
PeluangNews, Jakarta-Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada September 2025 masih mencatatkan surplus sebesar USD 4,34 miliar. Capaian tersebut memperpanjang tren surplus yang telah berlangsung selama 65 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Dalam situasi dinamika perdagangan global, kita mampu menunjukkan kinerja yang baik. Surplus kita naik USD 11,30 miliar dari USD 22,18 miliar pada Januari—September 2024 menjadi USD 33,48 miliar pada Januari—September 2025,” ujar Menteri Perdagangan, yang akrab disapa Mendag Busan, di Jakarta.
Menurutnya, kinerja positif ini menunjukkan daya saing ekspor Indonesia yang tetap kuat meskipun kondisi ekonomi dunia masih penuh ketidakpastian. Surplus pada Januari–September 2025 terutama didorong oleh surplus nonmigas sebesar USD 47,20 miliar, sementara sektor migas masih mencatatkan defisit sebesar USD 13,71 miliar.
“Surplus nonmigas terbesar kita berasal dari perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar USD 15,70 miliar, disusul India sebesar USD 10,52 miliar, dan Filipina sebesar USD 6,45 miliar,” jelas Mendag Busan.
Ekspor Tumbuh Positif, Industri Pengolahan Jadi Penopang Utama
Mendag Busan menyebutkan, nilai ekspor Indonesia pada September 2025 mencapai USD 24,68 miliar. Angka ini turun 1,14 persen dibanding Agustus 2025 (month-to-month), tetapi naik signifikan 11,41 persen dibanding September 2024 (year-on-year).
“Kenaikan tahunan ini terutama didorong oleh ekspor nonmigas yang naik 12,79 persen, meskipun ekspor migas turun 13,61 persen,” ujarnya.
Secara kumulatif, total ekspor Indonesia pada Januari–September 2025 tercatat sebesar USD 209,80 miliar, tumbuh 8,14 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini didukung oleh ekspor nonmigas yang meningkat 9,57 persen menjadi USD 199,77 miliar.
“Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi adalah kakao dan olahannya yang naik 68,75 persen, aluminium dan barang daripadanya naik 68,22 persen, serta berbagai produk kimia yang meningkat 51,08 persen,” ungkap Mendag Busan.
Sektor industri pengolahan mendominasi ekspor dengan kontribusi hingga 80 persen dari total nilai ekspor nasional. Disusul sektor pertambangan dan lainnya sebesar 12,74 persen, migas 4,78 persen, serta pertanian 2,48 persen.
“Secara kumulatif, ekspor pertanian naik paling tinggi sebesar 34,33 persen. Industri pengolahan juga meningkat 17,02 persen. Namun ekspor pertambangan turun 23,70 persen dan migas turun 14,09 persen,” jelasnya.
Menurutnya, penurunan ekspor pertambangan disebabkan tren penurunan harga batu bara di pasar global. Sementara itu, pasar utama ekspor nonmigas Indonesia masih didominasi oleh Tiongkok, Amerika Serikat, dan India dengan total nilai mencapai USD 83,52 miliar atau 41,81 persen dari total ekspor nonmigas nasional.
“Negara tujuan ekspor dengan peningkatan tertinggi secara kumulatif adalah Swiss yang naik 228,88 persen, Bangladesh naik 41,98 persen, dan Singapura naik 36,81 persen. Berdasarkan kawasan, ekspor ke Afrika Barat tumbuh tertinggi sebesar 74,53 persen,” paparnya.
Impor Barang Modal Meningkat, Dorong Aktivitas Industri
Mendag Busan juga melaporkan bahwa impor Indonesia pada September 2025 mencapai USD 20,34 miliar, naik 4,42 persen dibanding bulan sebelumnya dan tumbuh 7,17 persen dibanding September 2024. Nilai tersebut terdiri atas impor migas sebesar USD 2,64 miliar dan impor nonmigas sebesar USD 17,70 miliar.
“Secara kumulatif, impor kita pada Januari–September 2025 mencapai USD 176,32 miliar atau tumbuh 2,62 persen dibanding tahun lalu. Kenaikan ini didorong oleh impor nonmigas yang naik 5,17 persen, sementara impor migas justru turun 11,21 persen,” jelasnya.
Struktur impor Indonesia masih didominasi oleh bahan baku atau penolong dengan pangsa 70,55 persen, diikuti barang modal 20,36 persen dan barang konsumsi 9,09 persen.
“Saat ini, sekitar 70,55 persen impor merupakan bahan baku atau penolong, 20,36 persen barang modal, dan hanya 9,09 persen berupa barang konsumsi,” kata Mendag Busan.
Impor barang modal tercatat naik sebesar 19,13 persen, terutama karena meningkatnya impor sejumlah produk seperti central processing unit (CPU), mobil listrik, ponsel pintar, peralatan navigasi, serta mesin penerima dan transmisi data.
Sementara itu, impor bahan baku dengan penurunan terdalam berasal dari bahan bakar minyak, fero kromium, gula tebu, dan gandum. Untuk kategori barang konsumsi, penurunan terbesar terjadi pada beras, pendingin udara (AC), dan bawang putih.
Di sisi lain, beberapa komoditas nonmigas menunjukkan peningkatan signifikan. “Kakao dan olahannya naik 80,49 persen, kapal dan struktur terapung naik 72,71 persen, serta garam, belerang, batu dan semen naik 70,19 persen,” ujar Mendag Busan.
Tiga negara asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat, dengan kontribusi gabungan mencapai 52,71 persen dari total impor nonmigas nasional. Negara dengan kenaikan impor tertinggi adalah Meksiko yang naik 172,78 persen, disusul Uni Emirat Arab naik 67,08 persen, dan Arab Saudi naik 30,82 persen.
Menutup pemaparannya, Mendag Busan menegaskan bahwa capaian surplus perdagangan yang berkelanjutan merupakan bukti nyata ketahanan ekonomi Indonesia. “Kinerja ini menunjukkan bahwa ekspor kita tetap kuat, impor tumbuh sehat untuk mendukung industri, dan neraca perdagangan tetap surplus. Artinya, fundamental ekonomi Indonesia berada di jalur yang positif,” tutupnya.








