Jakarta (Peluang) : Spice and Rice Festival mempromosikan kekayaan rempah dan beras nusantara untuk berkelanjutan global.
Dalam rangka pengajuan “Jalur Rempah” sebagai warisan dunia (world heritage)ke UNESCO, Yayasan Negeri Rempah bersama Yayasan Taut Seni menggelar Spice and Rice Festival pada 11-16 November 2022 di Bali Collection, ITDC, Nusa Dua, Bali.
Festival ini merupakan bagian dari side event forum pertemuan antar kepala negara G20 di Nusa Dua, Bali, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM).
Ketua Yayasan Negeri Rempah, Kumoratih Kushardjanto menjelaskan, selaras dengan tema side event G20 yaitu “Local Wisdom for Global Sustainability”, Spice and Rice Festival akan mempromosikan kekayaan rempah dan beras nusantara dalam rangka mendorong bergeraknya komunitas masyarakat dan pelaku usaha kecil Indonesia untuk meningkatkan peluang kemajuan ekonomi rakyat.
Indonesia adalah negeri kepulauan memiliki keanekaragaman hayati yang menjadikan Nusantara surga pangan dunia.
Salah satunya adalah beras, sumber pangan yang telah dibudidayakan manusia nusantara sejak zaman Neolitikum. Setidaknya 8.000 jenis padi tumbuh di Nusantara (Rigg, 2002).
Begitu pula dengan rempah. Dari 400-500 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai rempah dalam skala dunia, sekitar 275 jenis rempah merupakan endemik nusantara (Prosea, 1999).
Rempah bukan sekadar bumbu penambah cita rasa makanan, tapi merupakan bahan utama obat-obatan. Beras dan rempah menjadi komoditas penting bagi perdagangan nusantara dari masa ke masa.
Berkah pangan inilah yang senantiasa disyukuri dan dirayakan oleh seluruh masyarakat nusantara, dalam berbagai tradisi.
Rempah dan beras hampir selalu ada dalam berbagai ritus kehidupan, kelahiran, perkawinan, kematian, sebagai penolak bala bahkan penyucian diri.
Tradisi masyarakat nusantara tak bisa dilepaskan dari pangan karena bagaimana mereka menjaga dan mengolah pangan merupakan seni kehidupan (art of life) itu sendiri.
Seiring dengan jaman yang berubah, pandemi Covid-19 menjadi momentum yang menyadarkan kita, bahwa ada rantai pengetahuan yang harus dijaga keberlanjutannya. Salah satunya adalah kekayaan kosa rasa pangan yang kita miliki.
Untuk menghormati dua warisan alam dan budaya Indonesia yaitu rempah dan beras yang telah diakui dunia, Spice and Rice Festival ini hadir di tengah perhelatan G20.
Pada perhelatan itu, Yayasan Negeri Rempah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki nilai-nilai budaya yang layak dikontribusikan.
“Nilai budaya Indonesia dikontribusikan bagi dunia untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik, serta mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan yang inklusif, berkesetaraan dan berkeadilan bagi semua,” ujar Ketua Yayasan Negeri Rempah, Kumoratih Kushardjanto, dalam rilisnya, Senin (31/10/2022).
Andar Manik dari Yayasan Taut Seni menambahkan nilai-nilai yang direpresentasikan melalui produk-produk pilihan yang dipamerkan dalam kegiatan ini tidak terbatas pada pangan saja.
“Tetapi juga beragam ekspresi budaya seperti kesenian yang lahir dari tradisi daerah-daerah penghasil beras dan rempah, baik dari pesisir maupun pedalaman,” ujar Andar.
Selama enam hari ke depan, jelas Andar, Spice and Rice Festival akan menyelenggarakan ‘Jamuan Negeri Rempah’ dan ‘Hidangan Rempah’ daerah-daerah penghasil rempah dan beras).
Jamuan makan yang menghadirkan sensasi tradisi makan bersama dari beberapa daerah di Indonesia diisi dengan megibung budaya tradisi Bali, bajamba Minangkabau, bedulang khas Belitung, botram dari Jawa Barat, tumpengan khas Jawa, rimo-rimo Maluku Utara, serta tradisi makan bersama dari Bone, Sulawesi Selatan.
Selain jamuan makan bersama khas Indonesia, akan hadir pula hidangan rempah asal India dan Timur Tengah yang menunjukkan jejak keterhubungan budaya yang terbentuk dari jalur rempah dari masa ke masa.
Festival ini juga akan menghadirkan ‘Warung Jamu’, ‘Pasar Makanan’ (food fair), serta kedai ‘Lisoi’ yang mengangkat aneka minuman fermentasi lokal. Seperti tuak dan arak, serta produk fermentasi lainnya termasuk kretek.
Jaringan komunitas pelaku UKM akan meramaikan suasana secara gotong-royong melalui ‘Pasarempah Tumpah”. Atau pasar produk pangan/non-pangan dan makanan minuman siap saji yang berkaitan dengan tradisi atau budaya dari daerah penghasil beras dan rempah.
Dimeriahkan pula ‘Toko Kelontong’ atau toko aneka produk titipan para pelaku usaha kecil yang berasal dari luar Bali. Hingga workshop singkat yang memperkenalkan beragam produk budaya dari rempah dan beras.
Pameran mini akan menampilkan peta Jalur Rempah dan peta sebaran rempah yang dapat memberikan gambaran singkat tentang jejak perdagangan rempah Nusantara.
Pelaku seni tradisi dari beberapa daerah di Indonesia juga tampil meramaikan festival ini.
“Kami ingin menghadirkan kembali spirit kebersamaan yang melekat pada tradisi Nusantara melalui pangannya,” tutup Kumoratih.