Tarakan punya ladang minyak, tambang, dan gas yang besar. Faktor itu pula yang menjadi alasan Belanda dan Jepang mendarat di Tarakan di masa lalu. Kota ini berperan strategis selama Perang Dunia II.
Di ujung utara Pulau Kalimantan, di Wilayah Provinsi Kalimantan Utara, terdapat sebuah kota bernama Tarakan. Itulah kota paling utara dalam yurisdiksi NKRI. Menurut legenda, nama Tarakan berasal dari bahasa Tidung, yaitu Tarak (bertemu) dan Ngakan (makan). Secara harfiah dapat diartikan “Tempat makan dan bertemu”. Jadi, Tarakan secara umum bermakna tempat persinggahan, lokasi istirahat, titik transit, dan ajang barter bagi para nelayan yang datang dari Kerajaan Tidung.
Tarakan dikenal memiliki julukan Bumi Paguntaka. Dengan wilayah seluas 250,80 km² dan jumlah penduduk 280.215 jiwa (2020), Tarakan menjadi daerah dengan mobilitas tertinggi di antara daerah-daerah lain di wilayah Kalimantan Utara. Santer disebut-sebut sebagai calon ibu kota Pr0vnsi Kaltara, meski yang kemudian ditetapkan adalah Tanjung Selor.
Letak dan posisinya yang stategis serta melimpahnya sumber daya alam menjadikan magnitude Tarakan begitu kuat di mata puak kolonial Belanda. Terlebih ketika pada tahun 1896, sebuah perusahaan minyak BPM (Bataavishe Petroleum Maatchapij) menemukan adanya sumber minyak di sana.
Pada 1905, bisnis pengolahan minyak ini dikuasai oleh Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij. Perusahaan ini pendahulu Royal Dutch Shell. Produksi minyak di Tarakan terus mebaik, hingga mencapai 350.000 barel/bulan bulan pada awal 1944. Di hitung per tahun, produksinya lebih dari 5 juta barel. Jumlah ini sepertiga dari total produksi minyak di seluruh Hindia Belanda.
Sejak saat itu, lumrah saja jika pemerintah Belanda mulai mendatangkan tenaga kerja dari Jawa. Mereka berkepentingan meningkatkan produktivitas pengeboran minyak di sana. Produksi minyak bumi dari Tarakan secara bertahap meningkat. Sampai saat ini, aktivitas pengeboran minyak di khazanah Tarakan tak pernah benar-benar senyap. Di berbagai penjuru kota sejumlah dijumpai pompa angguk klasik yang masih beroperasi.
Jejak sejarah budaya tentang kota ini cukup panjang. Bermula dari tahun 1076 Masehi sampai dengan 1557 Masehi. Masa itulah di negeri ini diperintah oleh Kerajaan Tidung yang menjadi cikal bakal peradaban di Wilayah Kalimantan Utara. Diawali oleh kepemimpinan Amiril Rasyd dan berakhir pada saat dipimpin oleh Datoe Adil. Hingga saat ini, nama Datu Adil diabadikan sebagai nama bangunan stadion yang merupakan salah satu ikon di Kota Tarakan.
Bangunan bersejarah peninggalan Kerajaan Suku Tidung pun hingga kini masih berdiri tegak. Bangunan yang dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata populer yaitu Balai Adat dan Budaya Tidung serta Baloy Adat Mayo. Keduanya menawarkan daya tarik yang sama bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Dan lokasi kedua bangunan tersebut berbeda dimana Balai Adat dan Budaya Tidung berada di Kampung Enam, Tarakan Timur sedangkan Baloy Adat Mayo berada di Karang Harapan, Tarakan Barat.
Tarakan juga memiliki festival rutin yang sering digelar oleh masyarakat Suku Tidung. Upacara tradisional tersebut adalah Festival Iraw Tengkayu. Festival ini berupa upacara ritual dengan menghanyutkan sesaji ke laut dan berbagai macam perlombaan. Pergelaran ini biasanya dilaksanakan di Pantai Amal, Kota Tarakan. Iraw Tengkayu merupakan warisan adat suku asli Tidung sebagai rasa syukur atas rezeki dari Tuhan.
Iraw Tengkayu memiliki dua arti kata, yang diambil dari bahasa Tidung. Iraw yang berarti perayaan atau pesta, sedangkan Tengkayu adalah pulau kecil yang dikelilingi oleh laut. Yang dimaksud pulau kecil di sini adalah Pulau Tarakan. Inti dari Festival Iraw Tengkayu yang sudah berlangsung turun-temurun ini adalah arak-arakan perahu hias Padaw Tuju Dulung, berkeliling kota. Perayaan festival ini dilaksanakan setiap dua tahun sekali, bertepatan dengan hari jadi kota Tarakan, 15 Desember.
Selain sebagai destinasi wisata budaya, Tarakan juga memiliki destinasi dengan daya tariknya sendiri-sendiri. Di antaranya, Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) atau lebih dikenal dengan Hutan Mangrove yang Tarakan terletak di Karang Rejo, Tarakan Barat. Kawasan seluas 22 hektare ini menghimpun beraneka ragam flora dan fauna. Ada bekantan, satwa pemalu yg sering disebut ‘Monyet Belanda’ di Tarakan.
Destinasi wisata lain yang menjadi favorit masyarakat Kota Tarakan yaitu Pantai Amal Lama. Keistimewaannya, selain menikmati pemandangan pantai dan sejuknya angin laut, pengunjung bisa menikmati kuliner yang ditawarkan oleh penduduk lokal. Menu terkenal dan menjadi andalan di Pantai Amal adalah Kerang Kapah, selain udang goreng, buras dan gorengan. Menikmati senja dan bersantai di Pantai Amal dapat menjadi pilihan untuk menghabiskan waktu yang menyenangkan.
Kota terbesar di Provinsi Kaltara. Kota ini memiliki luas wilayah sebesar 677,53 km². Tapi banyak hal menarik lain tentang Tarakan. Dilansir dari beragam sumber, berikut beberapa fakta menarik seputar Tarakan. Berkat pembangunan kota yang cukup pesat, Tarakan dinobatkan sebagai kota terkaya ke-17 di Indonesia, Kota Tarakan juga menjadi salah satu pintu gerbang pembangunan di Kalimantan Utara.
Tarakan punya ladang minyak, tambang, dan gas yang besar. Faktor itu pula yang menjadi alasan kuat Belanda dan Jepang mendarat di Kota Tarakan. Tentu saja mereka berusaha menguasainya. Hal ini menjelaskan mengapa Kota Tarakan berperan strategis selama Perang Dunia II. Bahkan pernah menjadi salah satu target prioritas pendudukan Jepang pada awal perang.
Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) atau lebih dikenal dengan Hutan Mangrove Tarakan terletak di Karang Rejo, Tarakan Barat, Kota Tarakan. Kawasan seluas 22 hektare ini menyimpan beraneka ragam flora dan fauna di dalamnya. Kandungan lain di cukup khas di daerah ini terdapat satwa pemalu berjuluk ‘Monyet Belanda’. Jumlahnya ditaksir tinggal sedikit, sekitar 37 ekor. Makanan asli dari satwa tersebut bukanlah pisang, melainkan pucuk daun mangrove tertentu atau pucuk bakau yang tumbuh subur di tempat ini.
Pada 2020 lalu, Tarakan terpilih sebagai peraih penghargaan Natamukti 2020 yang digelar oleh International Council for Small Business (ICSB) Indonesia City Award 2020, bersama Menkopdan UKM. Penghargaan itu diberikan karena Tarakan punya kepedulian atau perhatian dalam pengembangan UMKM di wilayahnya. Alasan lainnya, boleh jadi, karena pesatnya tingkat perkembangan kafe-kafe di sepanjang jalanan. Tak berlebihan jika Tarakan dianugerahi julukan sebagai ‘Kota Seribu Kafe’.●(Zian)