octa vaganza
Fokus  

Tambal Defisit, Cukai Rokok Melejit

Untuk mengantisipasi berkurangnya penerimaan akibat pemburukan ekonomi global pada tahun depan, Pemerintah menempuh kebijakan kagetan dengan mengerek kenaikan tarif cukai rokok yang dinilai terlalu tinggi.

Dari tahun ke tahun, defisit anggaran terus membengkak. Ini disebabkan realisasi penerimaan  yang selalu meleset dari target. Sementara, pada sisi lain anggaran belanja terus bertambah. Akibatnya, keuangan negara selalu tekor.

Dalam APBN 2020, target defisit anggaran sebesar Rp307,2 triliun atau setara 1,76% Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit berasal dari belanja negara yang dipatok Rp2.540,4 triliun dan pendapatan negara Rp2.233,2 triliun. Jumlah defisit itu naik dari target 2019 yang sebesar Rp296 triliun, atau 1,84% dari PDB.

Untuk mengatasi defisit, Pemerintah bakal menggenjot penerimaan. Salah satunya dengan menaikkan cukai rokok. Pemerintah dan DPR telah menyepakati kenaikan cukai rokok sebesar 23% pada 2020. Dengan kenaikan itu, target penerimaan cukai disepakati mencapai Rp180,5 triliun. “Kenaikan target cukai rokok diusahakan semaksimal mungkin dari optimalisasi pemberantasan rokok ilegal,” ujar ketua Panja Said Abdullah saat membacakan kesimpulan Panja.

Target penerimaan cukai Rp 180,5 triliun pada 2020 yang disepakati Panja lebih besar dari usulan awalnya Rp179,2 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Target tersebut juga lebih tinggal dari target penerimaan cukai pada APBN 2019 yang hanya Rp165,5 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dengan kenaikan cukai rokok ini maka otomatis harga jual rokok eceran juga naik sebesar 35%. “Kenaikan cukai dan harga jual eceran ini mulai berlaku 1 Januari 2020 dan akan ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK),” ujar Menkeu.

Ada tiga pertimbangan yang mendasari kenaikan cukai tersebut. Pertama, untuk mengurangi konsumsi, mengatur industrinya, dan meningkatkan penerimaan negara. Jika dicermati, dalam lima tahun terakhir tarif cukai rokok selalu naik, kecuali pada 2019.

Dari ketiga alasan Pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok, faktor menaikkan pendapatan yang lebih besar. Sebab, selama ini kenaikan tarif cukai tidak memengaruhi penjualan rokok. Bahkan, ongkos produksinya pun tidak terpengaruh karena dibebankan kepada konsumen.

Meski harga rokok akan naik, namun permintaan konsumen diprediksi akan tetap. Ini karena rokok termasuk barang inelastis yang tidak terpengaruh harga. Artinya, seberapa mahal pun kenaikan rokok tetap ada pembelinya. Sifat candu sulit dihilangkan pada perokok, apalagi yang kelas berat. Yang paling mungkin adalah pergeseran dari merek rokok yang mahal ke yang lebih murah, atau bahkan rokok tanpa merek.

Selain itu, filosofi cukai sebenarnya adalah pengendalian peredaran barang yang membahayakan kesehatan. Sehingga kurang tepat jika digunakan sebagai instrumen menggenjot pendapatan negara. Terlebih, ada potensi para produsen rokok akan melakukan efisiensi dengan PHK. Kehilangan pekerjaan, tentu akan menambah berat beban masyarakat yang saat ini sudah dikepung dengan berbagai kenaikan harga-harga.

Kebijakan Kagetan

Keputusan menaikkan cukai rokok secara drastis mendapat kritikan dari ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira. Ia  mengatakan, rencana kenaikan cukai ini terlalu tinggi dan akan memberi dampak negatif terhadap petani.

“Pemerintah belum punya roadmap yang jelas. Kan harusnya kalau mau dinaikkan konsisten bertahap mengikuti inflasi,” ujar Bhima.

Kebijakan pemerintah, kata Bima, sebagai kebijakan kagetan. Ini karena kenaikan cukai biasanya dilakukan bertahap dari tahun ke tahun bukan mendadak langsung naik drastis seperti sekarang.

Lebih jauh, Indef menilai kenaikan cukai rokok hanya akal-akalan pemerintah untuk menarik lebih banyak penerimaan dari masyarakat. Pada sisi lain, pemerintah tidak percaya diri dengan sumber penerimaan konvensional seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan komoditas.

Prediksi memburuknya perekonomian global yang akan berdampak terhadap domestik juga turut berpengaruh. Kenaikan cukai rokok ditargetkan sebagai pengganti potensi pendapatan konvensional yang  kemungkinan besar menurun. Dengan kata lain, tarif cukai rokok yang terlalu tinggi hanya dijadikan tumbal untuk menambal berkurangnya pendapatan negara.  (Kur).

Exit mobile version