octa vaganza
Hukum  

Tepatkah Istilah Koperasi Gagal Bayar?

Bapak Untung  yang saya hormati, beberapa waktu ini sering muncul di media massa mainstream maupun media online yang menulis tentang adanya sejumlah koperasi mengalami gagal bayar. Menurut buku yang saya baca dikatakan bahwa koperasi didirikan dari, oleh dan untuk anggota. Artinya anggota itu adalah pemilik sekaligus pengguna jasa dan usaha koperasi. Jika anggota adalah pemilik apakah mungkin ada istilah gagal bayar itu?

Terima kasih atas penjelasannya. 

Yehezkiel Benifacindo

Mahasiswa Universitas Nusa Nipa Maumere

Kabupaten Sikka,  NTT.

Jawab:

Salam Koperasi…

Ada  2 (dua) hal penting yang bung Yehezkiel  persoalkan, yaitu soal ‘gagak bayar’ dan soal istilah ‘dari, oleh dan untuk anggota dalam berkoperasi.    Atas kedua persoalan dimaksud dengan ini kami sampaikan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, persoalan “apakah istilah gagal bayar berlaku untuk koperasi”, yang disampaikan oleh bung Yehezkiel  kiranya sangat aktual dan penting untuk kita simak bersama sesuai dengan regulasi koperasi yang berlaku saat ini.

Secara formal dapat dikatakan bahwa istilah “Gagal Bayar” tidak dikenal dan tidak diatur dalam regulasi koperasi maupun peraturan tentang kegiatan usaha Simpan Pinjam Koperasi. Namun demikian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi diatur bahwa KSP dan  USP dapat mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya.

Pada Pasal 28 ayat (2) PP tersebut  diatur bahwa KSP dan USP  dianggap mengalami kesulitan, apabila  salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:

  1. Terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
  2. Penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
  3. Jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan tabungan;
  4. Mengalami kerugian;
  5. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
  6. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan ketentuan ini maka dapat terjadi bahwa KSP dan USP mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, yang disebabkan karena penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan/atau mengalami kerugian.

Dalam kondisi tersebut, telah diatur pula tindakan dan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Menteri Koperasi selaku pembina dan pengawas KSP dan USP. 

Pada Pasal 28 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam hal KSP dan USP mengalami kesulitan yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;

b. Penggantian Pengelola;

c. Penggabungan dengan koperasi lain;

d. Penjualan sebagian aktiva tetap;

e. Tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua, Apa yang bung Yehezkiel  sampaikan bahwa dalam usaha Simpan Pinjam Koperasi hakekatnya dari, oleh dan untuk anggota adalah benar adanya. Hal itu juga diatur dalam PP No 9 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa  kegiatan usaha KSP dan USP  adalah:

  1. Menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
  2. Memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya. 

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, KSP dan USP mengutamakan pelayanan kepada anggota. Selain itu diatur pula bahwa dalam memberikan pinjaman, KSP dan USP wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.

Sebagai kegiatan usaha yang terkait dengan keuangan, maka KSP dan USP juga wajib menerapkan prinsip Kesehatan. Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait. Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

a.  Modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;

b.  Setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;

c.  Antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.

Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;

b. Ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun. 

Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

  1. Penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
  2. Ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang. 

Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

  1. Rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
  2. Ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.

Berdasarkan uraian terdahulu, maka perlu ditegaskan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Bahwa istilah gagal bayar tidak dikenal dalam regulasi koperasi dan usaha simpan pinjam koperasi di Indonesia.
  2. KSP dan USP wajib melaksanakan kegiatan usaha nya sesuai dengan prinsip koperasi dan kaidah usaha Simpan Pinjam Koperasi yang sehat dan berhati-hati, sehingga KSP dan USP dapat maju dan berkembang dengan baik di Indonesia.
  3. Gerakan Koperasi dan pemerintah cq Kementerian Koperasi dan UKM disarankan untuk membangun sistem simpan pinjam koperasi agar Simpan Pinjam Koperasi diakui dan masuk dalam sistem keuangan nasional dan sejajar dengan sistem perbankan.
  4. Sangat diperlukan untuk melan-jutkan penyusunan Grand Design Pemberdayaan serta Arsitektur Simpan Pinjam Koperasi yang pernah dilakukan pada tahun 2010.
  5. Sangat diperlukan untuk mem-bangun sistem mitigasi dan manajemen risiko untuk KSP dan USP Koperasi, antara lain dengan membentuk asuransi kredit dan penjaminan kredit untuk KSP dan USP koperasi. Sehubungan dengan keperluan itu, maka Pemerintah, cq Menteri Keuangan dan Menteri Koperasi disarankan untuk mengembalikan fungsi dan tugas PT. Jamkrindo sesuai dengan tujuan pembentukannya, yaitu melanjutkan tugas dan fungsi Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) yang dibentuk pada awal 1980 a/n oleh Kementerian Koperasi.
  6. Setiap  KSP  dan  USP Koperasi wajib menyisihkan Sisa Hasil Usahanya untuk memupuk Dana cadangannya sehingga mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat mengalami kerugian.

Demikian tanggapan saya, semoga dapat menjadi jelas dan bermanfaat.

Salam, UTB.

Exit mobile version