octa vaganza

Sosialisasi Wakaf Melalui Uang Menyasar Pembangunan Infrastruktur

 

Ekonomi berbagi yang dapat mempersempit jurang antara si kaya dan miskin diyakini dapat selesai melalui sosialisasi program wakaf, baik tunai maupun melalui uang.

PENGERTIAN wakaf selama ini acapkali hanya diidentikkan berupa benda, semisal tanah ataupun bangunan. Padahal di sejumlah negera muslim, seperti Turki, Mesir, Bangladesh maupun Malaysia, gerakan wakaf sudah lama bergulir dalam bentuk uang maupun melalui uang. Pengetian wakaf uang mengacu pada pengelolaan uang yang tidak bisa dikonversikan ke bentuk usaha lainnya yang non-uang, sedangkan wakaf melalui uang berkonotasi dapat dimanfaatkan untuk penggunaan yang sifatnya non-uang, misalnya membangun sekolah, rumah sakit atau masjid. Inisiatif menggerakkan wakaf uang pernah digulirkan pemerintah pada tahun 2010 melalui  Kementerian Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Sayangnya, hingga kini program tersebut tak banyak mendapat respon masyarakat, juga tidak ada perkembangan, baik dari sisi regulasi wakaf, inovasi terkait pengelolaan uang, maupun ide Bank Wakaf yang sebelumnya banyak didengungkan. Padahal, potensi wakaf uang di Indonesia bisa  mencapai Rp20 triliun per tahun apabila setiap Muslim Indonesia mau berwakaf minimal Rp10 ribu.

Berangkat dari keprihatinan itu, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) menggagas program Wakaf Melalui Uang (WMU) yang diluncurkan sejak Januari 2018. Program ini menyasar pembangunan infrastruktur berupa masjid, rumah tahfiz dan rumah sakit. Untuk tujuan tersebut koperasi yang sukses dengan program pembangunan rumah layak huni gratis untuk para anggotanya ini tengah mengupayakan pembelian lahan sekitar 100 hektar yang dananya bersumber dari WMU.

“Untuk tahap pertama wakaf melalui uang ini kami sosialisasikan kepada pengurus, pengawas dan karyawan di lingkungan Kopsyah BMI, setelah itu baru kami tawarkan kepada anggota,” kata Presiden Direktur Kamaruddin Batubara. Dia mengungkapkan hal itu,  saat memberikan pembekalan Sosialisasi Wakaf Melalui Uang kepada sekitar 200 orang karyawan Kopsyah BMI,

di Tangerang pertengahan April lalu. Pembekalan WMU tersebut menghadiri pembicara Dr Hendri Tanjung, anggota BWI yang juga Ketua Pengawas Kopsyah BMI.

Kamaruddin optimis dalam dua tahun ke depan, dapat merealisasikan pembangunan masjid, rumah tahfiz dan rumah sakit dengan sumber dana dari WMU. “Anggota kami kini sudah 135.000 orang, kalau setiap mereka berwakaf sebesar Rp 1 juta yang uangnya kami collect dalam tempo dua tahun, Kospyah BMI sebagai nadzir (pengelola wakaf) sudah bisa menghimpun dana Rp135 miliar,” ujarnya.

Potensi anggota yang relatif besar itu sangat memungkinkan bagi koperasi beraset lebih dari Rp400 miliar ini untuk mencapai sasaran membangun infrastruktur ekonomi masyarakat. Lantaran itu, tahap pertama sosialisasi program WMU dilakukan di lingkungan internal pengurus dan karyawan Kopsyah BMI, karena merekalah yang terlebih dahulu harus dibekali pemahaman yang cukup lengkap mengenai arti dan fungsi WMU. “Bagaimana mungkin para pengelola koperasi ini dapat menjelaskan kepada anggota kalau mereka sendiri tidak memahami WMU sebagai sarana ampuh dalam membangun infrastruktur ummat,” lanjut Kamaruddin lagi.

DANA ABADI UMMAT

Sementara itu dalam pemaparannya, Hendri Tanjung menyampaikan wakaf sebagai instrumen ekonomi membangun infrastruktur umat, sudah sejak lama berkembang di sejumlah negara maju, terutama di Barat.

Jika pengertian wakaf hanya hidup di kalangan umat Islam, maka di kalangan non-muslim dikenal dengan dana abadi (endowment funds) yang sekarang ini dipraktikkan oleh negara-negara barat dalam mengoperasikan universitas-universitas mereka. Sebagai contoh, Hendri menunjuk Harvard University yang telah lama menerapkan endowment funds, dan pada akhir 2016 telah memiliki dana sebesar USD 35,6 miliar. Dana itulah yang digunakan untuk memberi beasiswa kepada mahasiswa serta menggaji dengan sangat layak para dosen dan guru besar di perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat itu.

Sedangkan peradaban wakaf terbaik di dunia, sambung Hendri, dipraktikkan di masa kekhalifahan Turki Ustmani, karena wakaf tidak hanya berupa tanah saja, tapi juga dalam bentuk cash wakaf atau WMU.

Program WMU Kopsyah BMI yang mulai beroperasi tahun ini, menurut Hendri bisa menjadi embrio model WMU melalui tabungan. “Kopsyah BMI mengajak anggotanya berwakaf melalui uang masing-masing Rp1 juta selama dua tahun, atau sebesar Rp 1000 per hari. Apabila  sudah terbiasa dengan wakaf yang kecil, Insya Allah nantinya akan membesar. Caranya dengan membuka tabungan wakaf,” jelasnya.

Apakah program ini bakal menjadi produk tabungan yang menguntungkan Kopsyah BMI? Kamaruddin menolak program WMU sebagai produk berorientasi profit. WMU adalah program penyadaran kepada mereka yang belebih untuk mau berbagi terhadap mereka yang berkekurangan. Sasaran hendak dituju Kopsyah BMI adalah mengembalikan faktor utama produksi kepada masyarakat, bukannya dikuasai segelintir orang.  (Irsyad Muchtar)

Exit mobile version