Jika ingin menarik pajak dari transaksi ilegal, otomatis yang dipajaki akan jadi legal. Ini dilematis, karena berseberangan dengan aparat penegak hukum (APH) yang bertugas membasmi segala tindakan ilegal.
WAKIL Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan pemerintah akan mulai membidik pajak dari kegiatan ekonomi bawah tanah untuk menambah penerimaan negara. “Kita membuka mata bahwa sebenarnya banyak underground economy yang tidak teregister, tidak ter-record, dan tidak bayar pajak. Potensinya hingga Rp600 triliun. Jadi, itu yang kita (mau) ambil,” ujarnya.
Dicontohkan judi bola online sebagai salah satu aktivitas underground economy. “Sudah ada angkanya. Saya merinding ketika jumlahnya disampaikan oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), onshore dan offshore. Yang melakukan online betting kepada sepakbola di Inggris, orang Indonesia banyak sekali,” ujarnya menambahkan.
Hashim Djojohadikusumo menyebut Prabowo memang menugasi Anggito menghimpun Rp300 triliun sampai Rp600 triliun/tahun ke kas negara. Uang sebanyak itu selama ini belum masuk ke APBN, sehingga Prabowo akan mengejarnya. “Yang pakai internet, pemantauan internet, kita akan dapat dari kegiatan-kegiatan yang legal, semi-ilegal, dan ilegal. Kita akan dapat ratusan triliun lagi. Bisa Rp300 triliun-Rp600 triliun setiap tahun,” kata Hashim.
Tapi tunggu dulu. Sebelumnya, perlu disepakati apa cakupan dan pengertian underground economy. Dari istilah ini, kata Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, setidaknya ada dua bentuk umum. Yaitu illegal activities (kegiatan ilegal) dan unreported income (penghasilan yang tidak dilaporkan). Contoh yang pertama perdagangan narkoba, prostitusi, perjudian, penyelundupan, penipuan. Contoh unreported income lebih condong ke transaksi legal, yang penghasilannya tidak dilaporkan ke otoritas pajak.
Kedua bentuk itu sama-sama tidak membayar pajak. Akan tetapi, potensi pajak yang paling besar ada di aktivitas ilegal. Permasalahannya adalah, apakah otoritas pajak dapat mengenakan pajak atas transaksi ilegal tersebut,” ujarnya.
Jika ingin menarik pajak dari transaksi ilegal, otomatis transaksi itu akan jadi legal. Hal ini tentu akan menjadi dilema bagi pemerintah, terutama Ditjen Pajak Kemenkeu. Ini akan berseberangan dengan aparat penegak hukum (APH) yang bertugas membasmi segala tindakan ilegal.
Apabila ingin menarik pajak dari aktivitas ekonomi ilegal harus mengubah aturan, seperti klausa halal yang ada di Kitab UU Hukum Perdata. Karena aktivitas ilegal merupakan perbuatan terlarang dan dapat dikenakan sanksi pidana jika kasusnya terungkap. Kalau tidak diubah, konsekuensinya, perjanjian atas suatu transaksi ilegal menjadi tidak sah dan batal demi hukum.
Untuk transaksi unreported economy, selama ini Ditjen Pajak sudah melakukan pengawasan kepatuhan dan penegakan hukum pajak.
“Penegakan hukum pajak tersebut mencakup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan atau bahkan penyidikan pajak. Jadi, underground economy dari unreported economy sudah tidak terlampau masalah,” katanya.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, meski ekonomi informal ini bisa dipajaki, akan timbul masalah lain. Pelakunya akan merasa memiliki hak untuk terus melanjutkan usahanya karena tetap berkontribusi pada negara. Alhasil, akan timbul makin banyak kegiatan ilegal yang ‘dianggap’ sebagai kegiatan sah di dalam negeri. Akhirnya, pelakunya menjamur.
“Bagi mereka yang bandel, mereka akan tetap di bawah tanah. Oleh sebab itu, Huda menyarankan pemerintah melakukan pendekatan dan penelitian lebih lanjut. Perlu dipastikan apakah potensi yang didapatkan akan sebanding dengan dampaknya di kemudian hari. “Telusuri terlebih dahulu pendapatan masyarakat hingga ke sumbernya. Bisa jadi sumber-sumber orang-orang kaya, pejabat, bisa dari aktivitas ekonomi yang ilegal,” ujarnya.●