Jakarta (Peluang) : Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,3 persen, justru menunjukkan kekhawatiran atas kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
“Dari yang disampaikan pemerintah target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, kami melihat itu benar-benar terjadi awan gelap di tahun 2023,” kataTauhid dalam diskusi bertajuk ‘Arah Kebijakan Anggaran dan Ekonomi di Tahun Politik’, secara virtual, Selasa (16/8/2022).
Menurutnya, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu diambil dari batas bawah dari asumsi dasar makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/RAPBN 2023 yang disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR. Di mana pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,3 persen-5,9 persen.
“Pemerintah tidak optimis, pertumbuhan ekonomi berada di level 5,3 persen. Kalau optimis seharusnya 5,9 persen,” tukas Tauhid.
Tahun 2023, menurutnya, masih menjadi tahun yang cukup kritis karena dampak perang Rusia-Ukrania. Hal itu ditunjukkan dari harga minyak mentah (ICP) Indonesia di pasar dunia tahun 2023 yang diperkirakan berada pada kisaran 90 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.
Sementara itu, inflasi pada 2023 diupayakan tetap dijaga pada kisaran 3,3 persen dan defisit anggaran tahun 2023 yang direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp598,2 triliun.
Tauhid menilai jika asumsi makro yang ditetapkan cukup beralasan mengingat skenario konsolidasi APBN pada tahun depan ditunjukkan dengan defisit yang dipatok hampir Rp600 triliun,” ujarnya.
Begitu pula pengetatan ekspansi fiskal yang pada tahun depan semakin dibatasi, di mana belanja negara berkurang dibandingkan pada 2022 lalu.
Proyeksi belanja negara pada APBN 2022 direncanakan Rp3.106 triliun, sementara belanja di APBN 2023 hanya sebesar Rp3.041 triliun.
“Melihat proyeksi itu, saya kira tahun depan akan terjadi stagnasi ekonomi. Ini harus diwaspadai terutama oleh masyarakat bawah,” ujarnya.
Karena tampaknya kondisi tersebut menurut Tauhid, akan terjadi pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup signifikan dengan keterbatasan anggaran akibat konsolidasi fiskal di tahun 2023.(sr).