BANYUWANGI— Data Dinas Pertanian dan Pangan, pada 2020, Banyuwangi menghasilkan 788.971 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 495.079 ton beras. Sementara tingkat konsumsi beras sebesar 165.411 ton. Sehingga pada 2020 terdapat surplus 329.668 ton beras.
Memasuki masa Januari-Maret 2021, data Dinas Pertanian dan Pangan juga menyebutkan, produksi GKG Banyuwangi sebesar 158.892 ton atau setara 99.705 ton beras. Adapun tingkat konsumsi Januari-Maret 2021 sebesar 41.415 ton, sehingga terdapat surplus 58.290 ton beras.
Pada 2021 ini Banyuwangi targetkan produksi sekitar 491.000 ton beras, lalu tingkat konsumsi sekitar 165.000 ton, maka ada surplus 325.000 ton beras.
Berdasarkan hal itu Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan, daerahnya surplus beras. Dia tidak mau beras impor masuk ke kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut.
“Banyuwangi tidak perlu impor beras. Kami selalu surplus, bahkan beras Banyuwangi dikirim ke berbagai daerah. Kemarin sudah saya rapatkan dengan dinas terkait, kita hitung neraca beras, dan jelas bahwa tidak perlu beras impor masuk daerah ini,” ucap Ipuk tegas, Selasa (23/3/21).
Bupati mengintakan jika beras impor masuk ke daerah sentra pangan seperti Banyuwangi, bisa berakibat pada turunnya harga gabah petani.
Ipuk menambahkan, untuk meningkatkan nilai tambah petani, kini pihaknya mendorong pengembangan beras organik.
“Sejumlah lahan beras organik kini terus dikembangkan di Banyuwangi. Pemkab Banyuwangi juga memberi bantuan pupuk organik secara merata ke seluruh kecamatan dan desa,” pungkas Ipuk.