Jakarta (Peluang) : Pemerintah harus menimbang nasi para pekerja ekosistem pertembakauan dengan meninjau ulang kebijakan menaikan tarif cukai.
Sekertaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (Sekjen AMTI), Hananto Wibisono mengatakan, keputusan tarif cukai hasil (CTH) tembakau 2023 dan 2024 sebesar 20 persen menunjukkan pemerintah tidak secara cermat menimbang nasib para pekerja ekosistem pertembakauan.
Secara khusus, Hananto pun menyoroti tarif cukai hasil tembakau segmen sigaret kretek tangan, yang diputuskan naik lima persen akan mengakibatkan kontraksi serapan tenaga kerja.
Apalagi menurutnya, sejak pandemi Covid-19 hingga sekarang dalam ancaman resesi. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berbagai sektor terjadi, namun di ekosistem pertembakauan khususnya di segmen sigaret kretek tangan mampu menjaga keberlangsungan tenaga kerja dalam dua tahun terakhir.
Tercatat sebesar 95 persen adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga dalam sektor industri ini.
“Ada 95 persen kaum perempuan yang mengambil peran jadi tulang punggung keluarga. Namun memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau 2023 dan 2024, pemerintah sepertinya tidak mempertimbangkan hal ini,” kata Hananto dalam keterangan resminya, Senin (7/11/2022).
Ia menegaskan, pemerintah perlu menyadari ancaman resesi juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi ekosistem pertembakauan.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kenaikan tarif cukai tembakau akan memukul 6 juta tenaga kerja di dalam ekosistem pertembakauan. Dan tercatat ada 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, pekerja pabrik sigaret kretek tangan hingga industri yang terkena dampak keputusan ini.
Dengan enam juta tenaga kerja di ekosistem pertembakauan, itu berarti ada 24 juta penghidupan yang tergantung di dalamnya.
“Adanya besaran dua digit tarif CHT akan memukul enam juta tenaga kerja di dalam ekosistem pertembakauan,” ujarnya.
Padahal kata Hananto, realitanya elemen ekosistem pertembakauan yaitu segmen sigaret kretek tangan justru mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja.
Hananto berharap pemerintah dapat membuka mata atas situasi ini dan menunjukkan komitmen keberpihakannya. Dengan mempertimbangkan kembali besaran tarif cukai hasil tembakau segmen ini.
Kembali ia menjelaskan dari sisi hulu, petani tembakau dan cengkeh juga akan merasakan efek langsung dari keputusan tarif cukai hasil tembakau 2023.
Pada tahun 2022, para petani menghadapi kondisi cuaca yang membuat kuantitas serta kualitas hasil tembakau dan cengkeh tidak optimal. Ditambah lagi dengan kenaikan cukai hasil tembakau 2023 dan 2024, sehingga dipastikan akan menambah beban hidup para petani.
Karena secara otomatis, menurutnya, ketika cukai hasil tembakau naik, maka pabrikan akan berhitung untuk mengatur strategi yang berujung pada pengurangan jumlah serapan tembakau petani.
“Apalagi selama ini, segmen sigaret kretek tangan yang menyerap paling banyak tembakau dan cengkeh petani,” ujar Hananto.
Kendala lainnya lanjut dia, yaitu kondisi berbagai barang kebutuhan, pencabutan pupuk subsidi, dan resesi di depan mata, akan semakin mematikan mata pencaharian para petani.
“Tembakau sebagai tanaman semusim yang masih terus menjadi andalan petani semakin terlindas oleh kebijakan yang tidak berpihak,” tukas Hananto.
Maka itu, AMTI berharap pemerintah dapat meninjau ulang besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2023 dan 2024 demi kemaslahatan jutaan tenaga kerja di dalamnya.
Keputusan cukai hasil tembakau yang eksesif saat kondisi inflasi dan ancaman resesi. Hal ini menurutnya, dikhawatirkan justru akan mematikan seluruh penghidupan di ekosistem pertembakauan
“Situasinya saat ini, enam juta tenaga kerja di ekosistem pertembakauan dihantui oleh bayang-bayang pengurangan tenaga kerja, pabrikan dan industri yang sedang sekuat tenaga menjaga kestabilan operasional,” ungkapnya.
Selain itu tambahnya, pedagang UMKM skala kecil yang sedang bangkit hingga konsumen yang berupaya memulihkan daya beli akan merasakan dampak secara langsung dan menyeluruh akibat naiknya tarif cukai hasil tembakau.
“Kami mohon pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan ini, dan memberi kesempatan agar ekosistem pertembakauan
dapat pulih dan bertumbuh,” pungkasnya.