Jakarta (Peluang) : Saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 502 triliun. Tanpa ada penyesuaian kebijakan, angka itu bisa meningkat Rp 550 triliun lebih pada akhir tahun 2022.
Pemerintah masih menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Hal itu dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia mengatakan, pemerintah masih menyusun skema penyesuaian harga untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN.
“Tingginya harga minyak mentah dunia mendorong meningkatnya harga jual Pertalite dan solar berdampak pada kenaikan subsidi dan kompensasi energi,” kata Luhut, dalam rilisnya, Minggu (21/8/2022).
Luhut memastikan pemerintah akan memperhitungkan rencana ini dengan sangat hati-hati. Karena menurutnya, perubahan kebijakan subsidi dan kompensasi energi perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti tingkat inflasi, kondisi fiskal, dan pemulihan ekonomi.
Hal tersebut sangat penting untuk menjaga stabilitas negara di tengah ketidakpastian global.
“Anggaran subsidi dan kompensasi energi nantinya bisa dialihkan ke sektor lain dan masyarakat kurang mampu mendapat program kompensasi,” tambahnya.
Dalam upaya mengurangi subsidi dan kompensasi energi, pemerintah akan melakukan langkah-langkah lain seperti percepatan B40 dan adopsi kendaraan listrik.
“Keputusan akhir di tangan Presiden. Namun, langkah awal perlu dilakukan adalah memastikan pasokan Pertamina untuk Pertalite dan Solar tetap lancar distribusinya,” pungkas mantan menteri Perindustriaan dan Perdagangan. (s1).