidi tersebut dipakai untuk kebijakan BLT, terlepas apakah jumlahnya sama atau tidak.
“Jika dilihat secara makro, tetap masyarakat akan rugi lebih banyak, karena pencabutan subsidi akan berimbas kepada kenaikan harga energi sesuai dengan harga keekonomiannya,” tuturnya. Ronny menghitung, idealnya BLT yang diberikan untuk subsidi BBM adalah Rp180 ribu-Rp250 ribu/bulan/orang. Hal itu juga mengasumsikan kenaikan harga BBM menggerus pendapatan masyarakat sekitar Rp3.000/liter. Belum lagi mempertimbangkan pertambahan beban pengeluaran masyarakat akibat multiplier effect dari kenaikan harga BBM.
Inti dari perubahan skema subsidi energi BBM adalah pencabutan dari subsidi itu sendiri. Jika publik tak terlalu terganggu dengan kenaikan harga, maka BLT akan menjadi kebijakan basa-basi saja seperti yang sudah-sudah.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai subsidi energi diganti ke BLT di satu sisi bisa menghemat impor BBM, sekaligus memangkas signifikan anggaran subsidi BBM. Hal ini akan memaksa masyarakat menggunakan transportasi umum. Namun, pengguna BBM subsidi yang tidak semua berkategori miskin juga perlu diperhatikan.
Jika mekanismenya diubah, BLT perlu menyasar masyarakat rentan miskin dan aspiring middle class—orang yang sedang menuju kelas menengah mencapai 137,5 juta orang atau hampir 50 persen populasi. BLT kan cuma menyasar orang miskin. Sedangkan kelas menengah rentan bisa jatuh miskin akibat penghapusan subsidi BBM karena sebelumnya tidak masuk kategori miskin,” tutur Bhima. Maka, jika mekanisme perubahan skema subsidi energi ini belum siap, bisa berantakan di lapangan.●(Asyifa)