
PeluangNews, Jakarta – Peringatan Hari Tani Nasional (HTN) ke-65 menjadi momentum penting bagi gerakan tani Indonesia. Untuk pertama kalinya di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Serikat Petani Indonesia (SPI) menggelar aksi massa di depan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/9). Ribuan petani dari berbagai daerah mendesak pelaksanaan reforma agraria sejati demi kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menegaskan arti penting peringatan HTN tahun ini. “Reforma agraria sejati sudah tercantum dalam Asta Cita, tetapi pemerintah belum menyusun kebijakan maupun program nyata untuk mengimplementasikannya. Inilah saat yang tepat bagi Presiden Prabowo membuktikan keberanian politiknya,” ujar Henry.
Kepala Badan Bantuan Hukum SPI, Muhamad Hafiz Saragih, menyampaikan bahwa enam tuntutan SPI bersifat mendasar. “Hari ini kami aksi dengan enam tuntutan. Pertama, soal penyelesaian konflik agraria anggota SPI. Kedua, mengalokasikan tanah yang dikuasai perkebunan besar maupun kehutanan sebagai objek TORA, terutama tanah yang sedang disita Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Ketiga, merevisi Perpres No. 62 Tahun 2023 agar substansial, bukan sekadar teknis. Keempat, revisi UU Pangan, UU Kehutanan, dan UU Perlindungan Pemberdayaan Petani demi kedaulatan pangan. Kelima, segera mencabut UU Cipta Kerja yang jelas merugikan petani. Keenam, membentuk Dewan Nasional Reforma Agraria,” jelas Hafiz.
Ia menegaskan tujuan aksi tersebut ditujukan langsung ke Presiden. “Harapannya jelas, kami ingin Presiden segera menindaklanjuti. Apalagi beliau mentargetkan swasembada pangan. Bagaimana swasembada pangan bisa tercapai kalau petaninya tidak sejahtera? Tuntutan kami hari ini juga sudah diterima di Mensesneg karena Presiden sedang tidak berada di Indonesia. Yang paling mendesak adalah penyelesaian konflik agraria agar kriminalisasi dan intimidasi tidak lagi terjadi di lapangan,” tegas Hafiz.

Suara dukungan juga datang dari kalangan buruh. Kepala Departemen Diklat dan Propaganda GSBI, Bagus Santoso, menekankan pentingnya keterhubungan isu agraria dengan persoalan buruh. “Saya Bagus Santoso dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia. Bersama ini saya ingin sampaikan selamat Hari Tani Nasional ke-65. GSBI bersama Aliansi Gerakan Reforma Agraria menuntut agar rezim Prabowo benar-benar menghapus ketimpangan tanah. Monopoli tanah yang sudah berlangsung puluhan tahun membuat industri nasional rapuh, upah buruh murah, dan jaminan kerja tidak pasti,” ujarnya.
Bagus menambahkan, UU Cipta Kerja menjadi sumber masalah besar bagi kaum buruh. “Kami menuntut UU Cipta Kerja segera dicabut dan diganti dengan undang-undang ketenagakerjaan baru yang menjamin buruh Indonesia bermartabat. Kebijakan industri nasional harus lebih dulu memenuhi kebutuhan domestik sebelum berorientasi ekspor. Tanpa itu, buruh dan petani akan terus jadi korban ketidakadilan,” tegasnya.
Henry Saragih kembali mengingatkan bahwa reforma agraria sejati bukan hanya agenda keadilan sosial, tetapi juga strategi ekonomi makro. “Distribusi tanah yang adil akan memperkuat produksi pangan nasional, menekan impor, menjaga stabilitas rupiah, serta memperkuat cadangan devisa. Reforma agraria adalah penyangga kekuatan fiskal dan moneter negara,” katanya.
Aksi massa di Jakarta diikuti petani SPI dari Serang, Pandeglang, Lebak, Bogor, Purwakarta, hingga Indramayu. Di berbagai daerah lain, HTN diperingati lewat aksi di kantor pemerintah, diskusi publik, hingga pembagian hasil panen.
Henry menutup dengan penegasan. “Janji reforma agraria dalam Asta Cita harus diwujudkan, bukan hanya diucapkan. Presiden Prabowo punya kesempatan bersejarah menorehkan legacy kepemimpinan nasionalis yang berpihak pada petani. Jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, kedaulatan pangan dan keadilan sosial akan nyata,” pungkasnya.







