hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Wisata  

Tak Ada Fort de Kock, Jam Gadang pun Jadi

Di pucuk menara Jam Gadang terdapat empat buah jam berukuran besar yang diameter masing-masing 80 sentimeter. Mesin Jam Gadang cuma ada dua di dunia. Saudara kembarnya adalah Big Ben, ikon Kota London.

TERKANDUNG banyak peninggalan dari masa pemerintahan Hindia-Belanda yang menjadi daya tarik wisata sejarah di Kota Bukittinggi. Sebut saja Jam Gadang yang menjadi ikon kota. Ada rumah (museum) kelahiran Co-Proklamator, Bung Hatta. Ada benteng (Fort) de Kock. Ada kuliner keripik sanjai yang makin dikenal secara nasional. Yang paling fenomenal tentulah keberadaan Jam Gadang (jam besar) yang unik itu.

Nama Fort de Kock sebenarnya mengacu pada bukit dimana benteng ini didirikan di Bukit Jirek. Sebermula namanya  Benteng ‘Sterreschans’ yang artinya benteng pelindung. Didirikan pada 1826 atas perintah Johan Heinrich Conrad Bauer, komandan pasukan yang memimpin tentara Hindia-Belanda memasuki wilayah pedalaman Sumatera Barat. Selanjutnya diubah menjadi Fort de Kock. Nama ini didedikasikan kepada Hendrik Merkus Baron de Kock, pejabat Komandan Militer Hindia Belanda saat itu.

Keberadaan Fort de Kock di Kota Bukittinggi memang tidak dapat dipisahkan dari sejarah Perang Paderi (1803–1838). Pertikaian antara Kaum Adat yang masih berpegang adat lama dan Kaum Paderi yang berpegang pada syariat Islam berujung dengan masuknya tentara Hindia-Belanda ke dalam konflik tersebut. Kaum Adat melakukan blunder tatkala bersekutu dengan puak pendatang/penjarah Eropa yang kemudian menjadi penjajah.

Pemerintah Hindia-Belanda yang dimintai bantuan oleh Kaum Adat dengan leluasa mendirikan sejumlah benteng di wilayah dataran tinggi (darek) Minangkabau untuk mengalahkan Kaum Paderi. Belanda jadi leluasa membangun benteng pertahanan. Di antaranya Fort de Kock di Bukittinggi dan Fort van der Capellen di Batusangkar. Benteng ini dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Meriam tersebut berfungsi menahan laju serangan dan gempuran kelompok ulama yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol.

Perjanjian kerja sama antara Kaum Adat dan Hindia-Belanda tersebut pada akhirnya justru berbalik merugikan Kaum Adat sendiri dan jadi penyebab runtuhnya Kerajaan Pagaruyung. Dengan kata lain, patah dan kalahnya perlawanan pribumi justru bersumber dari kekerdilan berpikir Kaum Adat. Belanda tinggal membesarkan nyala api permusuhan yang terjadi di antara sesama anak bangsa.

Banyak destinasi wisata lain yang bisa dijumpai di sekitar Bukittinggi. Sebut saja Jembatan Limpapeh.  Ini sebuah jembatan di atas jalan Ahmad Yani, yang menghubungkan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi dengan benteng Fort de Kock. Bentangan jembatan ini panjangnya 90 m dan lebar 3,8 m.

Great Wall of Koto Gadang. Desainnya dibuat mirip dengan The Great Wall of China, dalam versi mini tentu saja. Butuh sekira 1.000 langkah dari Lubang Jepang di Bukittinggi menuju Koto Gadang di Agam. Janjang Koto Gadang menjanjikan pemandangan elok dari Ngarai Sihanok—sebuah lembah yang indah, hijau dan subur. Di bawahnya mengalir sebuah anak sungai yang berliku-liku. Janjang Koto Gadang ini menjadi kebanggaan masyarakat Minang. Tembok tersebut adalah ikon pariwisata Sumatera Barat selain rumah gadang dan Jam Gadang. Selain itu, juga ada Janjang Saribu (jenjang seribu anak tangga).

Museum Bung Hatta. Pembangunan dimulai 15 Januari 1995 dan diresmikan 12 Agustus 1995. Untuk kelengkapan rumah seperti kunci-kunci, grendel, dan tiang kuno didapat dari berbagai pihak dan masyarakat sekeliling sehingga tampilan rumah ini mendekati aslinya hunian Co-Proklamator Republik Indonesia itu.

Pasar Ateh (Atas). Pasar ini berada di sekitar kawasan Jam Gadang dan menjadi tempat berburu oleh-oleh. Pusat perdagangan merangfkap pasar wisata. Posisinya strategis dan mudah diakses dari Jam Gadang, Kebun Binatang Bukittinggi, dan Benteng Fort de Kock. Di sini tersedia berbagai macam souvenir dan makanan khas Sumatera Barat dengan harga yang sangat terjangkau.

JAM GADANG. Inilah landmark Kota Bukittinggi. Simbol khas Bukittinggi dan Sumatera Barat. Ada cerita unik dalam perjalanan sejarahnya. Yang paling kasat mata dapat ditelusuri dari ornamen pada Jam Gadang. Salah satu keunikan tersebut adalah angka 4 pada angka Romawi. Jika biasanya tertulis dengan IV, tapi di Jam Gadang yang tertera simbol IIII.

Mesin Jam Gadang cuma ada dua di dunia. Di dalam menara Jam Gadang terdapat empat buah jam berukuran besar yang diameter masing-masing mencapai 80 sentimeter. Empat jam raksasa itu didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda, melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Empat jam itu digerakkan oleh mesin yang hanya ada dua di dunia. Mesin satunya ada di dalam Big Ben, yang menjadi ikon Kota London.

Mesin dan jam pada Jam Gadang terletak pada satu tingkat di bawah tingkat menara paling atas. Di bagian lonceng, terdapat keterangan pabrik pembuat jam, yaitu Vortmann Relinghausen. Vortmann adalah nama belakang pembuat jam, yaitu Benhard Vortmann, sedangkan Relinghausen adalah nama kota di Jerman. Mesin Jam Gadang ini diproduksi pada tahun 1892.

Jam ini sejatinya merupakan hadiah dari Ratu Belanda untuk Rook Maker, sekretaris Fort de Kock atau Kota Bukittinggi saat ini. Menara Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926, diarsiteki Yazid Rajo Mangkuto. Adapun peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh putra sulung Rook Maker yang saat itu masih berusia 6 tahun. Sementara total biaya pembangunan Jam Gadang mencapai 3.000 gulden pada saat itu.

Sejak awal dibangun, Menara Jam Gadang telah mengalami setidaknya tiga kali perubahan dan penyesuaian pada bagian atap. Pada awalnya, atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap timur. Lalu atap Jam Gadang diubah pada masa pendudukan Jepang. Saat itu, atapnya diubah menjadi seperti bentuk pagoda. Perubahan ketiga terjadi pada setelah kemerdekaan. Atap Jam Gadang dibentuk gonjong, seperti atap rumah adat Minangkabau pada umumnya.

Bandul Jam Pernah Patah Bandul jam pada Jam Gadang pernah patah pada saat gempat terjadi di Sumatera Barat tahun 2007 silam. Diketahui, gempa itu berkekuatan 5,8-6,4 skala richter yang getarannya terasa hingga Malaysia dan Singapura. Akibat gempa itu, bandul penggerak Jam Gadang patah dan harus dilakukan penggantian. Sehingga, bandul jam yang disaksikan pengunjung saat ini merupakan bandul yang baru.

Penulisan Angka 4 Jam Gadang Angka-angka pada Jam Gadang ditulis dengan angka Romawi, mulai dari I-XII. Namun, ada yang menarik ketika penulisan angka 4 tidak sesuai dengan kaidah penulisan angka Romawi. Dalam kaidah penulisan angka Romawi, angka 4 ditulis dengan IV. Namun pada Jam Gadang, angka 4 ditulis dengan IIII. Sesuatu yang sangat tidak lazim.

Rupanya penulisan angka 4 yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan angka Romawi itu berasal dari ketakutan Belanda. Penulisan angka IV memiliki makna I Victory, yang berarti kemenangan (pribumi). Belanda khawatir, hal itu bisa menumbuhkan semangat perlawanan rakyat Bukittinggi sehingga akan mengalahkan mereka. Karena itu, Kerajaan Belanda memutuskan agar angka 4 ditulis dengan IIII dan bukan IV. Meski demikian, penjelasan terkait alasan penulisan angka 4 ini masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Cagar Budaya Saat ini Jam Gadang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Penetapan Jam Gadang sebagai Cagar Budaya ini dilakukan melalui SK Nomor PM.05/PW.007/MKP/2010, tertanggal 8 Januari 2010. Cagar Budaya sendiri merupakan warisan budaya berbentuk benda atau bangunan yang perlu dilestarikan keberadaannya. Pelestarian dilakukan lantaran bangunan-bangunan itu memiliki makna penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.

Jam Gadang terletak di pusat Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat. Lokasi tepatnya berada di Jalan Istana Kelurahan Bukit Cangang, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi. Denah dasar Jam Gadang seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara Jam Gadang memiliki tinggi 26 meter, yang terdiri dari beberapa tingkat. Jam Gadang berdiri anggun di daerah Pasar Atas. Di sana pengunjung bisa berbelanja oleh-oleh khas Jam Gadang seperti pakaian, kain, dan cenderamata khas Sumatera Barat. (Nay)

pasang iklan di sini