hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan Mendukung Penurunan Karbon

BOGOR—-Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Haris Syahbudin mengakui peluang sektor pertanian dalam penurunan emisi gas rumah kaca belum terlalu besar. Saat ini Kementan masih lebih fokus bagaimana menghindari pertanian dari korban perubahan iklim itu sendiri.

Di satu sisi perubahan iklim dan emisi karbon merupakan salah satu isu yang cukup ramai dibicarakan belakangan ini. Dampak perubahan iklim sudah sangat dirasakan pada setiap aspek kehidupan manusia, salah satunya sektor pertanian. Untuk mengatasi perubahan iklim, inovasi teknologi di bidang pertanian sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan rendah karbon.

Sektor pertanian mempunyai tiga posisi dalam perubahan iklim. Pertama , sektor pertanian sebagai korban perubahan iklim. Kedua, sektor pertanian memiliki peluang dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). 

Ketiga, sektor pertanian sebagai salah satu sumber emisi GRK seperti pemanfaatan pupuk, pengelolaan air, aktivitas peternakan dan sebagainya,” tutur Haris saat menjadi pembicara dalam Ngobrol Asyik Via Online (Brokoli) yang mengangkat tema Kementerian Pertanian Mendukung Pembangunan Rendah Karbon pada Rabu (16/12/20).

Lanjut dia, dampak perubahan iklim bersifat kontinu, diskontinu, dan permanen. Dampak kontinu antara lain kenaikan suhu udara, perubahan hujan, kenaikan salinitas air tanah, menurunkan produktivitas, mengubah pola tanam, dan indeks pertanaman.

Dampak diskontinu antara lain meningkatnya gagal panen karena meningkatnya frekuensi dan intensitas iklim ekstrem, serta ledakan hama/penyakit. Dampak permanen diantaranya berkurangnya luas lahan pertanian di pesisir pantai akibat meningkatnya muka air laut.

Imbas perubahan iklim terhadap tanaman sangat multiplier effect. Peningkatan suhu bisa mengakibatkan penurunan produktivitas, peningkatan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan sebagainya. Ini berdampak pada seluruh tanaman pangan, sayuran dan hortikultura, serta peternakan.

Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi serta penyebarluasan informasi dan implementasi merupakan aspek kunci untuk meningkatkan produktivitas ramah lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim.

Teknologi tersebut misalnya pemetaan wilayah rawan, penggunaan varietas unggul tanah kekeringan, rendaman, dan salinitas, penyesuaian waktu dan pola tanam, teknologi panen hujan, teknologi irigasi, pengembangan sistem informasi dan smart farming, dan lain-lain.

Beberapa varietas padi adaptif perubahan iklim telah dihasilkan oleh Balitbangtan diantaranya padi toleran rendaman (Inpara 3, Inpara 4, Inpara 29 Rendaman, dan Inpara 30-Ciherang Sub1), padi toleran kekeringan (Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, Inpago 38 Agritan, dan Inpago 39 Agritan), serta padi sawah umur genjah tanah OPT (Inpari 12, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 19, dan Inpari 20).

Selain padi, Balitbangtan menghasilkan varietas jagung, kedelai, kentang, sayuran dan buah adaptif perubahan iklim.

Balitbangtan juga mengembangkan sistem integrasi ternak tanaman pangan yang ramah lingkungan, teknologi smart farming 4.0, teknologi panen air, teknologi irigasi, pompa radiasi surya, dan lain-lain.

Haris menekankan pentingnya peran penyuluh dalam mendiseminasikan dan meningkatkan adopsi dari teknologi-teknologi ramah lingkungan tersebut.

“Sementara, para peneliti berperan mengawal diseminasi tersebut untuk mengenalkan teknologi terbaru yang dimiliki oleh Kementerian Pertanian,” pungkasnya.

pasang iklan di sini