Peluang news, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Brahma Aryana.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).
Suhartoyo menjelaskan, ditolaknya gugatan tersebut telah diputuskan oleh delapan hakim konstitusi melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Untuk alasannya, permohonan perkara dengan Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu dinilai tidak beralasan menurut hukum.
Sebagai informasi, penolakan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang majelis hakim tanpa diikuti oleh satu hakim konstitusi yaitu Anwar Usman.
Hal ini dikarenakan paman dari Gibran Rakabuming Raka ini telah terbukti melakukan pelanggaran berat atas pelanggaran kode etik dalam memutus perkara putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Oleh karena itu, ia diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua MK serta dinonaktifkan dalam pemeriksaan sidang perkara Pemilihan Presiden dan Pemilu 2024.
Sebelumnya, Brahma Aryana mengajukan gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah diputuskan melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.
Dalam gugatannya, Brahma meminta kepada para hakim MK untuk kembali menguji konstitusionalitas terhadap Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Ia meminta agar hanya pejabat level gubernur yang belum berusia 40 tahun saja yang bisa mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, bukan kepala daerah yang berada di bawah level gubernur.
Diketahui, gugatan ini dilatar belakangi oleh banyaknya pro-kontra dalam putusan MK yang sebelumnya.
Harapannya, pengujian ulang ini bisa menghasilkan solusi yang dapat memperbaiki polemik dan kekeliruan dalam Amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.