octa vaganza

Tahun Ini Targetkan Pembiayaan Rp 4 Triliun

Siapa bilang pembiayaan harus pakai agunan? Orang miskin tidak layak dibiayai? Belajarlah dari keberhasilan Komida yang sudah 15 tahun bergumul dengan anggota perempuan di tingkat akar rumput.

Sejak didirikan pada 28 Juni 2004, KSP Mitra Dhuafa  (Komida) yang awalnya bernama Yamida (Yayasan Mitra Dhuafa) konsisten memberdayakan perempuan berpenghasilan rendah, sebutan halus untuk kelompok miskin.

Bagi Slamet Riyadi Ketua Pengurus Komida, koperasi bukanlah lembaga ekonomi yang mengejar keuntungan ekonomi semata tetapi harus menjadi agen perubahan sosial. Terlebih dalam kondisi ketimpangan yang semakin membesar, koperasi, kata Slamet, seharusnya bisa lebih berperan. “Kami fokus pada pemberdayaan perempuan berpendapatan rendah untuk melakukan perubahan sosial ekonomi,” ujar Slamet.

Pilihan untuk memberdayakan kelompok perempuan marjinal melalui pembiayaan mengingatkan pada sosok Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh. Ini tidak keliru. Sebab, diakui Slamet, ia belajar dan mengadopsi langsung cara-cara sang peraih Nobel Perdamaian 2006, dalam memberdayakan kaum miskin.  Selama tiga bulan pria kelahiran Surakarta ini magang di tempat Yunus pada awal 2000-an.

Kesadaran baru pun muncul dibenaknya. Ternyata, orang miskin memiliki modal sosial yang kuat dan layak diberi pembiayaan. Ini jelas bertolak belakang dengan ilmu yang diperolehnya selama ini sebagai bankir. “Perjumpaan dengan Yunus di sebuah forum internasional menjadi titik balik kesadaran saya bahwa ternyata orang miskin sangat layak dibiayai,” ungkap Slamet.

Komida mulai berkiprah di Tanah Air dengan memulai kegiatan pendampingan untuk korban tsunami di Aceh dengan membuka kantor cabang pertama di Darussalam, Banda Aceh pada 2005.

Selama 15 tahun beroperasi, Komida masih konsisten dengan pola Grameen yaitu pembiayaan tanpa agunan. Hasilnya menarik, pembiayaan terus meningkat dan kredit bermasalahnya pun kecil. “Kunci sukses membiayai kaum miskin adalah pendampingan,” tutur Slamet.

Untuk itu, Komida terus menyiapkan tenaga pendamping melalui pelatihan dan pendidikan secara reguler. Tenaga pendamping diupayakan berasal dari generasi muda setempat dimana kantor Komida eksis. Ini dikarenakan mereka lebih memahami kultur dan kearifan lokal.

Kini Komida yang memiliki anggota lebih dari 600 ribu orang dan kantor cabang lebih dari 250 tinggal memetik hasilnya.  Dunia internasional pun sudah mengakui kinerja Komida yang dibuktikan dengan mengalirnya dana-dana dari lembaga keuangan global ke kocek koperasi. 

Pada tahun ini Koperasi yang berkantor pusat di Lenteng Agung Jakarta Selatan ini menargetkan pembiayaan sebesar Rp4 triliun. Sasarannya tetap membidik perempuan berpenghasilan rendah yang jumlahnya masih cukup banyak di seluruh Indonesia.

Kemiskinan memang tidak bisa dihapus sepenuhnya dari bumi Nusantara. Namun dengan pendekatan yang tepat seperti dilakukan oleh Komida, kemiskinan dapat dikikis. Buktinya banyak dari anggota yang dibiayai kini telah memiliki usaha mandiri. (Kur).

Exit mobile version