hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Suku Bunga Bank Indonesia Stabil di 6,75 Persen

JAKARTA-–Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wariyo mengumumkan bahwa Rapat Dewan Gubernur yang digelar sejak Rabu (24/4) hingga Kamis (25/4) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan atau vBI 7-days Reverse Repo Rate sebesar 6 persen. Kebijakan tersebut turut diikuti dengan mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.

“Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan sejalan dengan kondisi ekonomi domestik serta untuk memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia. Bank Indonesia memandang nilai tukar rupiah akan bergerak stabil dengan mekanisme pasar yang terjaga dengan baik untuk mendukung stabilitas ekonomi,” ujar Perry dalam Konferensi Pers di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (25/4).

Dengan tingkat suku bunga acuan tersebut, BI melanjutkan akselerasi program-program pendalaman pasar keuangan, khususnya di pasar uang dan pasar valas. Perry juga mengatakan, koordinasi pemerintah dan otoritas terkait terus dipererat demi mempertahankan stabilits ekonomi.

Tujuannya untuk pengendalian laju inflasi, defisit transaksi berjalan, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan. Momentum pertumbuhan itu dioptimalkan dengan memperkuat permintaan domestik dan mendorong ekspor serta sektor pariwisata dan aliran modal asing.

BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen sejak November 2018. Level terendah suku bunga acuan terakhir pada Mei 2018, yakni sebesar 4,25 persen. Pada perkembangannya, Bank Indonesia pelan-pelan menaikkan suku bunga acuan hingga 1,75 persen hingga naik menjadi 6 persen akibat pelemahan rupiah yang cukup dalam.

“Kebijakan untuk mempertahankan suku bunga acuan tersebut telah mempertimbangkan kebijakan moneter Bank Sentral AS, The Fed,” kata Perry.

Proyeksi BI The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak satu kali pada 2019 ini  dan tahun depan. Namun, hasil RDG terakhir yang digelar bulan ini, otoritas memprediksi The Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan baik tahun ini maupun tahun depan.

Pelemahan ekonomi AS yang dipengaruhi oleh turunnya pendapatan dan keyakinan dunia usaha, terbatasnya stimulus fiskal bagi kororasi, serta permasalah struktural di pasar tenaga kerja menjadi penyebabnya.

Ekonomi Tiongkok melambat meskipun otoritas setempat tengah melakukan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur. Adapun ekonomi Eropa diprediksi juga melambat akibat melemahnya ekspor dan belum tuntasnya masalah di sektor keuangan.

“Dalam situasi  seperti ini otoritas moneter menempuh enak kebijakan untuk mendorong permintaan dari sisi domestik. Caranya dengan meningkatkan ketersediaan likuiditas dan mendukung  pendalaman pasar keuangan melalui penguatan strategi operasi moneter,” ungkap Perry.

Dia  menuturkan, operasi moneter dilakukan dua arah. BI tidak hanya mengintervensi bank-bank yang mengalami kelebihan likuiditas, tapi juga melakukan injeksi ke bank-bank yang mengalami kekurangan likuiditas.

pasang iklan di sini