
PeluangNews, Jakarta – Menjelang pelaksanaan wukuf di Arafah, Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi mengumumkan bahwa musim haji 2025 ini menjadi pelaksanaan ibadah haji terakhir yang bertepatan dengan musim panas di Arab Saudi.
Saat ini suhu udara atau cuaca di sana berkisar 45 – 47 derajat Celcius. Pada 2026, ibadah haji akan berangsur beralih ke musim yang lebih dingin. Fenomena haji di musim panas ini baru akan kembali terjadi 17 tahun lagi, tepatnya pada 2042.
Sebagai catatan, Arab Saudi memiliki empat musim, yaitu musim semi (Maret-Juni), musim panas (Juni-September), musim gugur (September-Desember), dan musim dingin (Desember-Maret).
Penyelenggaraan ibadah haji berpatokan pada kalender Hijriah, akan selalu bergeser setiap tahunnya karena adanya selisih sekitar 10 hari dengan kalender Masehi.
Demikian Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi. Disebutkan pula bahwa pergeseran inilah yang menyebabkan pelaksanaan haji dalam beberapa tahun terakhir selalu jatuh pada musim panas, membawa tantangan tersendiri bagi jemaah.
Dalam beberapa musim haji terakhir, jemaah haji dihadapkan pada cuaca panas ekstrem. Pada musim haji 2024, suhu di Makkah mencapai angka antara 46 hingga 51 derajat Celsius. Dampaknya, pada salah satu hari terpanas, tercatat lebih dari 2.760 kasus sengatan panas, bahkan beberapa di antaranya berujung pada kematian.
Menjelang musim haji terakhir di musim panas ini, Arab Saudi telah mengambil berbagai langkah mitigasi untuk mengurangi risiko yang timbul akibat sengatan panas.
Upaya ini meliputi penambahan area berteduh, pemasangan lebih banyak stasiun air, penyediaan unit pendingin bergerak, serta peluncuran kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran akan keamanan panas.
Pada 2024, Arab Saudi juga memperluas jaringan pemantauan cuaca. Mereka memasang 33 stasiun cuaca baru dan menggunakan sistem radar bergerak guna meningkatkan pelacakan iklim secara real-time di zona haji.
Langkah ini sangat membantu otoritas dalam merespons cuaca ekstrem dengan lebih cepat dan efektif, sehingga dapat melindungi para jemaah di lokasi.
Musim haji 2025 ditargetkan dapat menampung lebih dari 1,8 juta jemaah dari seluruh dunia. Meski menjadi yang terakhir di bawah terik matahari musim panas, diharapkan ini akan menjadi ibadah haji yang lebih aman dan nyaman.
Peralihan ke musim yang lebih sejuk di tahun-tahun mendatang diharapkan dapat mengurangi risiko kesehatan bagi para jemaah, terutama bagi lansia dan mereka yang tidak terbiasa dengan suhu tinggi. Arab Saudi melihat perubahan ini sebagai langkah signifikan untuk menjadikan ibadah haji lebih berkelanjutan dan mudah diakses di masa mendatang.
Di sisi lain, dari Indonesia, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo juga menekankan puncak ibadah haji nanti saat di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna) membutuhkan persiapan serta manajemen diri yang baik.
Ibadah sunah di akuinya memiliki pahala yang besar namun kesehatan dan keselamatan jiwa jauh lebih utama, terutamanya saat pelaksanaan haji di Armuzna.
“Para jemaah, terutama yang Lansia atau memiliki penyakit penyerta seperti jantung, hipertensi, dan diabetes, untuk mengurangi ibadah sunah yang membutuhkan pengerahan tenaga ekstra. Contohnya, mengurangi frekuensi umroh, tawaf sunah berulang kali, menghindari jalan kaki jarak jauh ke Masjidil Haram ataupun Masjid Nabawi, serta wisata ziarah. Jemaah harus memastikan waktu istirahat yang cukup,” ujar Liliek, menegaskan.
Dia mengingatkan jemaah untuk tidak memaksakan diri. Hindari beribadah di siang hari yang terik. Gunakan selalu APD seperti masker, payung, kacamata hitam, alas kaki, ketika akan dan saat melakukan ibadah. Minum air putih atau air zam-zam sedikit demi sedikit hingga 2 liter per hari.
“Jangan lupa juga minum oralit sehari sekali agar tidak dehidrasi,” ucap Liliek.
Dia pun mengingatkan agar para jemaah yang sakit dan yang sudah minum obat untuk diminum secara teratur. Hindari stres dengan selalu berpikiran positif dan berzikir. Periksa kesehatan 3x seminggu ke petugas kesehatan untuk memastikan faktor risiko penyakit terkendali. []