hayed consulting
hayed consulting
lpdb koperasi
UMKM  

Tenun Lurik Prasojo, Menenun Tradisi Menuju Panggung Dunia

Maharani Setiawan, generasi ketiga Tenun Lurik Prasojo. Foto: Ratih
Maharani Setiawan, generasi ketiga Tenun Lurik Prasojo. Foto: Ratih

PeluangNews, Jakarta-Keberadaan tenun lurik di Jawa Tengah telah lama menjadi bagian dari denyut budaya masyarakat, khususnya di wilayah Solo, Klaten, dan Yogyakarta. Dari kawasan inilah Tenun Lurik Prasojo lahir dan bertahan lintas zaman, sejak pertama kali berdiri pada 1950 hingga kini memasuki generasi ketiga.

Pemilik Lurik Prasojo, Maharani Setiawan, mengatakan usaha keluarga ini telah melalui perjalanan panjang. “Tenun Lurik Prasojo sudah berdiri sejak tahun 1950 dan sekarang sudah masuk generasi ketiga. Generasi pertama dan kedua fokusnya pabrik, sedangkan generasi ketiga mulai mengembangkan ke retail,” kata Maharani, saat ditemui PeluangNews, di acara Holding UMKM Expo 2025, di SMESCO, Jakarta, Senin (22/12/2025).

Di tangan generasi ketiga, lurik tak lagi hanya berupa kain. Prasojo kini memiliki retail dan showroom dengan produk yang jauh lebih beragam. “Sekarang produknya tidak hanya kain, tapi sudah masuk ke fashion dan perlengkapan non-fashion seperti tas, sepatu, topi, sampai souvenir,” kata Maharani.

Pengembangan produk ini juga melibatkan banyak pelaku UMKM lain. Maharani menyebut pihaknya menggandeng perajin untuk mengolah lurik menjadi produk turunan. “Kami bekerja sama dengan banyak UMKM. Jadi ada sepatu dari lurik, tas dari lurik, topi dari lurik, semuanya berbahan kain yang kami produksi,” ucapnya.

Untuk pasar internasional, Lurik Prasojo mencatat ekspor perdana pada 2024 ke Thailand. “Ekspor pertama kami ke Thailand tahun 2024, tapi masih untuk bahan luriknya, belum fashion,” kata Maharani. Ekspor tersebut berawal dari kunjungan wisatawan Thailand ke showroom Prasojo di Pedan, Klaten, Jawa Tengah. “Setelah itu ada juga order retail lewat email yang minta diekspor,” tambahnya.

Tenun Lurik Prasojo. Foto: Ratih
Tenun Lurik Prasojo. Foto: Ratih

Maharani menuturkan sejarah lurik di Klaten tak lepas dari kebijakan pemerintah di masa lalu. “Dulu ada jalur sutra di Solo, Klaten, dan Jogja. Di Solo fokus batik dan mori, Klaten didukung untuk lawen, dan Jogja untuk kain. Sejak zaman eyang, Klaten dan Jogja sudah dikenal sebagai sentra lurik,” jelasnya.

Seiring waktu, Prasojo berani melangkah maju. “Generasi pertama mulai ekspansi ke alat tenun bukan mesin, lalu tahun 1968 beralih ke alat tenun mesin. Padahal waktu itu listrik belum mendukung, tapi eyang sudah punya visi bahwa lurik harus diproduksi massal karena sandang itu kebutuhan pokok,” ujar Maharani.

Inovasi menjadi kunci agar lurik tetap relevan. Maharani mengakui selama ini lurik kerap dianggap kuno. “Orang tahunya lurik itu jadul, dipakai abdi dalem keraton. Tapi kami berinovasi supaya lurik bisa mengikuti pangsa pasar luar,” katanya.

Berbagai inovasi pun dilakukan, mulai dari lurik batik hingga lurik ikat. “Kami membuat batik di atas kain lurik, ada juga sibori lurik, dan lurik ikat. Kalau batik itu membatik di atas kain, kami membatik di atas benang,” jelasnya. Proses tersebut disebut cukup rumit karena benang harus diikat dan dicelup warna sebelum ditenun.

Salah satu inovasi Prasojo bahkan menggunakan benang bersertifikat halal. “Ini lurik dengan benang bersertifikat halal yang kemarin dibawa Kementerian Agama melalui BPJPH ke Indonesia Global Halal Fashion. Kami ikut Milan City Fashion Week dan Paris City Fashion Week,” kata Maharani.

Saat ini, Lurik Prasojo juga tengah mengikuti kurasi untuk memperluas pasar. “Kami masih dikurasi untuk ke Dubai, juga untuk beberapa lokasi di Indonesia,” ujarnya. Harapan besarnya justru dimulai dari dalam negeri.

“Harapan kami, lurik bisa lebih banyak dipakai di Indonesia. Tenun lurik itu salah satu tenun nasional. Kami ingin instansi pemerintah mulai menggunakan tenun, tidak hanya batik,” kata Maharani.

Menurutnya, kecintaan pada produk budaya harus diwujudkan secara nyata. “Karena mencintai itu tidak cukup kalau belum memakainya,” tutupnya.

 

pasang iklan di sini
octa vaganza