octa vaganza

Sukses Mendunia Koperasi Susu India Dimulai Dengan Aksi Mogok

Nama besar India tidak melulu kondang lantaran film-filmnya yang sarat tarian dan lagu mendayu-dayu. Fenomena lainnya adalah keberhasilan para peternak susu yang ikut mendongkrak perekonomian negeri terpadat nomor dua di dunia itu menjadi produsen terbesar susu dunia.  Semua diawali sejarah panjang yang getir di tahun 1946.

SUKSES India di percaturan  koperasi kelas dunia terus berlanjut, dua koperasinya yaitu IFFCO (Indian Farmer Fertilizer Co-operative) dan GCMMF (Gujarat Cooperative Milk Marketing Federation) menyodok ranking pertama dan kedua di jajaran top 20 koperasi dunia dengan turnover terhadap produk domestik bruto (gross domestic product)  terbesar. Urutan top berikutnya disusul  Nonghyup (Korea Selatan), Zen-noh (Jepang) dan Copersucar (Brazil). Laporan terkini (2016) yang disajikan International Co-operative Alliance (ICA) bekerjasama dengan  European Research Institute on Co-operative and Social Enterprises (Euricse) itu menyebutkan turnover GDP IFFCO sebesar USD 2,572 miliar dan GCMMF USD 1,796 miliar. Sedangkan Nonghyup USD 1,320 miliar, Zen-noh (1,130 miliar) dan Copersucar USD 874 juta. 

Sekilas mundur ke sejarah persusuan India masa lalu, kita akan terpaku dengan nama Anand Milk Union Limited (AMUL), pelopor koperasi persusuan di India yang berdiri pada tahun 1946. Pada masa itu hanya ada Polson, pabrik pengolah susu milik bangsa Inggris yang seenaknya menentukan harga beli susu di tingkat petani. Perlakuan kolonial kapitalis yang tidak adil itu mendapat perlawanan para perani yang dimotori oleh tiga serangkai Sardar Vallabhbhai Patel, Morarji Desai dan Tribhuvandas Patel. Mereka berhasil memprovokasi para petani untuk mogok menjual susu ke penguasa Inggris. Lalu dibentuklah Cooperative Dairy Society, organisasi koperasi yang mengumpulkan susu dari peternak anggota mereka hasilnya pun diolah dan dijual untuk kalangan sendiri.  Pemerintah Inggris pun kewalahan karena pasokan susu ke Bombay menurun drastic, sementara pembelian susu petani hanya boleh melalui satu pintu yaitu Cooperative Dairy Society. Akhirnya tuntutan itu diterima dan petani memperoleh harga jual susu yang wajar. Masalah pertama bisa diatasi dengan bergandeng tangan.

Paska kemerdekaan India pada 1947, komitmen pemerintah untuk memajukan taraf hidup petani melalui peternakan susu sapi mendapat prioritas cukup tinggi. Beberapa anak muda India dikirim ke luar negeri untuk belajar lebih jauh tentang berbagai ilmu pengetahuan. Di antaranya adalah Verghese Kuriyen yang belakangan dikenal dengan panggilan “Manusia Susu India”. Usai mempelajari Dairy Engineering di Wisconsin University, Amerika Serikat pada tahun 1949, Kuriyen bergabung dengan pabrik produk susu milik pemerintah di Anand. Setahun berselang ia menggagas Revolusi Putih, sebuah gerakan yang ingin menjadikan India berdaulat di bidang persusuan. Langkah semakin dipertegas dengan berdirinya National Dairy Development Board (NDDB) atau Dewan Susu Pembangunan Nasional pada 1965. Tujuan badan ini mentransformasikan pekerjaan menghasilkan susu menjadi instrumen untuk pengembangan masyarakat pedesaan India. 

NDDB memulai operasinya dengan misi membuat pekerjaan menghasilkan susu menjadi masa depan yang lebih baik bagi jutaan produsen susu akar rumput. Pada 1970, Perdana Menteri India Lal Bahdur Shastry melalui NDDB mencanangkan program Operation Flood atau White Revolution, yaitu program nasional untuk meningkatkan produksi susu. Kuriyen langsung ditunjuk sebagai ketua program. Kuriyen percaya bahwa gagasan yang dilakukan para pendahulunya, yaitu hanya dengan berkoperasi saja petani berdaulat. Maka pada 1973 ia mendirikan Federasi Koperasi Pemasaran Susu Gujarat (GCMMF) yang hingga kini terus berlanjut dan menjadikan India salah satu negara di Asia penyumbang koperasi kelas dunia. Kuriyen wafat pada 9 September 2012 dalam usia 90 tahun. Namanya tercatat harum sebagai  “Bapak Revolusi Putih” yang mengubah India dari semula  kekurangan makanan (susu) menjadi penghasil susu terbesar dunia. Per Maret 2019 GCMMF hasil besutan Kuriyen tetap Berjaya dengan pencapaian omset sebesar Rs 31,500 crore atau setara dengan Rp 6.300 triliun. Perusahaan ini dimiliki secara bersama oleh 3,6 juta produsen susu di Gujarat, India. Pada periode yang sama perolehan omset untuk Amul Grup juga naik mencapai  Rs 45.000 crore (Rp 9.000 triliun)

PERKEMBANGAN TERKINI

 Sepanjang 2017-2018 produksi susu India tumbuh 6,7 persen menjadi 176,4 juta ton dibandingkan 165,4 juta ton pada 2016-17 atau lebih dari dua kali lipat pertumbuhan dunia produksi susu.  Masalah yang dihadapi Dewan Susu adalah Jatuhnya harga global membuat ekspor produk susu dari India menurun. Ekspor susu bubuk skim (SMP) menurun tajam dari 124.000 ton pada 2013-14 menjadi 14.892 ton pada 2016-17 dan selanjutnya menjadi 11.308 ton pada 2017-2018 juga karena situasi global dan menghadapi Amerika Serikat, Uni Eropa hingga Oseania. Namun demikian, kata Menteri Pertanian India Krishna Raj, negerinya akan terus menggenjot produksi susu yang pada tahun 2021-2022  diproyeksikan menjadi 254,5 juta ton, upaya mewujudkan visi India 2022 sebagai negara terbesar produsen susu yang kini sudah menyasar ekspor ke lebih dari 40 negara.   

Pada 2017 aset NDDB bernilai 35,6 miliar rupee, omzet senilai 3 miliar rupee. Jika satu rupee setara Rp206, nilai itu masing-masing setara Rp 7,3 triliun dan Rp618 miliar. Dari gerakan melawan tengkulak, koperasi peternak susu di India telah berhimpun ikut memecahkan masalah nasional dan tantangannya kini adalah pasar global.  (Irvan)

Exit mobile version